67 : JACKSON

336 43 4
                                    

SEVENTH AVENUE
JACKSON

Sesi jalan-jalan kali ini cukup seru. Setelah selesai dari latihan dansa, Charlotta memaksanya untuk menemani belanja di Seventh Avenue, sebelah bundaran luas di Times Square. Katanya, gadis itu sedang tidak mood untuk berada di rumah lama-lama. Ia ingin bermain di luar seperti dulu kala waktu dia belum masuk ke dalam kehidupan barunya. Jackson sudah diceritakan semuanya tentang keberadaan Charlotta. Bagaimana Karry memulai perjanjian dan bagaimana perkembangan Charlotta sendiri. Juga mengenai orangtua yang dia cari dan beberapa hal misteri yang masih belum terungkap olehnya.

Menyusuri bahu jalan sambil menghirup sejuknya udara musim semi di New York, terkadang membuat Jackson terkena rindu-rindu klasik zaman dulu. Waktu dia masih kecil, ia dan orangtuanya masih sering menghabiskan waktu untuk makan es krim yang di jual di truk makanan, lalu pergi ke taman di samping Seventh Avenue untuk makan dan istirahat di bangkunya. Suasana yang indah untuk di kenang. Namun sekarang, dia harus segera kembali pada realita. Pekerjaannya, adalah kenangan yang harus indah untuk dikenang nantinya.

Langkah kaki Charlotta yang dibalut sepatu snickers putih dengan legging hitam ditutupi mantel panjang bewarna merah muda itu terlihat sangat manis. Rambut pendeknya di kuncir satu hingga terlihat mencuat, sebelah tangannya menenteng tas dompet bewarna hitam dengan minim clutch.

Tanpa sadar, Jackson tersenyum sendiri memandangi gadis yang berada beberapa meter di depannya itu.

"Hey, aku mulai tidak yakin kau memiliki sepatu heels atau platform," teriak Jackson di antara keramaian kota. Ia melihat Charlotta yang berputar menatapnya lalu terdiam di tempat memandangi sepatunya.

"Aku punya banyak sekali asal kau tahu. Justru snikers ini cuma punya tiga jenis. Aku dibelikan Karry sepatu tidak berguna itu."

Jackson tertawa mendengar penjelasan Charlotta. Kemudian mereka mulai berjalan beriringan, melewati beberapa kafe klasik di sepanjang jalan Seventh Avenue.

"Kau bilang heels tidak berguna? Di pesta dansa nanti, kau justru harus memakainya. Begini, bagaimana kalau setiap kita latihan kau bawa satu heelsmu? Supaya terlatih dari sekarang," saran Jackson.

Charlotta melipat keningnya, terlihat tidak setuju, tapi kemudian ia menghela napas. "Ah, baiklah. Eh, omong-omong soal menari, apakah di grup idolmu kau yang paling jago?" Terlihat seringai kecil di bibir gadis itu. Jackson tertawa pelan sambil mengalihkan pandangan ke arah kafe-kafe di sebelahnya.

"Iya. Kurasa.."

Tiba-tiba ketika mata Jackson menyusuri ruang dalam salah satu kafe yang ramai, tanpa sengaja ia menemukan sosok yang sangat ia kenal duduk menyamping. Jackson hampir menghentikan langkah ketika otaknya membeku terpana melihat sosok itu. Tapi kemudian, ia segera menghampiri Charlotta, yang takut melihat sosok itu juga.

Jadi, Karry sudah berani membawa Cindy keluar Crown Garden, ya? Wah, wah.

"... Pasti seru ya berada di kalangan orang terkenal.."

Jackson sedikit tergopoh ketika menyusul ke samping Charlotta.

"Oh, tidak juga. Banyak hal yang tidak kusukai ketika menjadi terkenal." Jackson tersenyum kikuk, berusaha menghilangkan ekspresi terkejutnya tadi.

Charlotta menoleh ke arahnya bingung. "Kenapa? Bukankah jadi banyak orang yang lebih peduli terhadap keberadaanmu?"

"Hmm, tidak juga. Menjadi ikon remaja yang sangat populer ada banyak perjuangan yang harus kuambil. Jangan berpikir aku ini nyaman, sebetulnya, aku masih berusaha untuk menjadi nyaman," jelas Jackson tersenyum.

"Ya.. benar. Aku juga masih mencari kenyamanan di Crown Garden."

"Bukankah kau sudah lumayan nyaman karena aku?" gurau Jackson membuat Charlotta terkekeh pelan.

"Ada beberapa hal yang tidak bisa dijelaskan. Seperti hari ini."

"Apakah itu yang membuatmu jadi merasa tidak nyaman di rumah?" terka Jackson hati-hati. Sementara ia memandang Charlotta di sebelahnya, menunggu jawaban.

Kemudian gadis itu berkata setengah termenung, "hari ini aku melihat Karry dan Cindy bergandengan dengan mesra di koridor," katanya. Tanpa sadar mata Jackson membulat diam-diam. Refleks, kepalanya menoleh lagi ke arah kafe yang tadi dilewatinya.

"Menurutmu, apakah Karry ternyata masih suka dengan Cindy makanya dia tidak pernah menyatakan perasaannya padaku?" Suara Charlotta tidak berfrekuensi rendah atau getir, tapi sebagai seseorang yang pernah mendengar Charlotta menyatakan perasaannya terhadap Karry, Jackson tahu, gadis itu pasti menahan diri untuk berekspresi.

"Char, apakah Karry pernah bilang untuk percaya padanya saja?"

Charlotta tak menjawab langsung, ia mengangkat wajah menatap jalanan di depan. "Ya. Dia pernah mengatakannya."

"Kalau begitu, lakukanlah. Itu perintah."

Dari sebelahnya, gadis itu menoleh cepat. Pandangan matanya meminta penjelasan lebih.

"Bukankah kau tahu kalau Karry itu bukan seseorang yang mudah menyatakan sesuatu terang-terangan? Dan keinginan dia untuk kau mempercayainya, adalah salah satu pernyataan yang ia suarakan."

Jackson tak menemukan jawaban. Gadis itu terus memandangnya sembari mencerna perkataannya. Mungkin Charlotta masih tidak terima dengan jawabannya, tapi hanya itu yang bisa Jackson katakan. Ia tidak ingin membuat rencana pangeran menjadi berantakan hanya karena salah bicaranya.

"Hm, Char, bagaimana kalau kita beli es krim di sana? Itu adalah es krim paling enak yang pernah ku makan." Alih-alih memutar obrolan, sebenarnya Jackson juga masih ingin keluar dari rasa kikuk setelah melihat Karry di kafe tadi. Beralih menawarkan es krim yang dijajakan di mobil makanan.

Kepala Charlotta menoleh ke arah truk es krim yang menepi di bahu jalan. Jackson menanti perubahan ekspresi gadis itu, berharap Charlotta bisa melupakan hal tadi dan fokus untuk menghilangkan hal itu.

"Oh. Benar. Ayo! Aku suka es krim!"

***

Hai diriku update hari ini. Hehe. Moga masih ada yang nunggu ya. Dan yang masih nunggu aku ucapkan terima kasih banyak buat dukungan dan votesnya. Tanpa kalian, cerita ini nggak akan berlangsung sampai chap ini. Terima kasih banyak sekali lagi.

Oh ya, berhubung cerita ini mau selesai, kira-kira apakah ada yang bisa tebak terakhirannya gimana? Ayolah suarakan pendapatmu. Cerita ini kan mainstream, nah, harusnya jago dong(?)

Oh ya, nanti, di akhir bab, aku mau bagi2 e book, tapi kalian harus kasih kesan dan pesan cerita ini dulu. 5 orang terbaik akan aku pilih utk e book gratis dari aku. E booknya apa aja? Hm, tunggu part selanjutnya lagi aja ya^^

See you guys tomorrow!

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang