29 - Kesadaran

979 83 0
                                    

"Ukh..." suara erangan terdengar dari hadapan Rucarion dan Irene. Ya, Lucianna White, gadis itu sudah mulai sadar dari pingsannya. Tanpa pikir panjang Rucarion hendak langsung memberikan mantra penenang kepada gadis itu.

Tapi sebelum dia selesai mengucapkan mantra miliknya, Irene sudah menahan tongkat sihirnya.

"Dia tidak butuh mantra penenang. Percaya padaku." Ujar Irene dengan telepatinya. Rucarion menatapnya heran, tapi kemudian dia mengangguk, mencoba percaya kepada Irene.

Selang beberapa lama, Lucianna perlahan membuka matanya. Iris saphirre miliknya memancarkan cahaya yang teduh. Seperti Lucianna yang mereka kenal.

"Kau sudah sadar?" Tanya Rucarion singkat dan dingin. Lucianna mengerjap-ngerjapkan matanya dan menatap ke sekeliling.

"Apa yang terjadi?" Kalimat itu diucapkan oleh gadis biru itu dengan nada polos. Seolah tidak mengetahui apapun yang sudah terjadi selama dia tidak sadarkan diri. Rucarion menatapnya bingung.

"Tidak, ini minumlah." Ujar Rucarion sambil menyodorkan segelas air. Lucianna menerima tawaran itu dan meminumnya.

"Kau tidak ingat apapun?" Tanya Rucarion memastikan sekali lagi. Namun pertanyaannya hanya dibalas dengan tatapan bingung dari Lucianna. Rucarion menghela napasnya, "Lupakan saja, jangan paksakan dirimu."

"Ingat... apa?" Ujar Lucianna, kemudian dia terdiam. Mencoba untuk mengingat hal yang terjadi padanya. Tapi percuma saja, gadis itu tidak bisa mengingat apapun.

Tanpa disadari gadis itu meneteskan bulir-bulir bening dari matanya.

"Apa... apa yang...? Hiks... apa yang terjadi? Kenapa... kenapa aku menangis?! Apa... apa yang kulupakan?! Kenapa aku merasa itu sangat penting?!" Ujar Lucianna di sela-sela tangisnya.

"Irene, keluar dan susul Xavier. Aku ingin bicara berdua dengan gadis ini." Ujar Rucarion dengan tatapan serius. Irene mengangguk dan meninggalkan Rucarion dan Lucianna di ruangan itu.

"Hei, gadis gila..." panggil Rucarion kepada Lucianna. Lucianna memalingkan kepalanya menghadap iris merah-kelabu di depannya. "Namaku Lucianna." Balas gadis itu dengan wajah berurai air mata.

"Kau masih sanggup membantah perkataanku dengan wajah begitu?" Sindir Rucarion yang langsung membuat Lucianna terdiam. Menunggu kalimat seterusnya dari Rucarion.

"Aku hanya ingin mengujimu. Ucapkan mantra yang aku ucapkan nanti, mengerti?" Jelas Rucarion, dibalas dengan anggukan Lucianna.

"Reif srill"

Rucarion menengadahkan telapak tangannya dan dari sana muncul pusaran kecil api yang berputar selama 3 detik kemudian menghilang. Lucianna melihatnya dengan tatapan takjub.

"Itu mantra pertama yang dipelajari setiap Fire Bender. Mantra yang paling sederhana untuk menguji keberadaan roh elemen api di dalam tubuh seorang Recht. Sekarang aku ingin kau melakukan hal yang sama." Jelas Rucarion panjang lebar.

Lucianna menatap Rucarion bingung. Di pikirannya sampai kapanpun mencoba mantra elemen api untuk Water Bender seperti dirinya hanya membuang-buang waktu dan energi saja.

"Tapi aku bukan-" Ucapan Lucianna dipotong oleh pemuda di depannya.

"Lakukan saja, cepat!" Ujar Rucarion dengan nada meninggi. Lucianna memutar bola matanya dan merasa sedikit ketakutan. Jadi dia melakukan apa yang dikatakan oleh pemuda itu.

Lucianna menengadahkan telapak tangannya ke hadapan Rucarion.

"Lakukan sesuai perintahku, kau mengerti?" Ujarnya tegas, Lucianna hanya bisa mengangguk.

"Pusatkan panas tubuhmu pada satu titik di telapak tanganmu. Perlahan-lahan gerakkan panas di titik itu membentuk pusaran dalam pikiranmu, setelah pikiranmu membentuk pusaran panas itu, ucapkan mantra." Ujar Rucarion, dan dilakukan oleh Lucianna dengan baik.

"Reif srill"

"Bwosshh!"

Tepat setelah Lucianna mengucapkan mantra itu, muncul pusaran api berukuran besar dari telapak tangannya. Rucarion sangat terkejut dan terkagum. Tapi hanya untuk beberapa detik. Setelah itu, mendadak terdengar jerit kesakitan dari Lucianna.

Pusaran api itu tidak bisa dikendalikan olehnya. Bukannya memberi damage ke arah lawan, gadis itu malah membakar dan melukai tangannya sendiri.

"SAKIT, SAKIT!! PANAS!" Jerit Lucianna kesakitan. Pusaran api itu sudah hilang tepat ketika dia menjerit. Rucarion dengan cekatan meneteskan beberapa tetes air ke luka bakar gadis biru itu.

"Hei, tenanglah... itu tidak seberapa besar." Ujar Rucarion dengan santainya, sementara Lucianna sudah menangis kesakitan. Rucarion memutar bola matanya dan mulai mengobati telapak tangan Lucianna yang terbakar.

"Kenapa kau tidak menggunakan mantra penyembuhmu saja?" Tanya Rucarion sambil tetap mengobati gadis itu.

Lucianna menggeleng, "Aku masih kekurangan channa untuk itu. Tapi bagaimana bisa aku berhasil menciptakan api? Aku bukan Fire Bender!" Ujar Lucianna bingung di sela-sela rasa perihnya.

"Itu yang ingin kutanyakan, bodoh!" Ujar Rucarion sambil mengoleskan obat pada telapak tangan gadis itu. "Padahal kau Water Bender, kenapa kau bisa mengendalikan api?!" Tanya Rucarion kembali.

Lucianna terdiam sejenak. Pemuda di hadapannya ini terlihat agak berbeda dari sebelumnya. Tidak lagi diam dan cuek seperti Rucarion yang dia temukan di kelasnya.

"Mr. Dat pernah bilang padaku bahwa Recht sebenarnya bisa mengendalikan semua elemen, tapi tidak sebaik elemen yang ditakdirkan sebagai elemen awalnya." Ujar Lucianna mengingat kembali penjelasan Satyr itu.

"Ya, aku tahu. Karena si pendek itu menguasai 2 elemen. Petir dan tanah." Ujar Rucarion sambil membalutkan perban di telapak tangan Lucianna. "Dan dia bisa mengendalikannya dengan baik." Tambah Rucarion.

"Apa itu berarti aku juga? Pengendali elemen air dan api?" Sergah Lucianna. "Apa aku akan bisa mengendalikan elemen api itu jika aku rajin berlatih?" Sambungnya lagi.

"Kurasa kuncinya itu bukan dalam latihan." Ujar Rucarion mematahkan segala teori dan ekspetasi gadis di hadapannya itu.

"Kenapa kau pikir begitu?" Tambah Lucianna, tidak terima dengna pernyataan pemuda arogan di depannya itu.

"Si pendek itu tidak perlu latihan untuk bisa MENGENDALIKAN kekuatannya." Ujar Rucarion dengan penekanan pada kata 'mengendalikan'.

Lucianna terkejut mendengarnya. "Jadi... ada apa denganku? Kenapa aku tidak bisa mengendalikannya?" Tanya gadis itu tidak terima dengan pernyataan yang baru saja didengarnya.

"Kau ingat apa yang pernah kukatakan waktu itu?" Ujar Rucarion bertanya kembali.

"Air dan api, adalah dua elemen yang saling meniadakan. Yang berarti tidak menyebabkan weak damage ataupun normal damage, melainkan langsung menyebabkan critical damage. Hal yang berbahaya jika mereka mendapat serangan dari satu sama lain." Jelas Rucarion panjang lebar.

Lucianna mematung mendengar penjelasan Rucarion. Gadis itu menatap nanar telapak tangannya yang sudah diperban oleh Rucarion. Buat apa mengendalikan elemen api jika hanya akan melukai dirinya sendiri?

"Apalagi karena kau adalah seorang gadis, ditambah lagi fisikmu lemah. Padahal dengan mantra sesederhana tadi kau bisa menciptakan pusaran api sebesar itu. Itu kekuatan yang luar biasa, kau tahu?" Ujar Rucarion mengingat kembali kejadian tadi.

"Kalau begitu kenapa aku bisa mendapat elemen api sehebat itu? Dan untuk apa kekuatan sebesar itu jika hanya akan menjadi pedang bermata dua?!" Ujar Lucianna dengan suara meninggi, kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang