37 - Teori Rucarion

824 77 1
                                    

"Rucarion... Aku..." Lucianna menggantungkan kalimatnya dengan tatapan sendu. Hal ini sontak membuat Rucarion semakin penasaran akan kalimatnya.

"Aku... ingin ke toilet sebentar." Ujar Lucianna dengan wajah tanpa dosa.

Rucarion mengepalkan tangannya dengan kuat saking kesalnya. Pemuda itu menghela napas berat beberapa kali.

"Apakah kau boleh kubakar?"

Rucarion mengucapkan kalimat itu dengan tatapan yang terkesan siap membunuh siapapun. Tapi Lucianna dengan santainya turun dari tempat tidur dan beranjak pergi ke luar ruangan itu.

"Hei, mau ke mana kau?" Ujar Rucarion seakan mencegat gadis itu.

Lucianna menatapnya keheranan. "Ke toilet? Aku sudah bilang kan?" Ujar Lucianna dengan polosnya.

Rucarion mengerang pelan, kemudian berdiri dari kursinya sambil menggerutu. "Tch... Yasudah, ayo." Ujarnya sambil berjalan ke arah pintu.

Lucianna membatu melihat tindakan Rucarion. "A-apa yang... Apa yang mau kau lakukan?!" Ujar gadis biru itu dengan nada tinggi.

Rucarion balik menatap Lucianna dengan tatapan heran. "Apa maksudmu?" Tanya pemuda itu dengan tatapan merendahkan.

"Kau.... Harusnya aku yang bertanya begitu!! Apa maksudmu dengan kalimatmu tadi?!!" Ujar Lucianna dengan wajah memerah.

Rucarion menatapnya tidak mengerti. Kemudian bertanya pada gadis itu, "Kau tahu di mana toiletnya?"

Pertanyaan singkat dari pemuda itu menyadarkan Lucianna bahwa dia hanyalah seorang murid baru yang belum tahu denah lengkap akademi itu.

"Ah... iya.... Kau benar juga..." ujar gadis itu sambil menunduk malu.

Rucarion menghela napasnya singkat. Kemudian berjalan ke luar ruangan itu dengan Lucianna yang mengikutinya dari belakang.

"Ini toilet perempuan, tenang saja, aku tidak akan melihat apalagi masuk ke dalam sana. Secara aku masih punya keinginan untuk hidup." Ujar Rucarion sesampainya mereka di sebuah persimpangan.

Lucianna tidak paham akan kalimat pemuda merah-putih yang menemaninya itu. Tapi masa bodoh akan semua itu, Lucianna-pun memasuki ruangan yang bertanda raksasa bertuliskan "Toilet Murid Perempuan" itu.

Ketika Lucianna memasuki toilet, dia sadar bahwa tempat itu ternyata dilapisi barrier, yang mungkin hanya bisa ditembus oleh murid perempuan, dan tidak untuk murid laki-laki. Lucianna cukup menyukai toilet Gynx Academy. Selain bersih, harum, dan rapi, para staff juga memperdulikan hal itu.

Tapi kemudian pikiran gadis itu kembali ke pada pertanyaan Rucarion tadi. Mengenai gejolak kekuatannya.

"Memangnya... apa yang pernah terjadi denganku sampai Rucarion menanyakan hal itu?"

﹏﹏﹏﹏

Rucarion, yang menunggu gadis biru itu di koridor, terhanyut dalam pikirannya sendiri. Sebenarnya hal yang mengganggunya mengenai Glauzura, yang berfungsi sebagai kunci segel itu, adalah Lucianna sendiri.

Rucarion ingat dengan jelas saat-saat ketika Lucianna berniat menghabisi penyusup aneh berbaju abu-abu itu. Rucarion adalah satu-satunya Recht yang saat itu sadar secara penuh. Pemuda itu melihat tepat sesaat sebelum kekuatan gadis itu benar-benar meledak, Lucianna kehilangan kesadarannya seketika.

Namun pemuda itu juga menjadi salah satu saksi, selain Irene dan Xavier, mengenai wujud misterius Lucianna yang disebabkan oleh emosi histeria miliknya yang berlebihan, dan entah berasal dari mana. Rucarion menganggap dia bermimpi sesuatu yang buruk sehingga gadis itu shock, dan emosi itu terbawa hingga ke dunia nyata.

Rucarion memegangi dahinya. Mencoba untuk berpikir lebih lagi.

Kedua hal itu melibatkan hal yang sama, yakni emosi dari Lucianna White itu sendiri. Kasus pertama, saat Lucianna merasa sangat marah karena teman-temannya nyaris terbunuh tepat di depan matanya sendiri, sehingga emosinya meluap. Tapi gadis itu segera pingsan.

Pada kasus kedua, gejolak perasaan Lucianna sama. Bahkan lebih kuat. Tapi kali ini muncul sesosok gadis misterius dari dalam tubuhnya. Si gadis Fire Bender, di mana Lucianna tiba-tiba saja mendapatkan elemen api hebat yang bisa diciptakan dan dikendalikan olehnya, saat masih berwujud gadis hitam-merah tersebut. Tapi malah menjadi pedang bermata dua saat Lucianna mencoba mengendalikan elemen itu dengan wujud normalnya.

"Waktu... Waktu-nya berbeda..." Ujar Rucarion lirih sambil tetap memegang dahinya.

Setelah diingat lagi oleh pemuda bersurai merah-putih itu, pada saat tes ilmu bela diri yang dipimpin oleh Mr. Dat saat itu, dan hari-hari sebelum saat itu, Lucianna masih belum memiliki liontin biru itu. Karena gadis itu sendiri yang mengatakan bahwa Mr. Dat-lah yang memberikan liontin itu padanya saat dia dan Xavier terbaring di ruang kesehatan itu.

Ya, sekarang Rucarion berpikir bahwa tindakannya memarahi Lucianna karena menerima barang yang tidak jelas dari seekor 'monster' seperti satyr tua itu saat itu merupakan sebuah tindakan yang sangat tepat. Pemuda itu mengepalkan tangan kanannya dengan kesal.

"Faktor penyebabnya sama... Tapi waktu dan hasil akhirnya berbeda. Dan jika dihubungkan dengan liontin ini.... Semuanya... cocok." Batin Rucarion sambil menatap liontin Glauzura milik Lucianna.

"Tch... Kau benar-benar gadis gila..." Ujar Rucarion lirih dalan keheningan koridor itu.

Rucarion mengangkat batu Glauzura itu ke arah cahaya Areos dan mengamati kilauan transparan darinya. "Aku yakin... ada segel dalam dirimu itu, Niss White... dan hal yang disegel dari dirimu itu adalah..."

"Kekuatanmu... yang sebenarnya."

Rucarion berteori seperti itu di dalam kepalanya. Tapi sekarang pikirannya sendiri menyeretnya ke dalam pertanyaan-pertanyaan yang lebih dalam.

"Tapi apa, siapa, kapan, dan bagaimana bisa dia menyegel kekuatan itu?

Pada Hari Seribu Malam? Kapan itu terjadi?

Jika memang benar kekuatannya disegel, kenapa bisa monster itu yang memegang kuncinya?"

Rucarion terlalu terhanyut dalam pikirannya sampai tiba-tiba...

"Rucarion!" Sebuah suara melengking seorang gadis membuyarkan semua pikiran dan teori Rucarion. Pemuda itu secepat kilat meraih tongkat sihir kelas S miliknya, dan memasang kuda-kuda untuk menyerang.

"Hei! Hei! Ini aku! Lucianna!" Ujar gadis itu menenangkan Rucarion. "A-ada apa? Maaf... apa aku mengagetkanmu? Apa yang sedang kau pikirkan sampai seserius itu?" Tanya Lucianna dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Rucarion masih terengah-engah karena terkejut. Dia tidak terbiasa dikagetkan ketika sedang berpikir seperti tadi. Dengan cepat menggelengkan kepalanya, dan memperbaiki posisinya.

"Aku tidak apa-apa. Lain kali jangan kejutkan aku dengan suara cemprengmu itu. Kau harusnya bersyukur di sekitar sini tidak ada jendela. Kalau ada - hei, apa-apaan tatapanmu itu?!" Ucapan Rucarion terpotong oleh tindakan aneh Lucianna.

"Ah... tidak, bukan apa-apa. Hanya saja... Aku tidak pernah mendengarmu berbicara sepanjang itu." Ujar gadis biru itu cengengesan. Rucarion hanya mendengus kesal sambil membuang mukanya.

"Terserah padamu saja. Ayo kembali." Ujar Rucarion seraya melangkahkan kakinya menyusuri koridor itu dengan cepat. Lucianna tanpa banyak bicara, berlari kecil mengekorinya dari belakang.

"Tapi... Aku tidak menyangka kalau kau orang yang mudah terkejut sampai seperti itu?" Ujar Lucianna di sela-sela perjalanan mereka.

"Aku tidak mudah terkejut. Asal kau tidak melakukan tindakan yang mengejutkan saat aku sedang berpikir seperti tadi." Balas Rucarion dengan tatapan datar.

Lucianna menatap pemuda itu heran. Tapi kemudian memutuskan untuk diam saja dan tetap mengikutinya ke ruang kesehatan.

"Maaf, Niss White, aku tidak mau memberitahumu soal ini sekarang..." Batin Rucarion dalam diam.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang