1.2 - Awal Baru

416 52 5
                                    

"Niss White,"

Seorang gadis berdiri dari tempat duduknya dan berjalan ke depan kelas dengan langkah ringan. Kemudian berdiri menghadap pria yang memanggilnya.

Pria Recht yang berstatus sebagai guru itupun menyeringai melihat gadis yang dipanggilnya. Dengan angkuh pria dengan name tag bertuliskan 'Alex Dumbledore' itu menyodorkan secarik kertas ke arah muridnya.

"Kerja bagus, tidak banyak yang bisa menulis esai seperti dirimu," ujarnya menyeringai, seraya menyindir murid-muridnya yang lain.

"Ketahuilah!" raung Mr. Lex menggelegar. "Dalam menulis, esensi tiap huruf dan tiap tanda baca itu penting!" lanjutnya. "Gunakan ejaan yang baku, jangan membuat kata-kata baru! Gunakan tanda baca sebagaimana mestinya, agar orang lain mengerti apa maksudmu!" lanjutnya dengan nada tinggi.

Suasana kelas mendadak hening. Sementara gadis yang tadi dipanggilnya ke depan sudah buru-buru kembali ke tempat duduknya.

Kriinggg...

"Bagi yang mendapat nilai merah, ulangi pekerjaan kalian dua kali lipat," ujar Mr. Lex sambil meninggalkan kelas itu.

Selang beberapa menit, seorang siswa berteriak, "Ulangi pekerjaan dua kali lipat? Memangnya dia siapa?!" bentaknya kasar.

Tidak beberapa lama kemudian seorang siswi menyahut, "Aku tidak suka kelas sastra dengan monster itu..." keluhnya sambil meratapi nilainya yang merah.

"Hei, Lucianna White! Kau pakai mantra untuk mengelabui monster itu ya? Aku juga mau dong!" balas salah seorang siswa sambil berjalan santai ke arah gadis yang tadi dipanggil oleh Mr. Lex.

Anak itu melihat nilai biru yang terpatri di atas kertas sang gadis. Secepat kilat meraihnya dan membacanya dari dekat.

"Hebat... hebat sekali..." gumam anak itu seraya matanya mulai mengenali angka sembilan di bawah huruf A.

"Hei, kau baru tiga bulan berada di sini, tapi bisa mendapat nilai tertinggi di kelas monster itu?!" tanya anak itu dengan tatapan tidak percaya.

Lucianna, nama gadis itu, dengan cepat mengambil kembali kertas laporannya. Sedikit membungkuk sebelum akhirnya pergi meninggalkan kelasnya.

Anak yang ditinggalkan olehnya mendecih kesal. Kemudian melihat secarik kertas lain di sebelah meja gadis itu.

"Sial, bedebah ini juga dapat nilai biru..."

※※※

"Lucy!! Sini-sini!" pekik ceria seorang gadis sambil terus melambai-lambaikan tangannya.

"Rose, dia sudah melihatmu. Makanlah," ujar seorang pemuda bersurai hitam-biru. Tapi sebelumnya, dia sudah menyempatkan diri tersenyum ke arah gadis yang berjalan ke arah mejanya itu.

"Kak Mark, Rose, mana Justin dan Rucarion?" tanya Lucianna sesampainya di sana.

"Hm? Mereka ke konter sebelah sana," ujar pemuda tadi sambil menunjuk ke arah konter di ujung ruangan. "Ah, itu mereka, Justin!" ujarnya sambil memanggil seorang bocah dengan rambut coklat bergradasi. Sementara yang dipanggil hanya terus berjalan ke arahnya.

"Kakak curang!" ujar Justin sambil menumpahkan roti-roti dalam bungkusan plastik yang memenuhi tangannya. Wajahnya yang bulat ditambah pipinya yang masih tergolong tembam itu merenggut kesal. Spontan mengundang gelak tawa dari ketiga Recht di mejanya.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang