72 : CHARLOTTA SMITH

378 43 6
                                    

MANHATTAN BRIDGE HIGH SCHOOL
CHARLOTTA

Angin pagi yang mendesir dingin menyapu wajahnya. Memandang cahaya matahari dari balik pohon-pohon dan para gedung menara yang menjulang di kanvas cakrawala entah kenapa membuat hatinya terasa ringan. Ia senang mengamati langit yang senantiasa menemaninya. Ia selalu tidak pernah merasa sendiri entah kenapa jika memandang langit. Seperti ada bayangan seseorang yang entah bagaimana, berbisik lewat suara angin, berkata untuk terus semangat. Seperti hari ini.

Koridor sekolah masih sepi. Akhir-akhir ini Charlotta sengaja memaksa Susan untuk membiarkannya naik sepeda sendiri tidak bersama Karry. Sesungguhnya ia sangat terenyuh kenapa Karry tidak merespons apapun untuk keputusan ini. Rasanya, semakin dekat waktu perpisahannya, semakin banyak rentang yang terbagi di antara mereka. Padahal, ketika rentang itu terbuka, ia sadar, kalau semakin jauh, ia semakin merasa tidak ingin kehilangan.

"Kenapa akhir-akhir ini kau seperti menghindariku?"

Suara desiran angin yang tadi bernyanyi lembut seketika dirusak oleh penghalang. Charlotta sedikit tersentak menoleh ke arah sumber suara. Matanya membulat, tapi cepat-cepat ia tutupi dengan wajah datarnya.

"Siapa yang menghindarimu?" alihnya berusaha terkesan biasa saja.

Di sampingnya, Karry berdiri sambil menyorot penuh keyakinan. "Jelas sekali ada sesuatu yang terjadi denganmu?"

Charlotta menautkan alis menatap cakrawala. Hatinya panas seketika. Ia ingin sekali meneriaki telinga Karry untuk sekali saja mengerti. Kenapa Karry selalu hanya menduga? Tidak bisakah ia benar-benar mengerti situasinya?

Akhirnya, ia hanya memberi hening, berusaha melupakan keberadaan Karry di sampingnya. Namun rencana itu gagal ketika lengannya ditarik keras oleh Karry hingga mereka saling bertatapan empat mata. Karry mengunci pandangan Charlotta. Membuatnya bungkam di antara iris cokelat madu yang sangat memesona ketika di jatuhi sinar matahari. Kehangatan itu pelan-pelan merasuki batin Charlotta, mematahkan segala kerinduan untuk membiarkan diri menyerah.

"Bicaralah," perintahnya tegas. Tatapan penuh tanya itu berhasil menyelip di antara sudut hati Charlotta, tapi ia tidak ingin Karry tahu rasa hatinya. Ia tidak ingin Karry melihat luka itu. Ia tidak mau Karry tahu kalau menyukainya hanya membuat luka.

"Berhenti bertanya. Aku tidak akan memberitahunya." Charlotta menepis cekalan pemuda itu dan kembali menghadap luar sekolah.

"Kau ini kenapa sebenarnya?" Suara pelan Karry berubah mendesak. Charlotta menghela napas keras-keras, lalu menoleh ke arahnya dengan tatapan tegas.

"Apa kau masih harus bertanya?"

"Kau cemburu aku kembali dekat dengan Cindy?"

Tenggorokan Charlotta tercekat. Napasnya terhenti beberapa detik, tapi kemudian ia merasa sesak.

"Menurutmu?"

Mata runcing Karry membeliak perlahan. Charlotta tidak tahu apa arti ekspresi itu, tapi semakin lama menatap matanya, tanpa sadar kesesakkan dalam dadanya itu menimbulkan hidungnya beringsut dalam dan memaksa untuk menahan matanya untuk tidak berkaca-kaca.

"Jangan memaksaku untuk terus mengatakannya. Aku tidak mau kau dengar jika itu hanya sia-sia." Charlotta membuang wajah, sekuat tenaga menyembunyikan gemetar bibirnya ketika mengatakan itu.

Karry, kau hanya luka untukku. Tapi kenapa semakin terluka aku semakin mengerti hatiku sendiri?

Charlotta tidak mendengar apa-apa di beberapa detik setelahnya. Namun yang ia tahu, mata membeliak Karry masih di sana. Ia tidak peduli dengan pandangan itu, karena sekarang ia sudah harus mencari cara untuk membuat matanya berhenti menampung air mata.

"Hanya satu," kata Charlotta membiarkan suara seraknya terdengar.

"Aku hanya ingin kau jujur padaku satu hal," ulangnya lagi tanpa menoleh, tetap memandang matahari seakan ia hanya ingin matahari yang tahu air mata itu bukan untuk Karry. Tetapi untuk kebodohan perasaannya. Untuk semua kebodohan yang berujung pada akhir cerita.

Karry bersuara rendah di sampingnya. "CS.."

"Bisakah kau katakan kenapa kau memilih aku untuk jadi orang yang masuk ke dalam sandiwara permainan ini?"

Dengan perlahan, Charlotta menoleh ke arah Karry yang termenung menatapnya. Satu air mata lolos dari pelupuknya, membuat Charlotta terpaksa membentangkan senyum getirnya. Ia menarik napas dalam-dalam, kembali menambahkan dengan suara sangat pelan.

"Karena sekarang aku mulai merasa menyesal untuk menerimanya."

***

The Prince's Girlfriend (Re-Work)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang