4 - Gynx Academy

1.5K 128 7
                                    

Tibalah Lucianna di ujung perbatasan. Hanya suku asli Recht yang mengetahui lokasi asli perbatasan ini. Sehingga para Dionam tidak bisa menemukan mereka. Lucianna menghela napas berat. Dia harus melakukan ini, pikirnya.

Selangkah demi selangkah, perlahan namun pasti, Lucianna melewati perbatasan tersebut. Sampailah dia di sebuah hutan, di wilayah suku Dionam.

"Ream Forest... kejadian itu..." batin Lucianna tersenyum miris, kemudian kembali melanjutkan perjalanannya. Mencari halte bus terdekat. Hanya itu satu-satunya cara untuk mencapai Gynx Academy.

Lucianna menemukan halte bus yang sudah cukup tua. Memang daerah sekitar sini cukup sepi. Lucianna saat ini sedang berada di sebuah kota terpencil suku Dionam, Kota Harz. Untuk mencapai Gynx Academy, Lucianna harus pergi ke desa paling terpencil di kota itu.

Lucianna menunggu beberapa lama, hingga akhirnya bus yang dia tumpangi datang juga. Tanpa pikir panjang, Lucianna melompat naik ke bus itu.

"Pak, tolong antar saya ke desa paling terpencil di kota ini." Ujar Lucianna ramah.

"Oh, Desa Berx? Baiklah... tapi, kalau boleh tahu... kenapa nona ingin pergi ke sana?" Tanya supir bus tersebut keheranan. Melihat bahwa Lucianna yang masih muda dan cantik ingin pergi ke tempat yang paling terpencil di sana.

"Ah, saya... hanya ingin mengunjungi keluarga saya di sana." Ujar Lucianna berbohong. Dan untungnya supir bus tersebut percaya, dan bersedia mengantarkan Lucianna ke Desa Berx.

Sepanjang perjalanan, Lucianna menatap ke luar jendela. Memandangi pemandangan yang menakjubkan yang dimiliki oleh para Dionam. Bahkan bisa dibilang, tanpa sihir, Dionam bisa membangun dunia yang sedemikian indahnya.

"Mereka punya dunia yang indah, dan orang-orangnya juga ramah... tapi, kenapa mereka membenci kami? Apa salah kami pada kalian, Dionam?" Batin Lucianna dalam hati.

Selang beberapa lama, Lucianna akhirnya tiba di tujuannya, Kota Berx. Lucianna mengucapkan terima kasih dan membayar kepada supir bus yang baik hati itu. Kemudian berjalan ke dalam desa. Tapi sebenarnya, sesampainya di desa, Lucianna langsung masuk ke hutan sekitarnya. Untuk mencari lokasi barrier suku Recht.

Mungkin kalian mengira bahwa tanpa melewati perbatasan sekalipun, Lucianna tetap bisa sampai di Gynx Academy. Tapi kalian perlu tahu bahwa barrier suku Recht di Kota Aphrone itu terputus-putus. Sehingga tidak ada jalan tembus yang langsung menuju lokasi Gynx Academy berada. Akademi itu berada di wilayah khusus kaum Recht yang sangat terpencil dan dikhususkan.

Akhirnya Lucianna berhasil menemukan barrier itu. Terima kasih kepada kemampuan khusus setiap Recht untuk mendeteksi keberadaan barrier milik kaum mereka sendiri.

Tidak jauh dari tempat Lucianna berdiri saat ini, terdapat satu bangunan yang sangat besar, megah, berat, namun terbuka. Sehingga Lucianna bisa melihat dengan jelas apa yang terjadi di sana.

Sekilas bangunan itu terlihat seperti monumen kuno milik Suku Dionam. Namun jika diperhatikan lebih lagi, tempat itu adalah tempat latihan untuk para Dionam. Lucianna bisa melihat para Dionam yang sedang berlatih tombak, pedang, panah, dan banyak lagi senjata berat lainnya.

"Kejadian itu... kembali berputar di kepalaku. Kenapa? Kenapa kalian... melakukan hal itu?" Ujar Lucianna dengan suara bergetar. Kemudian segera memasuki barriernya.

"Sriing"

Ketika membuka matanya, Lucianna disambut dengan sebuah bangunan yang sangat indah dan megah, sementara di sekelilingnya terasa sangat luas, asri, dan nyaman. Mata biru Lucianna terbelalak melihat keindahan dan kemegahan seperti ini, yang belum pernah dilihatnya.

"Siapa kau, anak muda?" Sebuah sapaan yang terkesan kurang ramah menegur Lucianna.

"Na-nama saya Lucianna White, sa-saya anak baru di sini..." ujar Lucianna gugup. Melihat bahwa pria di hadapannya ini cukup sangar dan menyeramkan.

"Oh, anak baru segera berbaris di sana." Ujar pria itu sambil tersenyum lebar. Walau senyumannya bisa dibilang... erh, menyeramkan bagi Lucianna.

Lucianna membungkuk sambil berterima kasih, kemudian langsung berlari ke arah kumpulan murid-murid baru. Lucianna mengingat kembali perangai pria seram tadi. Topi berwarna biru gelap dengan rambut abu-abu-merah, seragam berwarna biru muda, celana panjang beserta sepatu berwarna hitam, dan sepasang... sayap merah?

Ketika Lucianna sudah berada di sana, Pintu gerbang terbuka. Dan murid-murid di sana langsung bergegas memasuki ruangan itu.

Lucianna menghitung jumlah murid baru di sana. Ada sekitar 10 orang, termasuk dirinya. Hanya saja, tidak ada seorangpun yang dikenalnya. Dan Lucianna-pun tidak terlalu peduli dengan hal itu.

Tiba-tiba entah dari mana, muncullah sesosok pria bertubuh mungil dengan sayap berwarna hijau dan rambut berwarna hitam-hijau. Dia mengenakan seragam yang cukup meyakinkan bahwa dia adalah salah satu guru di akademi ini.

"Salam, para murid baru!" Ujarnya lantang. Sontak semua murid baru membalas perkataannya.

"Kalian yang mendaftar ke sini, pastinya sangat hebat. Karena berhasil menembus perbatasan dan zona aman kalian." Ujarnya lagi.

"Perkenalkan, nama saya Bobbence Wilde. Panggil saja 'Mr. Wilde.' Saya adalah wakil kepala sekolah di Gynx Academy ini. Salam kenal!" Ujarnya lantang dan tenang.

"Sebelum kalian resmi memasuki akademi ini, izinkan saya memberitahukan beberapa syarat dan ketentuannya." Perkataan Mr. Wilde kali ini membuat nyali para siswa langsung menciut. Karena mereka tahu bahwa syarat sekolah elit seperti ini tidak akan mudah untuk dipatuhi.

"Pertama, kalian harus mengikuti 3 tes. Tes pengetahuan, tes fisik, dan tes sihir. Dan dari total hasil kalian nanti, akan menentukan tingkat tongkat sihir yang kalian miliki dan jenis seragam yang akan kalian kenakan. Tapi tenanglah, perlakuan dan fasilitas tidak akan dipengaruhi oleh nilai dan strata kalian semata." Jelas Mr. Wilde ramah

"Berarti tidak peduli kita berada di tingkat A, B, atau C, kita tetap akan mendapat fasilitas dan diperlakukan sama dengan yang lainnya?" Tanya seorang anak laki-laki.

"Ya, benar! Tapi bukan berarti kalian tidak berusaha... ingat, tingkat tongkat sihir kalian dipengaruhi oleh nilai kalian juga. Jadi, semangat!" Ujar Mr. Wilde sebelum menghilang pergi diantara dedaunan.

"Bersayap, dan rambutnya berwarna hitam-hijau... dan memunculkan dedaunan saat menghilang. 'Nature Bender' ya?" Batin Lucianna dalam hati. "Yah, menurutku elemen alam lebih kuat daripada semuanya... dan lagi, Mr. Wilde adalah Nature Bender pertama yang kutemui langsung."

Di sisi lain...

Penjaga yang menegur Lucianna tadi tampak murung menatap dirinya di depan cermin.

"Hmm, anak-anak itu semuanya takut padaku. Kenapa ya? Padahal aku sudah tersenyum untuk mereka..." gumamnya.

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang