23 : CHARLOTTA SMITH

436 41 0
                                    

"Jadi setiap hari kau akan disambut para gadis seperti tadi?" Charlotta masih mengatur napasnya ketika langkahnya sudah aman sampai di koridor menuju kelas A.

Karry membenarkan tali tasnya, berkata tanpa ekspresi. "Begitulah."

Cih. "Aku tak percaya ada orang yang mengidolakanmu. Konyol sekali." Charlotta geleng-geleng kepalanya.

"Konyol apanya?" kali ini Karry menatapnya.

"Masih merasa pantas di idolakan?"

"Kenapa tidak?"

Charlotta tercengang sambil menahan tawa. Ia mengibaskan rambut pendeknya.

"Tidak ada orang tampan mengaku tampan!"

"Memang. Tapi kau baru saja mengatakannya." Karry tersenyum licik ke arahnya, lalu berjalan mendahului, meninggalkannya yang terkejut tak main.

"Astaga! Aku tidak benar-benar mengatakannya, dasar bodoh!"

Semakin mengesalkan, Karry malah menoleh dengan senyum yang sama tapi kali ini sambil mengedipkan matanya.

Charlotta merinding.
"Ya tuhan, terkutuklah aku. Dia memang sempurna."

***

Istirahat pertama, Charlotta dipanggil Marcus ke ruangannya. Padahal Karry dan kedua temannya sudah menunggunya untuk makan siang bersama di kantin. Tapi karena Marcus bersikeras dan rasanya juga sudah lama tidak diberi wejangan, akhirnya Charlotta berlalu ke ruang guru.

"Kudengar kau pindah dari Waterose?" tanya Marcus dari kursi kerjanya sambil mengetik sesuatu.

Charlotta menjawab sekenanya, "pindah ke rumah teman sementara."

Marcus meliriknya, tapi lewat tatapan itu ia seperti merasa Marcus mengetahui sesuatu.

"Lalu, temanmu itu adalah. . . Karry Wang? Benarkan?" bisik pria itu sembari tersenyum menebak. Charlotta memutarkan bola matanya dengan jengah.

"Jangan beritahu siapa-siapa, Marcus."

"Kau terlambat. Semua orang di sini sudah tahu dari awal kau masuk tadi pagi," ujar Marcus. Charlotta menghela napas.

Pusat dari seluruh siswi di sekolah ini adalah Karry Wang. Putra emas dari keturunan Asia yang paling kaya berdiri dan selalu menjadi sorotan itu akan selalu mudah terlihat apa-apanya. Jadi, sudah dipikirkan oleh Charlotta juga kalau suatu hari nanti kejadian ini akan terjadi.

"Gee," gumamnya sambil menarik poni pendeknya ke belakang.

"Sebenarnya, aku tidak mau peduli juga kalau kalian tiba-tiba pacaran. Yah namanya juga anak muda, sedang labil---"

"Aku tidak pacaran, Marcus!" Charlotta menggebrak meja, kesal dengan godaan Marcus yang membuat kupingnya panas.

"Lalu apa? Kalian sedang melakukan apa, CS?"

"Aku---" Charlotta menahan tenggorokannya untuk berkata lebih lanjut. Tidak. Ia tidak bisa membohongi Marcus.

"Rahasia," akhirnya bergerak mundur, bersandar dikursi.

Marcus ber"hmm" cukup panjang, kembali sibuk dengan komputernya. Tapi ia tiba-tiba bersuara, "sebenarnya aku sedang mencari celah dari mana aku bisa mencari orangtuamu."

Mendengar itu, tubuh Charlotta terlonjak ke depan langsung. "Apa?! Sungguh! Lalu, lalu, bagaimana hasilnya?"

"Hmm. Agak sulit. Maaf untuk mengatakan yang sesungguhnya. Tapi ada delapan ratus ribu kepala keluarga menggunakan nama SMITH. Sulit sekali. Tapi aku butuh bantuanmu," kata Marcus mengetik-ngetik di keyboardnya, mengamati perbesaran pulau Amerika lewat satelit internet.

"Bantuan apa?"

"Aku butuh petunjuk. Ketika kau masih di Chilton, waktu itu kau dirawat siapa, ditemukan di mana, apakah ada peninggalan khusus di tubuhmu... ya.. semacam itu," tutur Marcus yakin. Tapi Charlotta merasa ia tidak memiliki itu semua sejak pergi dan pindah dari Chilton. Waktu itu ia dirawat oleh sebuah yayasan kecil panti asuhan yang menyedihkan. Ia tidak ingin diatur sana-sini hingga memutuskan untuk kabur dengan meninggalkan pesan. Soal peninggalan... ia tidak tahu apakah bisa membuktikan itu semua.

"Kurasa... aku tidak punya satupun peninggalan dari mereka," sahutnya pelan. Setengah merenung, kecewa.

Marcus menoleh pelan, menghentikan jari jemarinya yang berisik.

"Hei, tidak masalah. Kalau kau tidak punya, aku bisa mencari jalan yang lain, CS. Tenang saja."

Charlotta menerbitkan senyum tipisnya, memandang Marcus dalam-dalam.

"Terima kasih, Marcus. Kau baik sekali. Kalau kau butuh sesuatu untuk kulakukan, katakan saja."

"Sebenarnya aku tidak butuh apa-apa selain kau belajar dan berprestasi yang baik," tukas Marcus tak beralih dari komputernya.

"Aku hanya ingin merasa bangga kalau kau adalah salah satu siswa yang bisa kupercaya."

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang