"Yang mulia! Mereka akan menghancurkan kuncinya!"
"Sudah kukatakan, jangan cemas."
※※※
Di dalam rumah pohon tersembunyi di kawasan hutan Gynx Academy, dua Recht sedang duduk berhadapan dengan mangkuk batu yang di dalamnya berisikan sebuah liontin berwarna biru.
"Kau mau menumbuknya?" tanya seorang gadis bersurai hitam-biru sambil terus menatap liontin miliknya, yang sebentar lagi akan dihancurkan.
"Ya, kubakar dulu," ujar pemuda bersurai merah-putih sambil mengarahkan tongkat sihirnya ke arah batu itu, dan memunculkan sebuah api berwarna biru.
Lucianna, nama gadis itu, menatap glauzura yang perlahan-lahan melembut. Setelah dirasa cukup, pemuda fire bender itu mematikan apinya dan mengambil alat untuk menumbuk batu yang merupakan kunci dari segel kekuatan partner barunya.
Rucarion, nama pemuda itu, mulai menumbuk liontin di dalam mangkuk itu. Sekali tumbukan, dua kali, tiga kali, tidak ada perubahan. Rucarion akhirnya memutuskan untuk menambah kekuatannya.
"Prak!"
Tumbukan yang terakhir berhasil menghancurkan glauzura menjadi butiran-butiran halus berwarna biru terang. Rucarion tersenyum puas, sementara Lucianna tersenyum lega.
Tapi beberapa detik kemudian debu glauzura yang sudah dihancurkan itu memancarkan cahaya biru yang menyilaukan, dan entah bagaimana, angin kencang masuk ke dalam rumah pohon itu dan meniup debu yang bersinar itu ke arah Lucianna. Gadis itu panik, tetapi tidak bisa melawan. Setelah beberapa lama berputar mengelelilinginya, debu bercahaya itu menyatu dengan Lucianna.
Rucarion terbelalak menyaksikan hal yang baru saja terjadi. Setelah debu glauzura menyatu dengan gadis itu, Rucarion sadar bahwa tujuan dibuatnya kunci itu adalah untuk membuka segel. Dengan kata lain, segel pada kekuatan Lucianna sudah terbuka.
Lucianna menatap tidak percaya ke arah kedua tangannya. "Hei... Rucarion, aku... merasakan gejolak kekuatan yang luar biasa.... Apakah ini... normal?" tanya gadis itu ragu-ragu.
Rucarion menatap ngeri pada gadis di hadapannya. Lucianna yang menyadari hal itu mengubah ekspresinya. Dia tidak lagi ragu, tetapi terkejut dalam ketakutan.
"Apa aku... akan mati?" tanya gadis itu dengan raut wajah sedih.
Rucarion menunduk, tidak berani menatap gadis biru di hadapannya. Lucianna tersenyum miris membayangkan dirinya yang terlalu kuat hingga bisa membunuh dirinya sendiri.
"Rucarion... aku-" ucapan gadis itu terpotong oleh Rucarion yang mendadak menatapnya tajam.
"Tidak," sepatah kata keluar dari mulut sang pemuda. "Kau tidak akan mati," ujarnya. "Tidak selama kau bisa mengontrol emosimu."
Mata Lucianna mulai berkaca-kaca, tapi dengan cepat dia menyembunyikan hal itu. Rucarion yang menyadari hal itu semakin merasa bersalah.
"Maaf," lirih pemuda itu. "Maafkan aku..." lanjutnya sambil tetap menunduk. Tidak berani menatap gadis muda di hadapannya. "Seharusnya aku tidak menghancurkannya seperti ini. Seharusnya dari awal kutenggelamkan saja benda ini di dasar danau."
Lucianna berniat untuk menenangkan pemuda arogan di hadapannya saat ini, tetapi tangannya tidak bisa menjangkau apa yang ingin dia jangkau. "Ini bukan salahmu, pangeran palsu..." ujar gadis itu sambil tersenyum miris. "Ini sudah takdirku, kau tidak perlu merasa bersalah."
Rucarion mengangkat kepalanya, menatap Recht yang tersenyum lembut di hadapannya saat ini. Sedikit membuang muka, pemuda itu mendesah pelan. "Kau tidak akan mati, tidak akan kubiarkan kau mati begitu saja."
Lucianna tersenyum kecut, kemudian beranjak dan membuka halaman buku yang sedari tadi dibawanya. Gadis itu mengeluarkan secarik kertas yang diselipkannya ke dalam buku semalam, dan menunjukkannya pada Rucarion.
"Jika ini memang buku aslinya, aku menemukan guratan-guratan aneh di sampul buku ini. Diukir dengan sangat hati-hati, hingga aku sulit menyadari bahwa itu adalah aksara Zena," ujar Lucianna sambil menunjukkan kertas coretannya.
Rucarion memicingkan matanya, berusaha menerjemahkan aksara yang tertulis di kertas itu. "Magtera roranta?" tanya pemuda itu kemudian. Lucianna hanya bisa mengangguk.
"Kau tidak salah menerjemahkan?" tanya Rucarion sambil memperbaiki posisi duduknya, dan mengambil kertas itu dari tangan Lucianna. Sementara gadis itu hanya menggeleng.
"Aku belum pernah mendengar frasa ini..." ujar Rucarion sambil berpikir. "Jika memang ini buku asli, berarti memang ada pihak yang mengukir huruf-huruf ini di sini."
Lucianna memiringkan kepalanya, "Maksudmu pengarangnya?" tanya gadis itu kebingungan. Pertanyaannya terjawab dengan sebuah anggukan dari Rucarion.
"Magtera roranta," ujar Rucarion dengan helaan napas. "Tampaknya kita perlu membongkar kamus aksara di perpustakaan nanti," lanjut pemuda itu sambil menutup bukunya, dan beranjak dari kursinya.
Lucianna terkejut dengan Rucarion yang mendadak berdiri dari sofanya. "Rucarion, kau mau ke mana?" tanya gadis itu spontan ikut berdiri.
"Perpustakaan, ayo cepat," beberapa patah kata keluar dari mulut sang pemuda, membuat Lucianna keheranan. Tapi tanpa banyak bicara, gadis itu mengangguk dan mengikuti fire bender di depannya.
Rucarion melemparkan tangga tali ke bawah dan turun dengan itu, sementara Lucianna turun dengan mantra levitasi. Hal itu masih membuat Lucianna heran. Kenapa sang pangeran palsu harus turun dengan tangga?
Setelah sampai di bawah, Rucarion mengembalikan tangga tali itu ke tempatnya. Kemudian mereka berjalan ke arah gedung akademi, di mana perpustakaan terbesar di Gynx Academy berada.
※※※
Di suatu tempat, di sebuah ruangan dengan pencahayaan kurang. Sebuah bola kristal tidak lelah memancarkan sinar, cukup untuk membuat ruangan gelap itu remang-remang.
"Yang mulia! Segel anak itu sudah lepas!" ujar sebuah suara berat. Wujud dari pemiliknya tidak dapat diketahui, karena pencahayaan ruangan yang tidak begitu baik.
Sebuah sosok yang dipanggil 'Yang mulia' tampak diselimuti oleh kabut tebal yang bercahaya. Sosok yang memberi kesan anggun, tapi tidak ada yang bisa melihatnya dengan jelas dari balik kabut tebal bercahaya itu.
"Saat ini, takdir yang kuukir pada roda kehidupan mereka sudah mulai berputar," sebuah suara menggema. Jika kau dengar dengan baik, gema suara itu terdengar lembut dan merdu. Persis seperti suara seorang peri baik hati dalam dongeng.
"Apa rencanamu selanjutnya, Yang mulia?" tanya suara berat itu lagi.
"Biarlah rencanaku selanjutnya menjadi rencanaku," balas gema suara lembut itu. "Saat ini, tugasmu adalah melindungi dua Dichornia itu."
Sosok pemilik suara berat itu membungkuk hormat pada tabir kabut yang berada jauh di depannya. "Baik, Yang mulia," ujarnya sambil segera berlalu.
Setelah pemilik suara berat itu meninggalkan ruangan, sosok tabir kabut itu mulai melayang-layang di sekeliling ruangan yang terbilang cukup luas itu.
"Dan kau," gema suara itu mendadak muncul kembali. "Kau yang terpilih, karena tidak binasa seutuhnya dalam ujian Nymph."
"Nymph menyukai dirimu yang diberkati, cerdik, dan gigih, oleh karena itulah dia membiarkanmu hidup," gema suara itu berlanjut, tanpa adanya balasan.
"Jaga dua Dichornia itu dengan nyawamu,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Magtera Roranta
FantasyPlanet Zenara, dimana semua penghuninya yang berasal dari 4 suku yang berbeda. Hidup berdampingan dengan damai. Sampai suatu hari, perang terjadi. WARNING : CERITANYA SUPER-DUPER PANJANG Lucianna White, seorang gadis yang mencintai perdamaian semenj...