12 : KARRY & CHARLOTTA

516 58 7
                                    

CROWN GARDEN
KARRY WANG DAN CHARLOTTA SMITH

"Ini kamarmu," ujar Karry sambil menunjuk sebuah pintu besar bercat putih dengan gagang panel berlapis emas. Di lorong panjang yang bermarmer cokelat mengilap, sinar mentari dari jendela di sepanjang lorong menyorot silau. Siang itu, setelah pulang sekolah dan pamit dari Waterose Inn, CS langsung di bawa oleh satu pengawal yang sudah diutus oleh ibu Karry ke Crown Garden.

Charlotta meletakkan satu koper sedangnya sambil mengamati pintu itu sementara Karry memutar kuncinya. Di sebelahnya berdiri seorang pengawal wanita yang setengah menunduk setelah memberikan kunci tersebut.

Suara pintu mengerit memenuhi lorong. Sebuah kamar tidur luas dengan tampilan yang sama seperti di beberapa ruangan sebelumnya, penuh dengan lapisan emas, ukiran mosaik ala Yunani, langit-langit ruangan yang sangat tinggi, di padu dengan cat putih klasik dengan sebuah kaca jendela besar berlapis tirai penyaring silau surya. Ada satu ranjang dengan empat tiang berukir khas Tiongkok, beratap lukisan-lukisan mawar China dan beberapa pintu entah ke mana. Seorang pengawal yang sedari tadi mengikutinya beranjak masuk dan meletakkan koper besar CS di samping ranjang, tetap setengah menunduk.

"Karry, apa ruangannya tidak ada yang lebih kecil saja?"

Karry melemparkan kunci ke atas meja kopi, kemudian menghempaskan tubuhnya ke sofa di dekat sebuah ruang baca.

"Kau mau tidur di kamar mandi, begitu?"

CS tersentak, menatap tajam kea rah cowok yang memandangnya datar itu. "Kalau aku jawab iya, apa kau membiarkanku melakukannya?"

"Terserah," katanya datar.

Dasar, anak ini. Charlotta mendengkus, lalu mengeluarkan cek yang kemarin diberikan Karry ke padanya.

"Aku belum mengisi ini. Masih bingung. Kau mau menunggu, kan?"

"Tentu. Asal jangan lupa perjanjiannya saja. Semua ini sudah menjadi bagian darimu. Dan kau harus maksimal dalam pekerjaanmu."

"Terima kasih. Tapi pekerjaanku akan dua kali lipat banyaknya berkat pembuktian konyol ibumu," ketus Charlotta sambil menyipitkan mata.

"Bicara soal pembuktian itu," Karry bangkit dari sofa dan berjalan ke arah pengawal wanita yang berdiri di pojok ruangan sambil mengeluarkan sesuatu dari sakunya, "ibuku membuatkan jadwal khusus untukmu," kata Karry membuka gulungan kertas panjang ke arahnya.

Charlotta mengernyit sambil meringis. "Jadwal apa lagi itu?"

"Tiga hal utama yang harus kau pelajari dalam tradisi adalah, sejarah keluarga, untuk keperluan internal. Lalu seni lukis dan tari, untuk keperluan eksternal dalam menyangkut bakat keluarga. Dan yang terakhir pendidikan."

"Apa?" tanya Charlotta tak percaya mendengar begitu banyak keperluan yang harus dilakukannya dalam jadwal sehari itu.

"Bagaimana dengan pekerjaanku? Aku harus bekerja setelah pulang sekolah dan pulang pukul delapan. Aku tidak bisa mengerjakan jadwal dari jam lima sor---"

"Kau tidak diperkenankan bekerja lagi, CS. Kau lupa? Kau sudah menyerahkan diri kepadaku."

Alis Charlotta mengerut dalam. Dia tidak tahu soal ini. Dan dia juga tidak merencanakan akan keluar dari pekerjaannya. Dude, ia sudah bekerja hampir lima tahun, dan sekarang harus keluar demi pekerjaan . . . penipuan ini?

"Tapi aku---"

Karry menatapnya diam. "Ada banyak keputusan yang harus kau ubah seiring perjalanan ke sini, CS."

Ia memandang cowok itu putus asa, lalu menghela napas.

Sekarang, ia harus memikirkan lagi kata-kata perpisahan apa yang harus dia katakan untuk surat pengunduran diri nanti. Bagus sekali. Setelah bibi Tania, sekarang ia akan kehilangan Jess. Demi cek itu, dan demi orangtuanya, apakah masih ada pengorbanan lainnya?

"Besok, kau masih bebas. Untuk menyesuaikan diri juga, ibuku sudah membawa dua pengawal khusus untuk membantumu mengenal rumah kami. Dan tugasmu, hanya mendengarkan saja dan turuti. Mudah, bukan?" sepanjang ucapan, mata Karry yang terbuka setengah dan tatapan datar itu entah kenapa terasa seperti mengejek hidupnya selama ini.

Ya, Charlotta tahu, tinggal di pinggir jalan dan sekarang masuk ke dunia penuh gemerlap strata orang-orang kaya dengan gaun mewah dan sepatu kacanya pasti membutuhkan waktu yang banyak untuk penyesuaian. Melihat dirinya di cermin sekarang saja, kaus butut kekecilan dengan leher V dan celana panjang sobek di lutut dan kets putih sedikit kotor, tampilannya saja lebih bagus pengawal berseragam itu. Charlotta mendesah dalam hati. Ia harus pelan-pelan membiarkan dirinya untuk berubah.

"Apa ada yang ingin kau tanyakan lagi? Makan malam pukul enam sore. Dua jam lagi, pengawalmu akan datang, dan . . . "

Charlotta mengangkat wajah, memandang Karry yang menunduk sambil mengeluarkan sandal kamar dari lemari di pinggir pintu dengan tenang lalu berjalan mendekat ke arahnya. Kemudian menunduk di depannya sambil meletakkan sandal itu di sebelah kaki CS yang terbungkus sepatu kumal itu.

"Kalau masuk kamar, gunakan ini."

Ia mengamati sandal berbulu itu lalu menengadah melihat Karry yang lebih tinggi darinya. Tanpa sadar, ia seperti merasa ada sesuatu yang aneh merambat di pipinya hingga panas.

"Apa? Pipimu merah?" sahut Karry memandangnya bingung.

Charlotta sontak menangkup kedua pipinya sendiri, lalu beralih bingung melempar pandangan ke arah yang lain.

"Merah apa sih, kau ini?"

"Jelas sekali kau tersipu. Ah, baiklah. Sebaiknya kau tidak menyukai itu," ujar Karry beranjak keluar.

"Bicara apa, sih kau ini. Siapa bilang aku tersipu! Mungkin aku hanya tiba-tiba merasa dingin," alih Charlotta mengendalikan diri memandang tubuh Karry yang sudah di ambang pintu, berdiri dengan setengah menoleh ke arahnya, berikut dengan senyum setengah yang baru kali ini terlihat jelas di bibirnya.

"Terserah. Sampai jumpa makan malam nanti."

Pengawal wanita itu mengikuti Karry yang menghilang dari ambang pintu, menunduk sekali lalu menutup pintu pelan-pelan meninggalkan hening dan sunyi seketika.

Tanpa sadar, Charlotta masih menangkup pipinya yang panas.

"Apa-apan, sih!" ujarnya marah kemudian menampar pipinya sendiri.

"Ouch!" ia mengusap pipinya lalu merintih, "nah, pipiku panas karena kutampar, bukan karena hal aneh tadi." Kemudian ia mencopot sepatunya, lalu memakai sandal yang tadi Karry letakkan di depannya itu.

***
SCROLL DOWN↓

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang