27 - Gadis Misterius

1K 89 1
                                    

Rucarion memastikan dengan seksama bahwa yang dilihatnya adalah manusia. Gadis itu melayang, dengan rambut hitam-merah yang tergerai, dan memakai seragam berwarna hitam berhiasan merah. Dengan selendang merah terikat di pinggangnya.

"Aku tidak merasa bahwa gadis itu adalah murid sekolah ini." Batin Rucarion dalam hati. Mengingat bahwa seragam desain Gynx Academy harus menggunakan warna elemen masing-masing.

'Bzzt'

Rucarion bisa melihat wujud gadis itu berkedip. Gelombang api yang awalnya teratur menjadi tidak terkendali untuk sesaat. Rucarion kebingungan untuk sesaat. Dengan hati-hati, pemilik surai merah-putih itu mengambil langkah panjang ke hadapan gadis itu.

"Reif kheinz"

Setelah mengucapkan mantra itu, muncul rantai api mengikat tubuh gadis itu. Gadis itu mengerang kesakitan ketika rantai tersebut melilit tubuhnya. Dia jatuh ke lantai tapi tanpa melepaskan mantra pengatur gelombang apinya.

Rucarion sekarang sudah berada di hadapan gadis itu. Gadis itu terbaring lemas, kesakitan karena rantai api melilit tubuhnya. Wajahnya tertutupi rambut panjangnya.

Rucarion berjongkok di samping gadis itu. Berniat menyibakkan rambut panjangnya untuk melihat wajahnya. Siapa dia? Hanya itu yang menguasai pikiran pemuda itu. Tapi sebelum itu, dia ingin gadis itu melenyapkan api di ruangan ini.

"Siapapun kau, aku akan mengurangi rasa sakitmu. Jika kau menghilangkan api di ruangan ini." Ujar Rucarion datar. Gadis itu tidak menjawab, tidak juga bergerak. Hanya diam terkulai di tempatnya terbaring sekarang.

"Lakukan sesuai perintahku, atau aku akan menambah tingkat panas dari rantai milikku ini." Ujar Rucarion lagi, kali ini lebih tegas. "Aku tahu kau bisa melakukannya. Ledakan kedua disebabkan olehmu. Jadi kau bisa mengendalikan api yang kau buat."

Tetap tidak ada reaksi dari gadis itu. Rucarion sudah kehilangan kesabarannya, dia hendak meningkatkan suhu rantai apinya dengan drastis. Berniat membunuh gadis di depan matanya itu. Dia tidak peduli jika dicap sebagai pembunuh.

"Reif flloz"

Gadis itu mengucapkan mantra itu dengan lirih. Kemudian gelombang api itu menghilang. Saat itu juga, Rucarion melepaskan rantai api yang melilit tubuh gadis itu. Gadis itu terkulai lemas sambil terbatuk-batuk.

"Baik, siapa kau? Apa urusanmu di sini?" Tanya Rucarion tajam dan menyelidik. Tidak ada jawaban dari gadis itu. Karena kesal, Rucarion spontan menyibakkan rambut panjang yang menutupi wajah gadis itu. Namun tindakannya ini berefek pada dirinya sendiri.

Apa yang dilihat Rucarion? Pemuda itu sendiri tidak percaya. Wajahnya persis sama dengan wajah gadis yang mengguyurnya di hari pertama gadis itu bersekolah. Ya, Lucianna White. Yang berbeda hanya warna iris mereka. Lucianna memiliki mata berwarna biru, gadis di depannya memiliki mata semerah darah.

"Hei... kaukah itu gadis gila?" Ujar Rucarion dengan nada yang tidak bisa dideskripsikan. Lagi-lagi tidak ada jawaban dari gadis itu.

"Runa..." ujar gadis itu lirih. Rucarion mengerutkan dahinya. "Runa?" Ulangnya memastikan. "Runa..." ujar gadis itu lagi, sebelum dia menjadi benar-benar histeris. Dia menjerit sambil memegang kepalanya, menangis, menggeliat seperti orang kerasukan.

Rucarion menatapnya dari jarak dekat, masih di samping gadis itu. Menatapnya datar tanpa emosi maupun ekspresi yang berarti. Hanya kata 'Runa' yang menjadi petunjuk alasan gadis itu menjadi histeris seperti ini.

Gadis itu masih histeris, dia menjerit sambil menangis memegang kepalanya. Tidak berhenti. Rucarion di titik ini bingung harus melakukan apa. Setidaknya agar dia bisa tenang berpikir mengenai apa itu Runa. Dia harus menenangkan gadis ini. Begitulah pikirnya.

"Tch, merepotkan saja." Ujar Rucarion mengangkat gadis itu dan berjalan ke arah salah satu tempat tidur dan membaringkan gadis itu di sana. Gadis itu tetap histeris, dia tidak berhenti menangis dan menjerit.

"Berhenti bergerak, yang merasa sakit itu aku, bukan kau." Ujarnya dingin, walau tidak direspon baik oleh gadis bersurai hitam-merah itu. Rucarion duduk di samping tempat tidur itu sambil berpikir.

Rucarion membaca mantra pendek, dengan keterangan 'Mantra penenang' kearah gadis itu. Perlahan-lahan, gadis bersurai hitam-merah itu melemah dan tertidur.

"Gadis di depanku ini... Tidak menggunakan tongkat sihirnya untuk mengendalikan api tadi. Sama dengan gadis gila itu." Batinnya dalam hati. Mengingat kembali pertemuannya dengan Lucianna di hutan kemarin.

Rucarion menatap tongkat sihir miliknya. Hanya sebuah tongkat tipis berwarna merah dengan batu rubi di ujung tongkatnya. Tongkat kelas S kebanggaannya. Kemudian Rucarion meletakkan benda itu di meja kecil di samping tempat duduknya.

'Bwoshh!'

Tanpa mengucapkan mantra, dan tanpa tongkat sihir, Rucarion berhasil menyulut api di telapak tangannya. Tanpa membakar ataupun menyakiti dirinya sendiri.

"Kupikir... selama ini aku cacat karena aku ini berbeda dari mereka. Ternyata, ada yang bisa lebih aneh dariku." Ujarnya dalam kesunyian, sambil memainkan api di telapak tangannya.

'Bzzzt...'

Suara bergetar kembali terdengar. Asalnya dari gadis yang sedang tertidur di samping Rucarion. Sontak Rucarion mengarahkan pandangannya ke arah gadis itu. Ya, sesuatu yang aneh sedang terjadi.

Wujud gadis itu berkedip. Dari gadis berseragam hitam-merah seperti yang dilihat Rucarion tadi, menjadi gadis berseragam biru muda. Selang beberapa kedipan, muncul cahaya yang menyilaukan dari tubuh gadis itu.

Gadis berelemen api tadi berubah kembali menjadi gadis yang dikenal oleh Rucarion. Ya, Lucianna White. Lengkap dengan seragam birunya.

"A-apa... apa yang terjadi?!" Ujar Rucarion kebingungan. Di hadapannya sekarang bukan lagi gadis asing dengan seragam hitam-merah. Melainkan gadis yang sangat dikenalnya, yang berani mengguyurnya di hari pertamanya bersekolah, Lucianna White.

Sementara Rucarion kebingungan, gadis di depannya, yang sekarang dia kenal sebagai Lucianna White, mulai sadar dari pingsannya. Perlahan namun pasti, gadis itu membuka mata biru miliknya. Memamerkan iris sapphire-nya kepada dunia.

"Rucarion... Greene?" Ujarnya ragu setelah sadar sepenuhnya. "Apa... yang terjadi?" Tanya gadis itu ragu. Sepertinya dia tidak bisa mengingat kejadian yang baru saja menimpanya.

"Kau tidak ingat?" Ujar Rucarion memastikan. Lucianna menggelengkan kepalanya. Pemuda itu menghela napas berat. "Kau harus mengingatnya sendiri, tapi jangan memaksakan dirimu." Ujarnya datar.

Lucianna terdiam, dia memejamkan matanya, berusaha mengingat kejadian itu. Rucarion menunggunya dengan tatapan datar, sambil kembali memikirkan hal aneh yang menimpanya tadi.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang