21 - Masalah

1K 90 7
                                    

Irene berada di luar ruang kesehatan sekarang. Berniat kembali ke kelasnya, 11-Re tapi ada satu pemandangan yang menarik perhatiannya.

Terlihat seorang siswa bersurai merah-putih sedang berbicara dengan seorang guru, yang merupakan seekor Satyr. Tanpa perlu pikir panjang, Irene tahu bahwa mereka adalah Rucarion dan Mr. Dat.

Irene memutuskan untuk berjalan lebih dekat ke arah mereka. Dia berniat untuk memdengar pembicaraan mereka. Irene melakukan ini karena melihat ekspresi wajah Rucarion yang berapi-api menahan amarah.

"Kau monster! Harusnya kau bertanggung jawab dengan anak muridmu!!" Bentak Rucarion kepada Mr. Dat, sontak membuat Irene terkejut.

"Dengarkan aku, Tuan Greene! Hal ini hanyalah kecelakaan biasa saat ujian. Ini murni salah mereka yang tidak berhati-hati." Ujar Mr. Dat dengan raut wajah tenang.

Rucarion memberi senyuman yang terkesan menyindir makhluk di hadapannya ini. "Kau benar. Jika yang melukai mereka berdua adalah monster ujian. Tapi kali ini bukan monster ujian yang melukai mereka!" Geram Rucarion frustrasi. Kemudian segera berlalu dari tempat itu.

Irene terkejut. Mr. Dat adalah guru yang paling bijaksana menurutnya. Tapi kenapa dia terlihat seperti enggan bertanggung jawab atas Xavier dan Lucianna yang terluka? Tanpa pikir panjang, Irene pergi menyusul Rucarion.

※※※

Mr. Dat beranjak dari tempatnya saat itu, dan melangkahkan kakinya menuju ruang kesehatan. Terlihat Xavier dan Lucianna yang masih terbaring lemah di sana.

"Bagaimana kabar kalian?" Tanya Mr. Dat dengan sebuah senyum miris. Lucianna memaksakan dirinya untuk tersenyum sambil mengangguk, begitu pula Xavier. Mereka masih kekurangan energi.

Mr. Dat mendekati tempat tidur mereka, dan duduk di antara mereka. "Apa yang terjadi tadi? Saat ujian." Tanya Mr. Dat lembut kepada mereka berdua.

Lucianna menjelaskan bahwa mereka bertemu dengan penjahat dari organisasi tertentu. Dan berniat untuk mencelakakan mereka. Tapi Lucianna tidak menceritakan apapun mengenai bakat khusus miliknya.

Mr. Dat membelai lembut kepala Lucianna. "Kalian tidak apa-apa?" Lucianna tersenyum, "Tidak apa-apa. Kami berdua baik-baik saja." Diikuti dengan acungan jempol dari Xavier.

Mr. Dat mengeluarkan sebuah kalung, kalung sederhana dengan tali benang berwarna hitam dan kristal berwarna biru sebagai liontin. Mr. Dat memasangkan benda itu di leher Lucianna.

"Benda itu akan menjagamu." Ujar Mr. Dat sambil tersenyum. "Dia akan menambah akurasi dan damage elemen yang kau kendalikan. Juga menambah skill defense-mu.

Mata Lucianna berbinar-binar melihat kalung itu. Walau sederhana, tapi indah. Belum lagi efek dari kalung itu yang membuatnya lebih kuat.

Lucianna berterima kasih kepada Mr. Dat dan memakai kalung itu. Yang dikatakan, dapat menjaga Lucianna. Mr. Dat tersenyum senang ketika Lucianna mau menerima hadiah darinya.

"Jadi, Xavier dan Lucianna... coba ceritakan, apa yang membuat kalian menjadi seperti ini?" Ujar Mr. Dat membuka pembicaraan, tanpa menghilangkan senyum lembut miliknya.

※※※

Irene mengejar Rucarion dengan susah payah. Akhirnya Rucarion mau berhenti setelah yakin bahwa Irene-lah yang mengejarnya.

Irene sangat bersyukur karena Rucarion mau berhenti. Dengan napas tersengal, dia mencoba untuk mensejajarkan langkahnya dengan pemuda angkuh itu.

"Kau harusnya sudah tahu. Aku benci diikuti." Ujar Rucarion dingin, sangat dingin. Irene hanya tersenyum miris mendengarnya. Kata-kata Rucarion masih seperti biasanya. Dingin dan kasar.

"Apa yang kau inginkan sekarang?" Tanya Rucarion tanpa mengubah nada bicaranya. Irene yang akhirnya berhasil mensejajarkan langkah mereka melemparkan senyuman aneh kepadanya.

"Apa yang kau bicarakan dengan Mr. Dat tadi?" Ujar Irene membuka pembicaraan. Raut wajah Rucarion tidak tampak senang sama sekali. Malah menatap Irene dengan sinis.

"Bukan urusanmu." Ujar Rucarion dingin dan tajam. "Berhentilah ikut campur dalam segala urusanku, Irene. Kau tahu aku paling benci dengan sikapmu itu." Sambungnya dingin.

"Kau mau terus memaksaku untuk menjauhimu?" Tanya Irene dengan nada lesu dan wajah sendu. Tapi Rucarion tidak memperdulikan gadis itu.

"Ya, sampai kau bisa menyadari bahwa kau adalah gadis yang sangat bodoh." Ujar Rucarion sembari beranjak dari tempat itu. Berniat meninggalkan Irene sendirian di lorong itu.

Irene menggigit bibir bawahnya, mencoba menahan rasa sakit yang dia terima. Mulut Rucarion memang sangat pedas dan tajam jika sudah menyangkut kata-kata. Irene tidak bisa menyangkal hal itu.

"Rion..." ujar Irene tepat sebelum Rucarion benar-benar meninggalkannya sendirian di lorong itu. Mendengar telepatinya, Rucarion berhenti sejenak. Menunggu gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

"Aku tidak pernah merasa... bahwa perasaanku padamu itu hal yang bodoh." Ujar Irene lirih. Rucarion menghela napasnya pelan.

Tanpa berbalik badan, pemuda itu tertawa keras. Namun tampak sekali bahwa tawa itu adalah tawa mengejek yang dibuat-buat.

"Jangan melucu di hadapanku!" Bentak Rucarion keras. "Kau gadis terkonyol dan terbodoh yang pernah kutemui." Ujar Rucarion ketus, seketus yang dia bisa.

"Selamat tinggal." Ujar Rucarion sebelum benar-benar meninggalkan gadis itu sendirian di sana.

"Aku... tidak melucu sama sekali. Aku menyukaimu, Rucarion. Dan aku tidak akan menyerah soal itu."

Magtera RorantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang