19 - Bakat Khusus

1.1K 101 0
                                    

"Apa ini? Apa yang terjadi?"
"Ayah, ibu... jangan pergi..."
"Siapa dia? Makhluk apa itu?"
"Ayah, ibu... jangan tinggalkan aku!"

※※※

"AAAAHH!!!" Lucianna menjerit ketika tersadar. Mendapati dirinya sedang berada di ruangan dan di atas tempat tidur dengan selimut yang hangat.

"Aku... dimana?" Tanya Lucianna lirih. Dia melihat ke sekelilingnya yang dikelilingi warna putih. Tidak ada apapun, hanya putih polos.

"Kau di ruang kesehatan." Sebuah suara berujar. Itu Irene, dia menyibakkan tirai putih yang mengelilingi tempat tidur Lucianna. Dengan sebuah senyuman, Irene menyodorkan minuman di tangannya.

"Irene! Syukurlah kau selamat..." ujar Lucianna tersenyum lega. Irene menatapnya heran. "Akulah yang seharusnya mengatakan hal itu padamu!"

"Lupakan itu, bagaimana dengan Xavier? Dia baik-baik saja?" Ujar Lucianna khawatir. Dia tidak melihat Xavier dari tadi.

"Dia baik-baik saja." Ujar sebuah suara, disusul dengan munculnya seorang pemuda bersurai merah-putih di belakang Irene. "Dia sedang tidur sekarang."

Lucianna tersenyum lega mendengar kabar baik itu. Dengan tatapan senang dia menatap Irene yang berada di sampingnya. Irene membalas senyumannya. Terdapat rasa terima kasih yang besar di dalamnya.

"Terima kasih, Lucianna. Telah menyelamatkan aku dan Xavier." Ujar Irene berlinangan air mata bahagia. Lucianna mengangguk dan menenangkan gadis itu.

"Hei, mantra apa itu?" Tanya Rucarion merusak suasana. Lucianna mematung, terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Rucarion.

"Mantra... apa?" Tanya Lucianna gugup. Rucarion menghela napas berat. "Pedang es, dan mantra pemulihan? Kau ingat? Mantra apa itu? Darimana kau bisa mengetahuinya?" Tanya Rucarion berbondong-bondong.

Lucianna kebingungan menjawab pertanyaan Rucarion. Karena jujur saja, dia sendiri tidak mengetahui mantra apa itu. Hal itu muncul begitu saja secara tiba-tiba di dalam kepalanya.

"Hei, jawab aku!" Ujar Rucarion kehabisan kesabarannya. Lucianna tertunduk. "Aku tidak tahu, puas?!" Bentaknya kasar kepada Rucarion.

"Mana mungkin kau tidak tahu?!" Balas Rucarion tidak kalah kasarnya. "Kau melakukan itu dengan tatapan percaya diri. Dan seolah-olah sudah mengetahui seluk-beluknya!"

"Aku tidak tahu!" Teriak Lucianna frustrasi dengan tatapan tajam ke arah pemuda itu. Rucarion mengacak rambutnya frustrasi.

"Itu bakat khusus." Ujar Irene tiba-tiba dengan telepatinya. "Hanya ada 1 dari 500 Recht yang bisa mendapat bakat khusus." Ujarnya lagi.

"Irene, aku ingin bicara berdua dengannya. Pergilah." Ujar Rucarion tegas. Irene mengangguk dan kemudian pergi meninggalkan mereka berdua.

"Jadi, bagaimana kau bisa melakukannya?" Tanya Rucarion sekali lagi dengan tatapan tegas. Lucianna tetap menatapnya tajam, "Aku katakan sekali lagi, Tuan Greene. Aku, tidak, tahu." Ujar Lucianna dengan penekanan.

Rucarion menghela napasnya, kemudian duduk di samping tempat tidur Lucianna. "Lalu bagaimana caranya?!" Ujarnya frustrasi, semakin kehabisan kesabaran. Sementara Lucianna hanya mengangkat bahunya.

"Jika itu memang bakat khusus seperti yang Irene katakan, bakat apa yang kau miliki?" Tanya Rucarion mulai melembut. Lucianna menatap tangannya dengan tatapan kosong. Kemudian menggeleng perlahan.

Rucarion menghela napasnya lagi. Kemudian mengeluarkan sebuah buku. Tidak terlalu besar, malah terbilang cukup mungil. Mudah untuk dibawa kemana-mana. Lucianna menatap heran buku kecil itu.

"Kau bisa membaca aksara Zena?" Tanya Rucarion. Lucianna mengangguk kecil. Dan Rucarion langsung memberikan buku itu padanya. "Baca ini!" Perintahnya.

"Recht kre scerts"
"Rahasia Suku Recht"

Lucianna terkejut melihat judul buku itu. Buku itu kurang lebih sama tuanya dengan buku miliknya. Hanya saja, ini seperti ringkasan bab yang dimiliki dalam bukunya, "Misteri Planet Zenara"

Lucianna membuka halaman demi halaman, sampai matanya terpaku pada satu bab.

"Bab 5, Bakat khusus"

"Suku Recht memang dianugerahi bakat khusus untuk tiap elemen inti yang mereka kuasai. Elemen inti diantaranya adalah Air, Api, Tanah, Angin, Petir, dan Tumbuhan. Namun untuk beberapa kondisi tertentu, mereka tidak hanya dianugerahi bakat berupa elemen inti. Tetapi juga skill tambahan."

"Skill tambahan?" Tanya Lucianna. Namun Rucarion tidak merespon, dia hanya menatap Lucianna seolah menunggu sampai dia membaca apa yang harus dia baca. Kemudian Lucianna melanjutkan membacanya.

"Skill tambahan itu diantaranya berupa kemampuan fisik diatas rata-rata, kemampuan menciptakan mantra, kemampuan melakukan hal-hal tertentu dengan sihir, dan sebagainya. Namun hanya 1 dari 500 Recht yang beruntung yang dapat dianugerahi kemampuan ini."

"Apakah bakatku termasuk kemampuan menciptakan mantra?" Tanya Lucianna ragu. Rucarion mengangkat bahunya. "Mungkin, aku sendiri tidak yakin." Ujarnya acuh tak acuh.

Lucianna menatap tangannya lagi. Kejadian tadi kembali berputar di kepalanya. Pedang es dan mantra penyembuh itu sama sekali tidak pernah dilihat oleh Recht manapun.

"Aku harus bagaimana?! Aku bahkan tidak tahu bakatku. Dan orang tadi mengatakan bahwa dia menginginkan kekuatanku!" Ujarnya berteriak dengan tatapan berkaca-kaca. Dia takut, sangat takut.

"Hei, jangan menangis." Ujar Rucarion menenangkan gadis itu. "Semuanya akan baik-baik saja, jangan khawatir." Ujarnya lembut. Dan entah bagaimana caranya, Lucianna merasa lebih tenang dan membalasnya dengan anggukan kepala.

"Kalau mereka menginginkan kekuatanmu, kemungkinan besar kau adalah 'Spell Caster' sang Pencipta Mantra. Salah satu bakat yang selalu dicari oleh orang-orang jahat." Ujar Rucarion sambil mengulurkan tangannya, mengembalikan tongkat sihir Lucianna.

"Ditambah lagi kau aneh. Karena kau bisa mengendalikan elemen dengan tangan kosong. Kau harus lebih berhati-hati lagi mulai sekarang." Ujar Rucarion sambil beranjak dari tempat duduknya dan segera berlalu.

"Ohya, ngomong-ngomong... terima kasih sudah menyelamatkan kami." Ujar pemuda itu tanpa membalikkan badannya untuk menatap Lucianna. Kemudian segera pergi dari sana.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang