74 : GUMMY GUMMY

388 42 1
                                    

MANHATTAN BRIDGE HIGH SCHOOL
GUMMY GUMMY

Istirahat pertama baru saja di mulai. Ketiga gadis itu duduk menyudut di kantin yang ramai. Anna sedang sibuk dengan manisan yang baru dia beli, sedangkan Marie berkutat dengan ponselnya sedari tadi. Tak ada obrolan yang benar-benar meriungi mereka. Hanya ucapan basa-basi yang langsung menguap hening.

"CS, sepertinya akhir-akhir ini kau dan Karry jarang makan siang bersama lagi. Apa ada yang tidak beres di antara kalian?" Suara Anna menghardik lamunan Charlotta. Ia langsung tersadar, buru-buru meluruskan.

"Kami baik-baik saja. Aku hanya memberi jarak supaya aku tidak terlalu dekat dengannya lagi," sahut Charlotta enteng, menyomot kentang gorengnya. Kemudian ia beralih menatap Marie yang bergumam.

"Jangan berpura-pura baik kalau suaramu terdengar lirih begitu. Aduh, CS, kau benar-benar orang yang tak pandai menipu." Marie melepaskan pandangan dari ponsel, mematutkan kedua alisnya, memandang Charlotta sedikit protes.

Sembari tertawa Anna menyela, "CS, untung saja waktumu tinggal sebentar lagi."

Dahi Charlotta berkerut menatap Anna yang menjilati manisannya sesekali. "Karena tinggal sebentar itu aku jadi sedikit khawatir."

"Khawatir apa?" potong Marie tak beralih dari ponselnya.

Charlotta setengah terpegun memandang kentang goreng di atas meja yang berserakan di piring kertas. Pikirannya melayang-layang hingga menimbulkan hening di kepalanya. Namun, keyakinan hati meneriakinya untuk berhenti memainkan perasaan di antara kelogisan.

"Aku khawatir tidak bisa berdansa, tentu saja," pekik Charlotta menghapus semua kemungkinan yang sudah jelas tergambar di wajah kedua temannya itu.

"Ayolah. Itu cuma dansa waltz biasa. Kau tak perlu cemas. Lagipula, memang Jackson masih kurang baik?" sergah Marie memandangnya lurus.

Charlotta menemukan dirinya tertutup dari dalam oleh bincang-bincang benaknya. Ia tak bisa menemukan alasan yang lebih baik untuk mengatakan 'khawatir merindukannya'. Merindukan keberadaan Karry yang tidak begitu spesial tapi tetap ada.

"Kalau begitu bukan hanya dansanya. Tapi riasannya!" seru Anna mengacungkan manisan di udara.

Sebelah tangan Charlotta memangku wajahnya lesu. Setelah menceritakan beberapa kejadian akhir-akhir ini, Marie dan Anna jadi sedikit paham kegalauannya hari ini. Mereka juga tidak ingin mendalami rasa sedih yang di alaminya. Tapi mau bagaimanapun, perasaan itu tetap saja tidak bisa di tutupi.

"Kupikir aku bisa menembus hari terakhir dengan damai," gumam Charlotta lesu. Anna mengerang iba, mengulurkan sebelah tangannya untuk menangkup bahu Charlotta.

"Aku tahu rasanya mencintai tapi tidak dicintai balik. Rasanya.. sangat-sangat menyedihkan," ucap Anna penuh penekanan drama dalam kalimatnya. Marie yang sedang menatap ponsel itu seketika berdecih jengah.

"Yang benar saja. Char, dengarkan aku. Sekarang, konsentrasimu adalah mendapatkan cek itu. Jangan pedulikan perasaanmu. Dalam hal mencapai mimpi, kau harus mengendalikan otakmu, bukan hatimu!" sentak Marie yakin. Anna sempat mengernyit tak setuju, tapi ia tak bisa mengenyahkan perkataan Marie.

Charlotta menghela napas sambil berujar, "Marie, jika otak bisa menguasai hati, dari awal aku sudah tahu tujuan utamaku. Tapi kalau ternyata aku dilumpuhkan perasaan, organ mana lagi yang bisa diajak kompromi kalau hatinya masih belum sembuh?"

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang