16 - Keanehan

1.1K 106 3
                                    

Irene mengeluarkan tongkat sihirnya perlahan kemudian melemparkan mantra ke arah Lucianna. Lucianna tidak tahu apa yang dilakukan oleh Irene. Sehingga hanya menatapnya dengan pandangan heran. Sementara Xavier hanya tersenyum senang melihat kejadian itu.

"Apa yang terjadi?" Tanya Lucianna heran. Mantra itu seperti tidak berefek apa-apa baginya. Irene tersenyum malu-malu sambil menganggukkan kepalanya kepada Xavier.

"Itu mantra khusus... hanya Irene yang mengetahuinya. Kau akan tahu beberapa saat lagi." Ujar Xavier dengan senyum misterius.

Lucianna yang tetap masih tidak mengerti semakin mengerinyitkan dahinya atas tingkah aneh Irene kepadanya tadi. Tapi tiba-tiba, dia mendengar suara lembut di dalam kepalanya.

"Lucianna, kau mendengar suaraku sekarang?" Ujar suara itu. Lucianna terbelalak. Namun melihat dua orang di hadapannya ini tersenyum lebar, akhirnya dia mengerti. Bahwa mantra spesial dan khusus yang hanya diketahui oleh Irene adalah mantra untuk dapat bertelepati dengan orang yang diberi mantra itu.

"Tapi... bagaimana caranya?" Tanya Lucianna masih terheran-heran. Irene menggelengkan kepalanya, menandakan bahwa dia tidak mau membicarakan hal ini lebih lanjut. Xavier mengerti dan menjelaskannya kepada Lucianna.

"Anak ini... kadang dia tidak mau menggunakan telepatinya. Dia lebih senang menggunakan bahasa isyarat. Kadang-kadang dia memang menggunakan telepati. Tapi bisa dibilang sangat jarang." Ujar Xavier sambil mengacak rambut Irene.

"Vier, hentikan!" Ujar Irene dengan telepatinya. Membuat Xavier tertawa lepas melihat tingkah dan ekspresi wajahnya. Luciannapun ikut tertawa karena mereka berdua.

Tak terasa, bel masuk berbunyi. Lucianna terpaksa harus undur diri dan kembali ke tempat duduknya. Ya, sang pangeran palsu sudah menduduki singgasananya sejak tadi. Dan dia tertidur entah benar-benar atau hanya berpura-pura.

Lucianna mendengus kesal begitu melihat wajahnya. Kemudian menarik kursinya dengan kasar dan duduk. Kemudian sibuk dengan buku-bukunya.

"Jadi? Bagaimana teman barumu? Si Gadis Bisu dengan Pemuda Pendek itu?" Ujar sebuah suara yang diyakini Lucianna adalah suara Rucarion Greene.

Lucianna mengambil tongkat sihirnya, siap mengguyur pemuda itu untuk yang kesekian kalinya. "Kau ini... memang suka memberi julukan tak mengenakkan kepada orang lain ya?!" Ujarnya dengan marah.

"Kenapa kau yang marah?" Tanya Rucarion dengan santai. Pandangan matanya terkesan seperti merendahkan Lucianna.

Lucianna tidak tahan lagi, dia melepaskan sihirnya. Menyerang pemuda itu dengan air untuk yang kesekian kalinya dalam dua hari ini. "Karena mereka TEMANKU!" Teriaknya marah sambil menambah kekuatan sihirnya.

"Cesshh..."

Tepat sebelum semua air itu mengenai dirinya, Rucarion mengeluarkan elemen api miliknya. Menguapkan semua air yang dikeluarkan oleh Lucianna. Lucianna terbelalak. Tidak percaya kalau hal seperti ini bisa terjadi.

"Air dan api... adalah dua elemen yang saling meniadakan, Nona White. Kekuatanku sudah kembali, kau tidak bisa macam-macam lagi." Ujar Rucarion sambil menyeringai melihat wajah terkejut, ketakutan dan panik milik Lucianna.

Lucianna menghentikan sihirnya. Kemudian menatap tajam ke arah Rucarion. Beberapa siswa mulai terlihat berbisik-bisik dengan teman mereka. Hal itu cukup mengganggu Lucianna. Dia tidak ingin dicap lebih buruk dari ini. Akhirnya dia memutuskan untuk membaca bukunya.

"Pluk"

Sebuah bola kertas mendarat dengan mulus di atas buku Lucianna, tepat di baris bacaan yang sedang fokus dibacanya. Karena kesal, terpaksa Lucianna membuka bola kertas itu, dan membaca tulisan di dalamnya. Tidak perlu ditanyakan, dia sudah mengetahui siapa pengirimnya. Pasti pemuda bersurai merah-putih di sebelahnya.

"Berhati-hatilah. Sihirmu tadi itu cukup untuk membahayakan nyawamu. Kau kira aku mau menjadi tersangka atas kematianmu?!

Rucarion Greene."

Lucianna menatap kertas itu heran, kemudian memalingkan muka menatap pemuda itu. Dia sedang berbaring di atas mejanya. Aneh, kenapa harus menggunakan hal seperti ini kalau dia bisa mengatakannya secara langsung?

Rucarion mengangkat kepalanya, menatap Lucianna dengan tatapan yang tidak bisa dideskripsikan olehnya. "Ada apa?" Tanya Rucarion dingin. Dibalas oleh lemparan kertas dari Lucianna.

"Berhenti melemparkan sampah seperti ini di mejaku! Kalau kau mau bicara denganku, bicaralah secara langsung!" Ujar Lucianna tajam.

Rucarion menatap Lucianna datar, kemudian menatap bola kertas yang dilemparkannya tadi. Rucarion menatapnya lagi dengan wajah datar, tidak berekspresi. "Aku mau melakukannya. Kau tidak berhak mengaturku, memangnya kau ini ibuku?" Berbicara 2 kalimat, rekor baru untuk Rucarion.

Lucianna menggigit bibirnya karena kesal, kemudian menggertakkan giginya. Dan melakukan hal-hal lain yang bisa dia lakukan untuk melampiaskan kekesalannya. Sungguh, dia berharap pemuda di hadapannya ini bisa lenyap sekarang juga.

"Mereka berdua saling menyukai. Jadi percuma saja." Ujar Rucarion tiba-tiba dengan wajah datar. Lucianna terdiam sejenak, kemudian menatap Rucarion dengan wajah heran.

"Siapa? Apanya yang percuma?" Tanya Lucianna dengan wajah polos. Rucarion menatapnya tajam, kemudian membuang muka. "Lupakan saja. Yang jelas aku sudah memberitahumu."

Lucianna berpikir sejenak. Sampai akhirnya dia menemukan jawabannya. "Maksudmu Irene dan Xavier? Mereka saling menyukai?" Tanya Lucianna antusias. Tapi Rucarion hanya menjawabnya dengan tatapan datar dan anggukan kecil. Sangat kecil, sampai Lucianna nyaris tidak menyadari bahwa dia mengangguk.

Lucianna membelalakkan matanya, kemudian tersenyum lebar menatap kedua orang itu. Walau hanya dari jauh, tapi bagus karena mereka berdua tidak akan menyadari tatapannya.

"Mereka tidak tahu perasaan satu sama lain?" Lucianna bertanya dengan suara lirih pada Rucarion. Yang hanya dibalas dengan sebuah anggukan kecil dari pemuda itu.

"Begitukah? Tapi mereka beruntung sekali..." ujar Lucianna dengan nada manja. Rucarion menatapnya heran. Tanpa bicara, dia kelihatannya bisa berkomunikasi hanya dengan tatapan. Karena Lucianna mengerti maksudnya.

"Mereka beruntung... Xavier dan Irene sama-sama menyukai satu sama lain dari kekurangan mereka bukan? Dan lagi, mereka memang terlihat cocok dan saling menyayangi dengan sangat tulus." Jelas Lucianna panjang lebar.

Rucarion tidak lagi membalas perkataannya. Kembali berbaring di atas mejanya. "Hanya karena mereka temanmu, kau tidak terima waktu kupanggil mereka dengan julukan itu?" Tanya Rucarion datar.

"Tentu saja! Memangnya kau tidak marah jika Mark, Rose, atau Justin diperlakukan seperti itu?" Tanya Lucianna dengan tajam.

"Aku tidak keberatan." Ujarnya santai tanpa beban. Lucianna yakin, jika mereka bertiga ada di sini... Rucarion akan kembali berlumuran lumpur seperti kemarin.

Sebelum menanyakan apa alasannya berkata seperti itu, Rucarion sudah menjawabnya. "Karena mereka tidak akan marah jika mereka menganggap itu sebagai pujian dan semangat bagi mereka." Ujarnya tanpa menatap Lucianna. Tapi cukup untuk membuat gadis itu terdiam.

Rucarion Greene, pangeran palsu dengan sikap arogan, keras kepala, egois, dingin, datar, dan tidak berperasaan. Tapi mampu membuat Lucianna terjebak dalam pelajaran, misteri dan keajaiban kehidupan luar.

Apa alasannya melakukan itu?

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang