45 - Tetangga

724 74 1
                                    

Setelah Lyra mematikan teleponnya, Rucarion kembali merebahkan dirinya ke atas tempat tidurnya. Lengannya kembali menutupi matanya agar tidak silau terkena cahaya lentera yang remang-remang. Pikirannya bercampur aduk. Dia tidak tahu lagi harus memikirkan apa dan bagaimana.

Untuk menyegarkan kembali pikirannya, Rucarion memutuskan untuk membersihkan dirinya dengan air mengalir di kamar mandi ruang asramanya.

※※※

Sementara itu di asrama putri nomor 272, tampak seorang gadis berambut hitam-biru terurai yang masih basah, dengan setelan piyama lengan panjang berwarna biru bayi bermotif bintang berwarna kuning muda, Lucianna White.

Gadis itu tampak segar setelah membersihkan dirinya. Tapi anehnya, niatnya yang semula hanya ingin merebahkan dirinya dan tidur saking lelahnya, mendadak hilang. Sekarang mata biru sapphire milik Lucianna seolah-olah sangat terang dan menolak untuk dipejamkan. Melihat waktu saat ini, tidak heran gadis muda itu belum mengantuk.

Planet Zenara memiliki 26 jam. Tidak berbeda dengan tempatmu di bumi, mereka hanya mempunyai jam dengan angka 13 di samping angka 12.

"Baru jam 6..." lirih Lucianna saat melirik ke arah jam dinding di atas jendela. Di luar sana, Areos, bintang penerang Zenara sudah terbenam. Taman bersantai di bagian bawah asrama terlihat remang-remang dengan sinar lentera. Petugas piket yang merupakan fire bender terlihat sibuk berkeliling menyalakan lentera.

Penasaran dengan kegiatan yang berlangsung di bawah sana, Lucianna membuka pintu menuju balkon untuk bisa melihat ke bawah dengan lebih jelas.

Di depan balkon kamarnya, terpisah sejauh sekitar 2 meter, adalah gedung asrama putra. Di hadapan Lucianna saat ini terdapat balkon milik salah satu kamar di asrama putra. Entah siapa yang tinggal di sana, Lucianna hanya bisa melihat handuk dan beberapa setelan seragam yang digantung di luar. Gadis itu kembali menatap para fire bender perempuan yang sibuk menyalakan lentera. Tanpa disadari oleh gadis itu, perlahan-lahan suasananya sudah semakin terang.

"Cklek"

Tiba-tiba saja pintu balkon di depan kamar Lucianna terbuka dan hal itu membuat Lucianna terlonjak kaget, berniat untuk segera masuk ke dalam kamarnya.

"Niss White?"

Sebuah suara menghentikan upaya Lucianna untuk kabur kembali ke dalam kamarnya. Walau baru mendengarnya beberapa kali, suara rendah yang lembut itu selalu mendadak mengingatkannya pada kakaknya, Leonro.

"Kak... Mark?"

Dan semenjak Lucianna bersekolah di Gynx Academy, hanya suara Mark yang bisa membuatnya mendadak teringat pada kakak laki-laki kesayangannya.

"Wow... Aku bahkan tidak tahu ruanganmu di sini," ujar Mark sambil tersenyum geli. Lucianna hanya tertawa. Lega karena Mark yang muncul. Lucianna sempat takut akan ada siswa lain yang muncul atau tinggal di sana.

"Berarti karena kau sekamar dengan Rose, dia juga ada di sini?" Tanya Mark lagi. Lucianna mengangguk bersemangat.

"Rose sedang tidur, dia bahkan belum sempat mengganti seragamnya," ujar Lucianna dengan senyum simpul.

Mark mengangguk dengan tatapan datar. Ada sedikit sesak di dalam dirinya. Sorot matanya menyiratkan sebuah kesedihan. Lucianna menyadari perubahan aura seniornya.

"Kak Mark? Baik-baik saja?" Tanya gadis biru itu khawatir. Pemuda bertampang kalem di hadapannya itu menatap Lucianna sejenak dari balik kacamatanya. Kemudian memberikan senyum manis ke arah Lucianna.

"Aku baik-baik saja. Aku titip Rose padamu saat dia di asrama," ujarnya lembut. Lagi-lagi mengingatkan Lucianna pada sosok kakaknya. Semburat merah muncul di kedua pipi gadis water bender itu, dan tanpa sadar, mata gadis itu berkaca-kaca. Akhirnya dia menangis.

Tidak dapat dipungkiri, Lucianna sangat merindukan kedua kakaknya. Terlebih Leonro yang dari kecil lebih sering menghabiskan waktu bersama Lucianna. Kakaknya yang paling dia sayangi.

Mark yang melihat kejadian itu panik luar biasa. Pemuda yang juga merupakan water bender dan terkenal kalem di setiap angkatan itu bertubi-tubi meluncurkan pertanyaan kepada Lucianna yang sebagian besar berbunyi "Ada apa? Kenapa kau menangis?"

Dengan sesenggukan, Lucianna mengatakan bahwa dia baik-baik saja. Tapi Mark tetap merasa bersalah.

Tiba-tiba saja dari arah belakang Mark, muncul suara pintu yang dibuka.

"Oi, Mark, kau sudah kembali?" Sebuah suara mengejutkan Lucianna. Ya, suara anak laki-laki yang terdengar sedikit parau dan sedikit tinggi. Lucianna sendiripun sulit mendeskripsikan suara itu. Suara dari fire bender yang dikenal olehnya.

Rucarion Greene

Rucarion yang penasaran dan kesal karena Mark tidak menjawabnya menarik bahu pemuda yang lebih tua darinya itu dan terkejut melihat sosok Lucianna berada tepat 2 meter di depannya.

"Whoa... Ini gila..." ujar pemilik surai merah-putih itu menatap Lucianna tidak percaya. "Itu kamarmu dan bocah itu?" tuding Rucarion sambil menunjuk ke kamar di belakang Lucianna. Gadis biru yang masih terkejut itu cepat-cepat menghapus air matanya dan mengangguk.

Melihat gestur Lucianna yang tidak seperti biasanya. Membuat Rucarion memicingkan matanya, menajamkan penglihatannya. Pemuda itu melihat secara samar bekas air mata yang memantulkan cahaya di bagian tulang pipi gadis itu.

"Apa yang terjadi?" tanya Rucarion kasar. "Mark, apa yang kau lakukan?" lanjutnya lagi mendorong Mark menjauh darinya dengan keras.

Mark yang masih kebingungan karena Lucianna yang tiba-tiba menangis di hadapannya tidak bisa membalas perkataan Rucarion. "Apa yang kau lakukan padanya?!" bentak pemilik surai merah-putih itu sekali lagi.

"Kak Mark tidak melakukan apapun!!!" Teriak Lucianna dengan keras. Jika masih ada petugas piket yang berkeliaran di bawah, sudah pasti mereka mendengar teriakan Lucianna. Untungnya, di bawah sudah sepi, dan semua lentera penerangan sudah dinyalakan.

Rucarion mengatur nafasnya, Mark sudah memperoleh kesadarannya, Lucianna juga sudah mengendalikan emosinya. Dengan susah payah, gadis biru itu menjelaskan alasan mengapa dia menangis secara tiba-tiba.

Setelah mendengar penjelasan Lucianna, Mark tertawa kecil. "Aku mengerti, aku, Rose, dan Justin juga pernah mengalami hal seperti itu," ujar Mark dengan lembut. Persis seperti Leonro di mata Lucianna.

"Terserah saja, perempuan memang aneh dan menyusahkan," Rucarion menjawab ketus, mendapatkan tatapan tajam dari Lucianna.

"Aku tidak minta pendapat, aku hanya menjelaskan!" ujar Lucianna meninggikan suaranya. Gadis itu tidak bisa menahan emosinya jika sudah berhadapan dengan fire bender teman sebelah bangkunya yang kinj juga menjadi tetangganya.

Mark yang melihat pertikaian kecil itupun tertawa halus. "Ya, ya... kalian tidak perlu bertengkar begitu..." ujarnya mencoba melerai, tapi sia-sia saja. Lucianna dan Rucarion sudah mulai mengeluarkan sumpah serapah andalan mereka.

"Dasar pangeran palsu bodoh!"

"Gadis gila!"

"Recht aneh berkepala belang!"

"Putri walikota tanpa sikap!"

"Berisik kau rakyat jelata!"

"Tanpa rakyat jelata kau tidak akan bisa makan!"

Mark yang melihat hal itu perlahan mundur dan mengambil handuknya. "Greene, aku mandi, jangan terlalu kasar," ujarnya sambil berlalu.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang