34 - Tempat Rahasia

894 86 2
                                    

"Aku sudah melakukan semua hal yang mampu kulakukan."
"Sekarang saatnya menunggu 'benda itu' melakukan tugasnya."
"Yang Mulia..."

※※※

"Kriinnggg!!"

Bel tanda istirahat sudah berbunyi. Kegaduhan mulai terdengar dari luar ruang kesehatan. Para siswa berhamburan keluar secepat yang mereka bisa menuju Gynxeteria. Tapi baik Rucarion maupun Lucianna tetap bergeming.

"Rucarion, apa kau tidak lapar? Kenapa kau tidak pergi ke Gynxeteria?" Tanya Lucianna hati-hati. Terutama karena Rucarion yang baru saja pulih dari aktivitas 'meracau'-nya tadi.

"Kalau aku pergi lagi, mungkin kau akan mati nanti." Ujar Rucarion dengan tatapan merendahkan. "Tidak apa, aku yakin nanti akan ada yang datang membawa mukjizat." Sambungnya dengan santai. Sementara Lucianna hanya menatapnya bingung.

"Mau bagaimanapun anggapanmu terhadap monster itu, aku tetap akan memperingatkanmu. Dan benda ini, kusita." Ujar Rucarion tegas sambil memasukkan liontin biru Lucianna ke dalam saku vest miliknya.

Lucianna menatap liontin barunya yang sudah diambil oleh pemuda itu dengan tatapan nanar. "Padahal Mr. Dat bilang padaku bahwa kalung itu akan sangat berguna untukku di akademi ini." Ujarnya lesu.

Rucarion menaikkan sebelah alisnya, kemudian raut wajahnya berubah kesal. "Apa yang monster itu katakan padamu mengenai benda ini?" Tanya pemuda itu dengan tatapan tajam.

Lucianna mencoba mengingat efek yang dikatakan Mr. Dat sesaat setelah dia memberikan liontin itu padanya. "Beliau bilang bahwa kristal ini bisa menambah akurasi, damage dan kemampuan defense-ku. Intinya membuatku menjadi lebih kuat." Ujarnya dengan polos.

Rucarion mengerinyitkan dahinya. Namun dalam hatinya tetap dipenuhi oleh rasa curiga dan waspada. Entah apa yang telah terjadi hingga Rucarion sebenci ini pada satyr  tua itu.

"Apapun itu, hentikan. Bayangkan jika memang benda ini meningkatkan kemampuanmu sampai seperti itu, dan kau sedang mengalami kondisi emosi yang tidak baik. Kau bisa saja semakin memperbesar peluang terbunuh oleh kekuatanmu itu sendiri!" Jelas Rucarion panjang lebar.

Lucianna memiringkan kepalanya mencoba mencerna makna yang ingin disampaikan oleh Rucarion.

"Tuan Greene... Kau ini sebenarnya betul-betul peduli padaku... atau hanya marah karena aku menerima barang dari orang yang kau benci? Dan kenapa begitu?" Pertanyaan sederhana Lucianna membuat Rucarion sendiri terdiam mendengarnya.

Rucarion menggaruk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal, "Benar juga... kenapa aku peduli sampai seperti ini padanya?" Batin pemuda itu dalam hatinya. "Entahlah... aku sendiri tidak mengerti." Ujarnya sambil mengangkat bahunya.

"Brak!"

Pintu ruang kesehatan dibuka dengan kasar. Dan di balik pintu itu tampak sosok Irene dan Xavier bersama seorang gadis berkacamata berambut pendek, anak laki-laki berambut jabrik, dan pemuda berkacamata dengan rambut belah samping.

"Rose? Justin? Kak Mark?" Ujar Lucianna ceria. Tiga sekawan itu segera menyerbu tempat Lucianna berada saat itu. Dan melontarkan berbagai macam pertanyaan padanya.

"Lucyy!! Apa yang terjadi? Kak Greene melukaimu?!" Heboh gadis kecil bernama Roseanne Parkson, Air Bender yang memiliki notabene sebagai teman sekamar Lucianna.

"Rose, jangan khawatir, aku baik-baik saja... dan seingatku Greene yang membawaku ke sini. Dia menyelamatkanku." Ujar Lucianna menunjuk ke arah Rucarion yang seharusnya berada di sana. Tapi di sampingnya sudah tidak ada siapa-siapa.

"Greene kau bilang? Kemana dia?" Tanya Xavier yang sedari tadi berdiri di samping Irene.

Mark mengangguk. "Iya, di mana bocah tengil satu itu? Kuharap dia tidak lupa sudah memintaku membelikan dua buah sandwich untuknya." Ujar sang penyandang gelar ketua OSIS Gynx Academy itu.

Xavier membalikkan badannya, memutuskan untuk mencari Rucarion. "Aku akan mencarinya. Kalian tunggulah di sini." Ujarnya sambil berniat melangkah pergi.

Tanpa diketahui, Irene menarik ujung lengan Xavier dan menggelengkan kepalanya. Walau sulit dimengerti, Xavier paham bahwa Irene hanya bertingkah seperti itu ketika dia mengetahui sesuatu yang harus dirahasiakan olehnya.

"Atau... mungkin tidak usah?" Ujar Xavier memastikan analisanya. Dia tahu bahwa tempat yang dikelilingi orang-orang asing seperti ini, Irene enggan menggunakan telepatinya. Irene mengangguk sambil tersenyum mendengar keputusan Xavier.

※※※

Rucarion berlari secepat yang dia bisa menembus hutan Gynx Academy yang terkenal dengan keangkeran dan kelebatannya. Membuat tidak ada siswa yang mau mendekati apalagi memasuki hutan ini. Di mana hal itu berubah menjadi sebuah kesempatan yang baik bagi Rucarion untuk melakukan sesuatu yang rahasia di dalamnya.

Tibalah pemuda itu di tepi danau tempat dia melemparkan Lucianna ke sana. Tempat mereka mengulangi perkenalan diri mereka secara baik-baik. Dan tempat Rucarion menjelaskan mengenai kebenciannya dengan Mr. Dat.

"Kerindangan dan keangkeran hutan ini kelihatannya hanya berupa wujud proteksi dari keindahan bagian dalam hutan ini yang sebenarnya." Batin Rucarion menyadari bahwa bagian dalam hutan Gynx Academy yang sebenarnya sangat-teramat indah.

"Dan juga wujud proteksi yang sempurna bagi tempat rahasia milikku." Ujarnya lirih sambil meraba-raba akar dari pohon terbesar di tepi danau itu. Kemudian menarik tali tersembunyi yang disembunyikannya di sana.

Seketika jatuhlah tangga tali dari bagian atas pohon terbesar, tertinggi, terkokoh, terindang dan terindah itu. Dengan cekatan Rucarion menaiki tangga tali itu menuju bagian tertinggi dan tersembunyi dari pohon itu.

"Tidak ada yang menyangka di atas batang tinggi pepohonan dan di bawah dedaunan yang lebat ini bisa ada sebuah pondok kecil tersembunyi yang indah dan nyaman untuk ditinggali." Ujar Rucarion membuka pintu pondok kecil itu dan menutupnya kembali.

Dengan hati-hati pemuda dengan surai merah-putih itu merogoh sakunya dan mengeluarkan liontin kristal biru yang diberikan oleh Mr. Dat kepada Lucianna, dan meletakkannya di atas meja kayu di ruang tengah. Sementara dirinya mencari buku panduan mengenai objek sihir.

Dan sesuai dugaannya sejak awal, liontin itu tidak terdaftar sebagai benda berkekuatan magis seperti yang selama ini dilihatnya di dalam buku itu. Apalagi sampai menambah kemampuan pemakainya. Terkesan sangat tidak mungkin.

Rucarion menutup buku itu dan melihat ke arah jam dinding. Dia masih punya banyak waktu sebelum kembali. Pemuda itu mengambil liontin biru milik Lucianna dan mengamat-amatinya sejenak.

"Jika benda ini benar hanya aksesoris biasa, kenapa aku bisa merasa sangat familiar dengan auranya?" Batin Rucarion dalam hati.

"Ditambah lagi, perasaan aneh apa itu tadi? Gadis gila itu pasti mengira aku meracau tadi..." lanjutnya sambil mengacak rambutnya yang mengembang dan berantakan dengan frustrasi.

Mata odd-eye milik Rucarion kembali menatap liontin kristal itu. Sekali lagi dia merasakan adanya berbagai macam gejolak perasaan aneh dalam dirinya. Bahwa dia pernah, bahkan sangat pernah merasakan hal seperti itu sebelumnya. Terutama bahan dari liontin itu sangat familiar baginya.

Tapi apa itu?

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang