40 : CHARLOTTA SMITH

397 42 6
                                    

Ternyata Nona Fang sedang dalam kondisi tidak sehat. Setelah mendapat kabar demikian dari Susan, ia pun memutuskan untuk melanjutkan tur kelilingnya dengan dua pengawal ke tempat singgasana kakek Wang dulu di jantung Crown Garden.

Ruangan berbentuk salib itu sangat luas. Tepat di ujung, puncak ruangan terdapat undakan yang lebih tinggi berlapis karpet merah. Ada satu meja panjang tempat kanvas untuk menulis kaligrafi dan beberapa kuas panjang berserakan di atasnya. Seakan-akan Kakek Wang masih di sana menyelesaikan lukisannya. Di kelilingi pegunungan buku di beberapa bagian, membuat ruangan yang seharusnya mendapat banyak sinar matahari ini sedikit temaram, menghalang sinarnya. Walau begitu, ruangan itu sangat hangat dan nyaman.

Setelah hampir satu jam mempelajari kesukaan, dan tradisi kuno keluarga zaman dulu, kelas selesai dan Susan mengijinkan Charlotta kembali menikmati acara minum tehnya di belakang atau di teras depan kamar sambil menanti jingga yang berpendar di langit sore.

"Tidak perlu. Sepertinya aku ingin mengecek keadaan Karry dulu. Terima kasih."

Charlotta berpisah dengan Susan dan Fiona di mezainen sayap kanan bangunan. Ia menyusuri lorong Halfearth yang menyambung langsung dengan gedung utama. Melewati jembatan pendek dikelilingi kaca menampilkan pemandangan kota, sebenarnya membuatnya sedikit terhenti sejenak dengan kata-kata Nic tadi.

Karena Karry tidak pernah mengatakan omong kosong. Dia selalu tulus.

Benarkah begitu? Kalau permainannya begini, bagaimana bisa Charlotta mengambil keputusan sesuai dengan pendapat Nic itu? Bagaimana kalau sebenarnya Nic hanya ingin membuatnya percaya pada Karry dalam artian hubungan yang sebenarnya. Karena takut Karry bisa berpaling dari Charlotta, karena dibanding Cindy, Nic sangat tidak menyetujui hubungan keduanya?

Ia menggaruk pelipisnya. Kalau semakin dipikirkan, semakin sulit. Semakin banyak orang yang mengetahui kalau ia adalah kekasih Karry, semakin banyak pula rintangan yang dihadapi. Dari yang ingin memutuskan hubungan, sampai menyetujui. Bahkan kalau dipikir, Charlotta harus segera memikirkan bagaimana cara membuat Cindy berhenti menyukai Karry.

Bagaimana ya cara teknisnya? Hm, masalah perasaan, apakah bisa di ambil dari sisi teknis untuk menjadikan sesuatunya menjadi nyata?

Tiba-tiba ketika ia belum sampai di depan pintu kamar Karry, pemuda itu menyentak keluar. Charlotta langsung berderap ke arah cowok yang menghentikan langkahnya ketika namanya dipanggil. Menoleh tanpa ekspresi. Rambut dan piyamanya awut-awutan. Walau begitu, ia sudah tidak begitu pucat. Wajahnya sudah agak segar.

"Kau sudah sembuh?" tanya Charlotta menghela napas ketika mereka berdiri berhadapan.

Karry memandang tak peduli. "Bukankah sudah kukatakan aku akan sembuh dengan sendirinya? Kau saja yang terlalu khawatir."

Tangan Charlotta terulur, menyentuh dahi cowok yang lebih tinggi darinya itu.

"Hmm, benar. Setidaknya sudah tidak demam," gumam Charlotta.

Tanpa mengatakan apa-apa lagi, cowok itu kembali berputar haluan beranjak pergi.

"Hei, kau mau ke mana?" Suara Charlotta menggema di koridor yang sepi. Karry tidak menjawab langsung. Dengan suara pelan, ketika hendak menuruni tangga ia berujar, "mengurus beberapa hal. Jangan banyak tanya."

Mendengar begitu, Charlotta mematutkan bibirnya, membiarkan tubuh cowok itu lambat-laun hilang dari puncak tangga. Namun, sesuatu dari dalam hati Charlotta seperti mengembang, menghamparkan sejuta perasaan lega yang membentang. Ia seperti bahagia kalau perhatiannya tidak terbuang percuma.

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang