2 - Perjuangan

1.9K 129 2
                                    

Waktu berlalu laksana air sungai. Tidak terasa sudah 8 tahun sejak hari dimana Lucianna mengucapkan janjinya. Benar saja, sejak hari itu Lucianna menjadi sangat rajin berlatih untuk mengendalikan kekuatannya dan juga mempelajari ilmu dan jurus baru untuk kekuatan berelemen air yang dimilikinya.

Setelah Lucianna dan kedua kakaknya menginjak usia remaja, peraturan-peraturan keluarga mereka diperketat. Mereka tidak lagi diizinkan untuk pergi keluar tanpa memakai topi dan Revocear, alat untuk menutupi telinga mereka yang berbentuk seperti headphone. Hal ini membuat Lucianna muak dan ingin meninggalkan rumahnya.

Kini, Lucianna sudah berusia 16 tahun. Dan kedua kakaknya sudah berusia 21 tahun, dan Leanra akan segera dilantik menjadi penerus baru keluarga White ketika usianya sudah menginjak 25 tahun. Sementara Leonro, masih setia membantu saudarinya dalam hal apapun. Mereka tidak mengambil pendidikan tingkat lanjut dengan alasan 'Ilmu mereka sudah cukup untuk menjadi penerus keluarga.' Jadi, mereka sama sekali tidak meminta pendidikan tambahan.

Tapi Lucianna berbeda. Sebagai anak bungsu, sudah sangat jelas bahwa dia tidak akan bisa menjadi penerus keluarga. Dia ingin melakukan sesuatu, sesuatu yang bisa membantunya mewujudkan cita-citanya. Dia ingin... melanjutkan sekolahnya. Ke tingkat akademi.

Selama 16 tahun dalam hidupnya, akhirnya Lucianna bisa mengambil suatu kesimpulan yang tepat. Bahwa penduduk planet Zenara, tidak peduli suku manapun itu, hanya akan patuh kepada orang yang paling kuat. Dan gelar orang yang paling kuat di setiap suku adalah sama. Yaitu, 'Dichornia'. Dan untuk mendapat gelar ini sangatlah tidak mudah. Hanya ada 2 akademi di wilayah Recht yang menyediakan layanan dan fasilitas yang layak untuk mendidik para calon Dichornia.

Lucianna ingin mewujudkan cita-citanya, impiannya, untuk membuat Planet Zenara menjadi seperti sedia kala, sebelum peperangan terjadi. Dan untuk itu, Lucianna bertekad untuk mendapatkan gelar Dichornia apapun konsekuensinya. Setelah memilih akademi yang terbaik menurutnya, tiba saatnya untuk meyakinkan keluarganya. Untuk mendapatkan restu, setidaknya sampai ayah dan ibunya mau menandatangani formulirnya.

Tiba saatnya makan malam, Lucianna sudah menyiapkan seluruh keberaniannya. Saat itu, ayah dan ibunya sedang mengobrol dengan Leanra dan Leonro mengenai rencana mereka untuk keluarga White kedepannya. Dan juga sebagai calon pengganti walikota nanti. Setelah merasakan bahwa arah pembicaraannya sudah tidak terlalu penting lagi, Lucianna berdiri dari kursinya. Membuat seluruh perhatian keluarganya tertuju pada dirinya seorang.

"A-ayah, ibu, kakak..." Lucianna berusaha membuka suaranya, terdengar sangat ragu-ragu dan penuh ketakutan. Ayah dan ibunya hanya memberi tatapan kepada Lucianna, tidak jelas apa maksudnya. Akhirnya, Lucianna hanya melanjutkan sesuai rencananya.

"Aku... aku ingin melanjutkan studiku ke akademi, Ayah, ibu." Ujar Lucianna berusaha bersikap tenang, walau jantungnya berdegup kencang. Walau begitu, matanya tetap memancarkan keseriusan. "Ah bodohnya aku... kenapa langsung singgung masalah itu?"  Rutuk Lucianna dalam hatinya. Tapi semua itu sudah terlambat.

Suasana ruang makan mendadak menjadi hening. Bahkan kini, Lucianna seperti dapat mendengar suara degup jantungnya. Selang 10 detik, 30 detik, 1 menit. Nihil, tidak ada jawaban. Akhirnya sang ayah angkat bicara, "Untuk apa?" Hanya 2 kata itu yang terucap dari mulut sang ayah.

Lucianna terbelalak. Ingin rasanya dia menangis. Rasa sedih, kecewa, dan marah, bercampur dalam pikirannya. Seolah-olah, ayahnya tidak pernah menganggap penting pendidikannya. Jadi, Lucianna hanya bisa duduk kembali dengan kepala tetap menghadap ke bawah.

"Bahkan kedua kakakmu, yang nantinya akan menjadi penerus, tidak meminta pendidikan lebih sama sekali. Kenapa kau, yang jelas bukan calon penerus keluarga ini, ingin meminta pendidikan lebih?" Tanya sang ayah dengan nada tajam, pedas, mengkritik. Jikalau saja kata-kata bisa melukai secara fisik, Lucianna mungkin saja sudah tewas di tempat.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang