"Hei apa yang terjadi?!" Teriak seseorang dari lapangan. "Apa yang terjadi di atas?! Beritahu aku! Jangan diam saja!!" Ujarnya sambil mencengeram kerah baju petugas di sana.
"Rucarion Greene!" Sebuah suara berat terucap. Tapi pemuda yang dipanggil namanya tidak menoleh sedikitpun. Hal ini membuat pemilik suara itu kehilangan kesabarannya dan melesat ke hadapan surai merah-putih itu.
"Hentikan tindakanmu ini, bodoh! Ada apa denganmu?!" Bentak pemuda itu kepada Rucarion. Namun tindakan heroiknya itu digagalkan oleh sang surai merah-putih itu. Rucarion mendorongnya sampai jatuh ke tanah.
"Xavier!" Teriak seorang gadis dengan telepatinya. Dengan cepat menghampiri pemuda itu dan membantunya bangkit berdiri. "Irene, aku baik-baik saja." Ujar Xavier tersenyum tipis.
"Ini semua salah kalian... KALAU KALIAN TIDAK MENINGGALKANNYA SENDIRI DI SANA, HAL INI TIDAK AKAN TERJADI!" Bentak Rucarion keras kepada mereka.
"Dia... maksudmu? Lucianna?" Tanya balik Xavier. Siapapun bisa menganggap bahwa itu adalah pertanyaan yang konyol dan bodoh. Rucarion tidak mau menggubrisnya lagi.
"Kenapa bisa ada api di ruang kesehatan? Bukankah ruangan itu sudah didesain sedemikian rupa?!" Bentak Rucarion kepada salah seorang petugas, lagi. Kali ini dengan penuh emosi, siap menyerang.
Karena tidak tahan dengan sikap Rucarion, tanpa pikir panjang Xavier menjatuhkan tubuh pemuda itu ke tanah hingga terbaring.
"Thaen skuj!"
Ketika Xavier selesai mengucapkan mantra itu, tanah tempat Rucarion terjatuh mengeras, seolah menahan Rucarion agar tidak melepaskan diri. Rucarion ingin berontak, tapi percuma saja. Tanah jika dibakar dengan api akan menjadi semakin kuat.
"Apa yang terjadi denganmu?! Apa ada yang salah?!" Geram Xavier kepada Rucarion. Pemilik surai merah-putih itu hanya diam dan akhirnya berucap. "Tidak ada yang salah denganku, kaulah yang salah." Ujarnya dingin.
Xavier bergeming. Untuk sesaat dia mencoba mencerna kalimat Rucarion. Rucarion tidak bersalah, melainkan dialah yang bersalah.
"Jika aku bersalah, aku minta maaf. Kenapa kau harus semarah ini padaku?" Tanya Xavier tanpa melemahkan sihirnya. Hal itu membuat Rucarion tersenyum sinis.
"Konyol." Hanya itu kata yang keluar dari mulut Rucarion. Dia tidak berontak, dia hanya diam membiarkan Xavier menggunakan sihirnya untuk menahannya.
"Kalau di mataku kau bersalah, maka kau bersalah dan tidak perlu sok meminta maaf!" Sinis Rucarion dengan tatapan tajam dan menyindir Xavier.
"Kenapa kau marah sekali?! Ada apa denganmu sebenarnya?!" Geram Xavier frustrasi dengan tingkah Rucarion yang menurutnya sangat kekanak-kanakkan.
"Kenapa kau bisa bersikap tenang dan biasa saja? Padahal KAU SUDAH MEMBAHAYAKAN NYAWA ORANG LAIN?!" Geram Rucarion tidak kalah mengerikan dari Xavier.
Xavier terdiam mendengar kalimat Rucarion. Rucarion melanjutkan kalimatnya dengan tatapan berapi-api. "Kau memang pemuda yang paling egois yang pernah kutemui. Kau hanya mementingkan duniamu sendiri."
Xavier kembali terdiam. Dia mencerna setiap kata yang keluar dari mulut Rucarion. Walau tajam, tapi dia tahu Rucarion tidak pernah mengatakan hal yang bukan fakta.
'Blaarr!!"
Ledakan kembali terjadi. Membuat semua orang yang berada di sana panik dan berlari mencari perlindungan. Api menyebar dengan cepat, melalap apa saja yang dilaluinya.
"HEI, KEMANA ORANG-ORANG ITU?! LEPASKAN AKU! HEI, KAU DENGAR AKU?!" Rucarion berteriak dengan amarah yang meluap-luap. Seharusnya tadi api sudah hampir padam. Namun entah karena apa, terjadi ledakan lagi, dan membuat api kembali muncul.
'Brak!'
Puluhan akar pohon melebarkan tanah tempat Rucarion tertahan dan terbaring. Membuat pemilik surai merah-putih itu berhasil meloloskan diri dari tempatnya tertahan itu.
Rucarion melirik ke arah seorang gadis dengan surai pirang-hijau di belakang Xavier. Nature bender yang dikenal baik olehnya. Irene Evergreen. Sedang tersenyum sambil tetap mengendalikan kekuatannya.
"Pergi, dia membutuhkanmu."
Itu kalimat yang terlontar dari telepati Irene kepada Rucarion. Irene tersenyum tulus. Dia tahu karakter Rucarion yang membenci orang-orang yang tidak menghargai nyawa mereka maupun nyawa orang lain.
Tanpa pikir panjang, Rucarion berlari ke gedung itu. Dia tidak peduli berapa orang yang ditabraknya. Bukan orang yang ditabraknya yang marah dan meneriakinya, melainkan malah dia yang mencaci-maki orang yang ditabraknya.
Dengan penuh kekuatan, Rucarion akhirnya sampai di ruang UKS. Mencoba mendobrak pintu tersebut. Sejauh ini kepala Rucarion dipenuhi oleh kejanggalan yang ditemukannya di sekeliling gedung itu.
Yang pertama, tidak ada tanda-tanda penyusup. Kedua, tidak ada tanda keberadaan Recht berelemen api. Dan terakhir, api yang seharusnya sudah padam, kembali mengamuk.
"Cih, menggunakan api untuk melawan api sama saja dengan menggali kubur sendiri!" Ujar Rucarion sambil mendobrak pintu ruang UKS. Terdengar seperti sindiran untuk si pelaku, tapi sebenarnya adalah rutukan untuk dirinya sendiri.
"Brakk!"
Akhirnya pintu itu berhasil didobrak. Tidak ada tanda-tanda Lucianna melawan menggunakan elemennya. Atau bahkan pernah menggunakan elemennya untuk membela diri. Tidak ada tanda elemen air sama sekali. Hal ini menimbulkan tanda tanya besar di kepala Rucarion.
"Apa dia tidak berpikir untuk menyelamatkan dirinya?" Batin Rucarion dalam hati. Matanya sibuk mencari sosok gadis berambut hitam-biru dan sosok pelaku. Serta pemicu kebakaran ini.
Rucarion menyibak tirai di samping tempat tidur di mana dia terakhir kali melihat Lucianna. Namun hasilnya nihil, Lucianna tidak ada di sana.
Rucarion menggertakkan giginya kesal. Ini bukan waktu yang tepat untuk bermain petak umpet dengannya. Lucianna tidak ada di ruangan itu, pergi ke mana dia?
"Reif quontrolla"
Rucarion menoleh. Bukan, itu tadi bukan suaranya. Ada pengendali api lain di sini. Siapa? Rucarion sendiri tidak tahu. Dengan langkah cepat dan posisi sigap, pemuda itu menghampiri sumber suara tersebut.
Sebelum sampai ke tempat suara tersebut, Rucarion menyaksikan hal aneh. Api yang seharusnya membakar dan melalap segala hal yang dilaluinya, hanya sekedar lewat tanpa menyebabkan apa-apa. Dan seolah-olah berpusat pada satu titik membuat gelombang-gelombang yang... indah.
Rucarion membelalakkan matanya saat sudah berada cukup dekat dengan sumber suara tadi. Seorang gadis, dengan rambut panjang sepunggung yang tergerai, berwarna hitam-merah. Melayang di tengah ruangan itu.
Rucarion mengerjap-ngerjapkan matanya. Gadis itu menggunakan setelan berwarna hitam dihias dengan renda berwarna merah gelap. Terikat sehelai selendang merah di bagian pinggang gadis itu. Dan sepatu berwarna hitam berhias merah.
Siapa gadis itu? Kenapa dia bisa ada di sana? Pertanyaan itu terus berputar di kepala Rucarion.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magtera Roranta
FantasiPlanet Zenara, dimana semua penghuninya yang berasal dari 4 suku yang berbeda. Hidup berdampingan dengan damai. Sampai suatu hari, perang terjadi. WARNING : CERITANYA SUPER-DUPER PANJANG Lucianna White, seorang gadis yang mencintai perdamaian semenj...