60 : JACKSON DAN CHARLOTTA

384 41 7
                                    

STUDIO 1
CHARLOTTA DAN JACKSON

Ponsel di saku Charlotta bergetar sekali. Ia melihat pesan masuk dari Karry tiba-tiba.

Manfaatkanlah Jackson sebaik mungkin.

Seutas kalimat itu membuat dahi Charlotta berkerut heran. Kakinya melangkah kecil menuruni tangga melingkar menuju studio satu. Kemarin malam, percakapan berakhir ketika tiba-tiba Susan mengetuk pintu dan membawakan buah-buahan segar dari Cindy. Karry tidak meninggalkan jawaban.

Hati Charlotta semerawut. Serba salah rasanya. Ia seperti yakin Karry tidak masalah, tapi di sisi lain, Karry seperti menyembunyikan sesuatu, entah itu apa. Bahkan, walau tidak tahu, ketika mengingat kejadian semalam, ia merasa gundah gulana. Gelisah dan rasanya takut jika ia mengetahui jawaban yang bertolak belakang dari keinginannya. Tadi pagi Charlotta juga sengaja berangkat naik sepeda walau harus menerobos lima pengawal dari garasi. Tapi untungnya ia pembalap sepeda yang andal, alhasil, pengawal hanya menjemputnya dengan mobil waktu pulang. Karry tidak pulang bersama karena ada kegiatan di sekolah.

Adidas Neo putih Charlotta berdecit ketika sampai di depan pintu yang dari dalamnya memutar musik keras-keras. Degup jantung Charlotta berdentum-dentum sesuai irama bass. Ia mengintip dari balik celah, lalu mendorong pintu itu terbuka lebar.

Pandangannya tertuju pada seorang pemuda yang memakai celana Harem putih, dipadu T shirt kebesaran penuh motif abstrak bewarna. Dandanan ala idol grup sangat kental pada diri pemuda itu.

Tangannya di rentangkan sekali, lalu kakinya menghentak. Kanan kiri, ia berputar sekali tanpa menyadari keberadaan Charlotta. Masih memandangi keasikan Jackson, tanpa sadar, ia menikmati tiap gerakan yang meluncur dari tubuh pemuda itu. Irama musik berhentak kompak dengan tiap jenjang kaki maupun jarinya. Wajahnya bersimbah keringat, tapi aura yang mengelilingi Jackson memikat kuat. Pancaran matanya seakan mengajak Charlotta untuk terus mengamatinya. Gerakannya luwes dan asik. Kaki Charlotta sampai bergerak-gerak sendiri tanpa sadar.

Tiba-tiba, tak lama, akhirnya Jackson menyadari keberadaannya.

Pemuda itu tersenyum lebar, lalu tertawa malu sambil berjalan mematikan speaker bluetoothnya. Seketika ruangan hening dan senyap.

"Kenapa berhenti? Aku sedang menikmati tarian itu," kata Charlotta waktu Jackson berjalan menghampirinya.

"Sayangnya, kita ke sini untuk berlatih dansa, bukan menari ala Michael Jackson," kata Jackson tersenyum. Napas pemuda itu terengah-engah, tapi kobaran semangat yang terpancar tak padam.

"Memang itu yang disebut tarian Michael Jackson? Kupikir itu tarian jalanan. Kau tahu, street dance?"

Jackson tertawa. Mungkin tak menyangka ia mengetahui tarian jalanan.

"Aku memang melakukan itu. Tapi sebagian penari lebih mudah menyebutkan tarian itu tarian Michael Jackson karena berhentak dan sedikit hip hop. Tapi, tadi bukan hip-hop juga sebetulnya," ujar Jackson menggaruk pelipisnya. Ia membalikkan badan, kembali mengulangi lagu tersebut.

"Ini musik trap namanya. Tariannya sudah jelas beda dengan musik hip-hop. Kau mau coba?" Jackson tersenyum menawarkan sambil mempersilakan arena dansa yang luas itu.

Charlotta tertawa kering, mengibaskan tangannya dengan cepat.

"Tidak. Aku tidak bisa menari sama sekali."

Dari tempatnya, Jackson memandangnya sejenak. Tatapan yang membekukan dua detik, tapi kemudian pemuda itu berdiri di sampingnya sambil bergumam, "kau bukan tidak bisa. Kau hanya malu." Jackson mengedip sambil tersenyum menggoda. Charlotta mendesah keras dalam hati. Ia selalu kesal digoda begitu.

"Ayo coba ikuti gerakan aku."

Saat musik berdenging nyaring, tiba-tiba bass dengan tempo cepat menghentak-hentak. Charlotta terkejut ketika Jackson memulai tariannya.

Charlotta mengikuti gerakan Jackson dari pantulan cermin, sesekali Jackson berteriak memberi tahu kalau mereka sedang melakukan beberapa gerakan ternama yang terkenal.

Gerakan Harlem Shake yang menguasai daerah pundak kebawah berkelok-kelok luwes. Charlotta kaget waktu dia bisa melakukannya, membuat Jackson tertawa puas sambil bertepuk tangan semangat. Kemudian gerakan Popping, Wrapping, Robotic yang waktu musiknya bergetar seperti suara aliran listrik, pundak Jackson bergetar layaknya terjengit listrik. Charlotta tidak bisa melakukannya, tapi ia lucu ketika melihat Jackson begitu luwes. Mereka tertawa-tawa sambil melakukan beberapa gerakan lagi sampai musik selesai.

"Waktu beberapa bulan yang lalu aku menjadi juri di salah satu ajang acara street dance of China di Shanghai. Wah, aku banyak belajar dari kawan-kawan di sana, dan mereka sungguh luar biasa." Jackson mulai bercerita.

"Ah, kau sangat menekuni hal ini sepertinya. Bagaimana bisa kau menjadi penari?" Charlotta menekuk kakinya seraya mengusap butir keringat di pelipisnya.

Jackson tak menjawab langsung, ia malah berdiri membuat kepala Charlotta sedikit menengadah menatap pemuda itu.

"Menurutmu bagaimana? Kisahku sama seperti kisah idol grup lainnya. Ikut casting, lalu terpilih karena tarianku menarik bagi mereka." Jackson terdiam sejenak sebelum melanjutkan, "mungkin beruntung juga," katanya dengan bahu dinaikan. Pemuda itu mulai berjalan ke meja radio, lalu mulai memilah lagu. Charlotta memandangi punggung Jackson yang hening. Dalam hati berpikir, sesukses apapun seseorang itu, pasti dalam hidup mereka akan membutuhkan yang namanya keberuntungan. Seberapa untung hal itu tergantung pada takdir yang dituliskan. Kemudian ia merasa beruntung ketika menyadari dirinya yang duduk di ruang studio satu.

Memiliki kesempatan untuk mencari orangtua, memiliki impian yang masih bisa diusahakan, memiliki teman, bahkan perasaan-perasaan yang selalu mendadak tinggal dan pergi dalam hatinya. Ia bersyukur akan semua itu. Dan mungkin, ia beruntung juga.

"Ayo, kita pemanasan dulu," kata Jackson berjalan ke tengah ruangan, menaikan sebelah alis memberi kode pada Charlotta untuk berdiri di sampingnya.

"Pemanasan untuk menari, apakah sama seperti pemanasan olahraga?"

"Kurang lebih. Tapi yang terpenting dari pelatihan ini bukan segala gerakan yang kau hapal, atau irama musik yang harus terhentak sama sesuai gerakan," jelas Jackson sambil menyeka poni rambutnya setengah basah. Charlotta mengerutkan alis bingung.

"Lalu, apa yang penting?"

Baru saja melontarkan pertanyaan itu, tiba-tiba tangan Charlotta ditarik cepat mendekat ke tubuh Jackson hingga mereka berpelukan. Charlotta tersentak tak sempat menepis gerakan tersebut. Ia melebarkan matanya, menatap Jackson kaget dengan mulut terbuka. Pemuda itu sedikit tertunduk menatapnya dengan senyum tenang yang menggoda.

"Yang penting adalah chemistry." Kemudian Charlotta merasa seluruh tubuhnya membeku ketika sadar sebuah energi yang cukup lekat merasuki bola matanya.

***
Apa di sini aku aja yang suka adegan Jackson? Kalau Jackson muncul dari awal, apakah kalian bakal ngeship mereka? Hiaha pembacaku ayolah kita ngobrol sesekali kalian diam-diam aja nih😣

Oh ya, berhubung sudah menemukan ending yang tepat, kemungkinan cerita ini akan selesai pada bab 75/80. Masih belum pasti tapi paling sekitaran segitu deh. Hehe. Makasih buat yang udah mampir hari ini. Aku nggak banyak minta kok, cukup sumbang votes ke cerita ini udah buat aku makin semangat :)

Semoga part ini terhibur ya!^^

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang