29 : Extra Part

419 43 2
                                    

"Barusan telepon dari siapa?" tanya Charlotta dengan wajah setengah mengantuk. Ia melihat cowok itu melemparkan ponselnya ke sudut meja kembali fokus ke soal matematikanya.

"Nic, kakakku."

"Nic?" Charlotta memiringkan kepala, merasa asing sekaligus akrab.

Sebelum menjawab, Karry menarik napas tanda merasa ia tidak begitu perlu menjelaskan. "Kakak tiriku. Dia baru diangkat menjadi putra sulung empat tahun yang lalu."

Nic... Nicholas...?

"Hei!" Karry memukul kening Charlotta dengan ujung pensil mekaniknya.

"Aduh! Apa-apaan---" Baru saja Charlotta hendak membalas, tiba-tiba dari pintu kamar, terdengar ketukan pelan.

"Karry?"

Kening Charlotta seketika menekuk dalam.

Itu suara Cindy.

Dasar centil, kenapa memanggil nama Karry sedangkan mengetuk di kamarnya?

Dengan tangkas Charlotta berteriak, "kau salah kamar!"

"Aku tidak tuli! Bolehkah aku masuk?" Cindy bersikeras. Padahal sindiran keras tadi untuknya. Sebelum menjawab, Charlotta melirik Karry yang tetap sibuk menuliskan soal berikutnya untuknya.

"Pilihannya ada padamu," kata Karry tiba-tiba. Seperti bisa membaca pikiran Charlotta yang hendak bertanya apakah dia diperbolehkan masuk ke kamar.

Kali ini cowok itu mengangkat wajahnya dari buku, menatap dirinya tanpa mengedip. "Kita pacaran. Seharusnya kau bisa menggunakan momen ini supaya bisa membuatnya cemburu, bukan?"

Charlotta ternganga. Pernyataan apa barusan? Karry ingin dirinya cemburu terhadap Cindy?

"Sepertinya kau harus menggunakan taktik untuk menggodaku sedikit. Eh, bukan. Memancingku untuk menggodamu," tambah Karry. Suara ketukan pintu masih berlanjut, sementara pipi Charlotta terasa panas. Sial, padahal Karry hanya omong kosong mengatakan kalimat itu, kenapa tiba-tiba ia merasa gugup?

"Charlotta Smith!" teriak Cindy mulai tak sabar.

"Ba-baik! Tunggu sebentar!" sahut Charlotta sebelum benar-benar bangkit.

"Kurasa aku sama sekali tidak membutuhkan itu. Gee, kenapa aku harus melakukannya? Aku punya cara sendiri," kata Charlotta pura-pura tersinggung. Karry yang tersenyum kecil, menggeleng.

"Sejujurnya, aku sangat menikmati permainan ini."

"Simpan saja omong kosongmu, Karry," hardik Charlotta dengan rahang terkatup lalu buru-buru membukakan pintu untuk Cindy.

"Kupikir kau akan datang satu jam lagi," sambar Cindy ketika wajah suntuknya menampar pemandangan Charlotta.

"Eh?" Charlotta menahan pundak gadis yang mendadak bergerak maju itu. Dengan sedikit kibasan, Cindy membersihkan bekas tangan Charlotta yang menyentuh pundaknya.

"Ada keperluan apa mencari pacarku?" Suara Charlotta sengaja dibuat angkuh supaya membuat Cindy cemburu.

"Gee, kalau kau keseringan menggunakan kata itu, lama-lama aku jadi merasa kau hanya memuji dirimu sendiri," cibir Cindy sambil tersenyum mengejek.

Sebelah tangannya terulur, dengan satu kotak buah apel yang sudah dipotong-potong, ia menyerahkan benda itu kepada Charlotta.

"Untuk Karry. Demi kesehatan kulitnya karena terlalu sibuk mengajarimu matematika hingga larut begini, aku khawatir kau bisa membuat kulit Karry rusak." Lama-kelamaan Cindy semakin terang-terangan dengan tindakannya yang ingin merebut Karry.

Tenang dulu, Charlotta, jangan gegabah. Kau harus lebih pintar dibanding gadis itu. Lihat dulu permainannya, lalu cari celah untuk mengalahkannya.

"Oh ya, tambahan. Jangan sampai kau makan satu bagianpun! Komposisi ini sudah pas untuk satu orang. Jangan menghancurkan proporsinya."

"Terserah apa katamu." Setelah menerima kotak buah itu, Charlotta membanting pintu kembali beranjak ke ruang baca sambil menyerahkan kotak apel itu kepada Karry dengan malas.

"Nih, katanya kau harus menjaga kesehatan kulitmu. Dasar bayi!" celetuk Charlotta tanpa menyadari tatapan Karry yang mengamatinya setengah ingin tertawa.

"Untukmu saja."

Charlotta mendelik ketika tangannya hendak menuliskan jawaban. "Heh, terima kasih. Aku tidak sudi."

Karry terkikik pelan.

"Apa yang lucu?" tanya Charlotta geram kepada cowok yang tetap menulis.

"Kau."

Pipi Charlotta mendadak panas.

Dengan gesit, ia memukul bahu Karry dengan buku cetak Matematika.

"Eh, memang aku ini badut? Mana penyelesaian untuk masalah ini?" Charlotta menghiraukan seluruh wajahnya yang mendadak terasa panas itu

"Penyelesaian apa? Justru aku yang memintamu untuk menyelesaikan soal itu."

Charlotta mengeluh. "Aku tidak bisa!"

"Tidak bisa apanya? Kau ini baca soalnya saja belum," bantah Karry masih setengah menahan tawa.

"Ish. Kau ini. Berhenti menertawakanku! Apa yang lucu sih? Aku tidak mengerti. Apa selera humormu itu kelewat rendah?" Charlotta mematutkan bibirnya, menarik kertas soal itu kembali berkutat walau tak paham caranya sampai matipun. Sial. Karry benar-benar menyebalkan. Apakah begini cara orang borjuis melakukan lelucon? Melihat pelakunya menahan malu?

"Karry, aku tidak bisa. Aku tahu aku bodoh. Tapi jangan semakin membuat soalnya menjadi sulit."

Dari depannya, Karry melebarkan mata kantuknya, semakin tenggelam dengan poni rambutnya yang tebal.

"Itu tidak sulit. Lihat saja angkanya, hanya satu dan dua yang kugunakan," kata Karry tenang, menunjuk angka yang dimaksud dengan ujung pensil. Charlotta semakin mengeluh. Sudah mengantuk, mana bisa diajak kompromi otak ini? Apalagi soal matematika laknat ini. Kurang ajar. Seharusnya Karry memberitahu cara mudahnya karena sedari pukul delapan tadi, ia sukar mengingat karena wajah Karry yang terlalu cerah.

Keparat. Wajah cowok itu kan masih sama saja!

"Kau ini," Karry melirik arlojinya, kemudian mendesah.

"Lanjut besok pagi saja di sekolah. Ujian dimulai dua minggu lagi, bukan?"

Mata Charlotta seketika berbinar senang. "Ah! Baguslah! Haaah, akhirnya, selamat tinggal matematika, selamat datang mimpi-mimpiku!" Charlotta sudah hampir melompat ke ranjang di tengah ruangan sebelum kerah baju tidurnya di tahan oleh Karry.

"Aduh! Lepaskan!"

"Besok pagi jangan lupa untuk membawa soalnya. Jangan pura-pura lupa. Lalu, Fiona dan Susan besok siang akan mengantarkanmu ke singgasana besar milik kakekku di jantung Crown Garden. Sesi ini, seharusnya jangan sampai kau lewatkan."

Pancaran mata yang tadi terhibur seketika lenyap, kembali pada Karry yang datar seperti biasa. Charlotta menghela napas.

"Ya. Aku ingat," Charlotta menguap sampai mengeluarkan air mata, "selamat malam."

***

Surprisee! Update dua kali nihh. Hehe maklum, saya lagi semangat gara-gara kemarin abis nemu ilham yang bikin gemes sampe rasanya pengin buru-buru sampe di scene itu. 😆😆

Oiya, di mulmed aku ada masukin trailer iseng ala ala nih. Btw, entah kenapa lagu Xiao Jing Li dari TFboys cocok aja buat ostnya. Jah#

Anyway, happy reading ya! Terima kasih buat yang tetap menunggu. Love y'all^^

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang