Saat ini Lucianna sedang berada di ruang ujian, bersama dengan 10 murid lainnya. Ujian masuk yang pertama adalah tes pengetahuan.
Bagi Lucianna hal ini bukan masalah. Karena dia sendiri termasuk siswa terpandai di sekolahnya dulu. Soal yang dia kerjakan saat ini, masih bukan apa-apa dibandingkan perlombaannya dulu. Soal demi soal dikerjakan Lucianna dengan cepat.
Bel berbunyi, pertanda waktu mereka sudah habis. Dan mereka semua dibawa ke 'Congic Romata', atau yang biasa dikenal sebagai 'Ruang praktik sihir.'
Jarak dari ruang ujian tadi ke ruang praktik sihir itu tidak terlalu jauh. Mereka hanya perlu naik ke lantai 2. Dan, voila! Mereka sudah berada di Congic Romata.
"Selamat datang, para murid baru!" Sebuah suara berteriak, entah darimana. Semua siswa mencari arah sumber suara tersebut. Tapi tidak menemukan apapun.
"No-no-no..." ujar suara itu menyindir mereka. "Kalian melihat ke arah yang saaa...lah. Seorang penyihir yang baik harus mengetahui dari mana musuh menyerang."
"Sebagai kuis pertama kalian, ayo, coba temukan aku. Dan dapatkan nilai tambah untuk ujian kalian kali ini!" Ujar suara tersebut dengan nada mengejek.
Para murid dalam sekejap mengeluarkan tongkat sihir mereka masing-masing, dan menyerang membabi-buta ke segala arah. Namun hasilnya nihil... tidak ada tanda-tanda dari pemilik suara tersebut. Hanya gelak tawa mengejek yang terdengar di seluruh ruangan.
Lucianna mengamati sekelilingnya, kemudian barulah dia menyadari bahwa ada sebuah buku yang tergeletak di atas meja. Dan buku itu sedikit bergerak, padahal tidak ada angin sama sekali.
Lucianna mengambil ancang-ancang untuk mengeluarkan tongkat sihirnya. Kemudian dengan cepat, dia membaca mantranya.
"Agtra Zhoch!"
Seperempat detik kemudian, mengucurlah air keluar dari tongkat sihir Lucianna, membasahi buku itu. Tapi tidak terjadi apa-apa.
Lucianna mengira dia sudah salah menyimpulkan. Tapi, buku itu tiba-tiba saja terbang ke udara dan berubah menjadi sosok yang aneh. Kepala dan badannya manusia, hanya saja kedua kakinya berwujud kaki kambing. Beserta 2 tanduk di atas kepalanya.
"Se-se... seekor Satyr?" Ujar seorang anak perempuan tergagap. Satyr tersebut membalikkan badannya. "Kenapa kamu terheran-heran begitu, Nak? Kamu tidak pernah melihat Satyr sebelumnya?" Tanya Satyr itu. Semua murid kompak menggeleng.
"Ah, konyol sekali... aku lupa kalian dikurung di dalam rumah selama bertahun-tahun. Wajar saja kalian tidak pernah berpetualang ke luar rumah." Ujarnya sambil mengayunkan tongkat sihirnya.
"Dengar, kalian Suku Recht seharusnya tahu kalau di Planet Zenara ini tidak hanya dihuni oleh 1 bangsa dengan 2 suku utama saja. Yaitu Recht dan Dionam. Selain 2 suku itu, ada 2 suku yang tak pernah ditemukan lagi sekarang, yaitu suku Lamina dan Orbica. Selain bangsa dengan keempat suku itu, ada juga bangsa lain. Contohnya, Satyr sepertiku, Fairy, Gnome, Elf, dan masih banyak lagi." Jelas Satyr itu.
"Tapi, Tuan Satyr, kenapa kami harus mengetahui hal itu?" Tanya Lucianna penasaran. Dipikir-pikir, memang ini pertama kalinya Lucianna mengetahui bahwa ada bangsa lain selain bangsa 'Manusia' di Planet Zenara.
"Pertanyaan yang bagus, muridku." Ujar Satyr itu sambil tersenyum ramah. "Kalian semua itu Suku Recht bukan? Nah... sebenarnya bangsa-bangsa yang sering disebut 'Bangsa Mitologi'' itu lebih senang berada dan mengabdi di sekitar kaum Recht. Jadi para Dionam di luar sana itu tidak tahu apa-apa mengenai kami sebaik kalian." Jelas sang Satyr.
Semua murid menganggukkan kepala tanda mengerti. "Itulah sebabnya kenapa Mr. Wilde dan Tuan Menyeramkan tadi memiliki sayap..." batin Lucianna dalam hati.
"Baiklah, pertama, izinkan aku memperkenalkan diri kepada kalian. Agar setidaknya kalian berhenti memanggilku 'Satyr.' Namaku Daturn, kalian boleh memanggilku dengan sebutan, Mr. Dat. Nah, sekarang, siapa yang tadi menyerang buku di atas meja?" Tanya Mr. Dat tersenyum cerah.
Semua mata memandangi Lucianna. Dan Lucianna yang merasa dipandangi hanya diam sambil mengangkat tangannya dengan ragu. Mr. Dat berjalan ke arahnya dan menatapnya lama. Kemudian akhirnya tersenyum. Dan dengan sebuah ayunan dari tongkat sihirnya, dia membaca sebuah mantera singkat.
"Tarx Qulden!"
Seketika muncullah bintang emas di hadapan Lucianna. Spontan, Lucianna meraih bintang yang bersinar itu.
"Aku sudah melihat dan menilai kontrol sihir, kekuatan, keunikan, dan elemen yang kalian kuasai, tapi anak inilah yang mendapat nilai sempurna. Karena sebelum menyerang, dia berpikir dan mengamati keadaan terlebih dahulu. Kekuatan sihir kalian memang kebanyakan kuat, tapi kalau tidak berpikir sebelum kalian bertindak, tidak akan ada gunanya." Ujar Mr. Dat sambil berlalu.
"Tes sihir kalian sudah selesai. Kalian boleh meninggalkan Congic Romata." Ujarnya sambil merubah wujudnya menjadi... erh... vas bunga?
Para murid segera pergi meninggalkan tempat itu. Tapi tidak dengan Lucianna. Dia pergi menghampiri Mr. Dat yang sedang menyamar itu.
"Permisi Mr. Dat... namaku Lucianna White, aku ingin bertanya... apakah Bangsa Mitologi bisa mengendalikan elemen lain? Karena mantera bapak tadi itu digunakan untuk mengendalikan elemen tanah bukan?" Ujar Lucianna di depan vas bunga itu.
"Bangsa Mitologi pada umumnya memang bisa mengendalikan seluruh elemen, walau hanya sebagian kecil dari yang bukan bakatnya. Tapi bukan berarti kalian, kaum Recht hanya bisa mengendalikan 1 elemen saja." Jawab Mr. Dat dengan nada misterius.
"Maksud bapak? Kami juga bisa mengendalikan lebih dari 1 elemen?" Tanya Lucianna heran.
"Bangsa Mitologi sebenarnya punya banyak kemiripan dengan suku Recht dalam hal kemampuan. Mereka hanya dianugerahi 1 elemen yang menjadi bakat mereka. Tapi jika mereka mau, mereka bisa mengendalikan sebagian kecil dari seluruh elemen lainnya. Itulah yang akan diajarkan di sekolah ini nanti." Jelas Mr. Dat
"Apakah ada kaum Recht yang bisa mengendalikan seluruh elemen tanpa cacat cela?" Tanya Lucianna lagi.
"Menurut legenda, hanya ada 2 orang dari 10 juta kaum Recht yang benar-benar bisa menguasai semua elemen sekaligus, seolah-olah... dunia takluk pada mereka." Ujar Mr. Dat dengan nada misterius.
"Tapi... itu berarti hanya ada 2 orang dari tiap generasi Recht yang..." ucapan Lucianna terpotong.
"Yang benar-benar layak menjadi seorang Dichornia." Kali ini Mr. Dat menggunakan wujud aslinya. Tersenyum lembut ke arah Lucianna.
Lucianna mengangguk, kemudian berpamitan dengan Mr. Dat, kemudian akhirnya berlalu dari tempat itu.
"Reanault, Lunaria, syukurlah dia tumbuh dengan sangat baik. Aku yakin dan percaya bahwa dialah orangnya." Ujar Mr. Dat lirih, sebelum akhirnya berubah wujud kembali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Magtera Roranta
FantasyPlanet Zenara, dimana semua penghuninya yang berasal dari 4 suku yang berbeda. Hidup berdampingan dengan damai. Sampai suatu hari, perang terjadi. WARNING : CERITANYA SUPER-DUPER PANJANG Lucianna White, seorang gadis yang mencintai perdamaian semenj...