"Menurutmu apa yang akan terjadi?"
Sebuah mobil sedan berisi dua orang muda-mudi sedang melesat cepat menembus dinginnya malam dibulan November. Alunan musik Jazz mengalun lembut memenuhi mobil sedan keluaran terbaru itu. Menciptakan nuansa tenang dalam mobil.
"Ledakan supermassive," jawab seorang gadis bersurai emas yang terduduk manis di bangku penumpang sembari sesekali melihat ponsel miliknya, "yang menimbulkan parallel waktu?"
Laki-laki di sebelah gadis itu tertawa. "Kau seperti Bu Nella," ucapnya sembari sesekali melirik gadis disebelahnya dan kembali menatap kedepan. Sedangkan gadis yang dilirik menatap balik dengan mata menyipit.
"Aku lebih cantik," timpal gadis itu.
Ia tidak ingin disamakan dengan guru fisika yang selalu memasang muka tidak enak dipandang.
Setelah beberapa saat mereka terdiam, mobil sedannya kini memasuki sebuah perkarangan rumah besar. Rumah biru dengan sebuah bendera Negara tergantung didepannya sebagai penyambutan. Sedangkan sebuah lampu sorot terlihat bergerak-gerak menerangi bagian belakang rumah yang kini terlihat jelas dari perkarangan depan. Sebuah lagu mengalun keras hingga terdengar jelas di perkarangan depan.
Hal itu membuat gadis bersurai emas yang asik memainkan ponsel sendari tadi terlonjak tegak dengan melihat keluar jendela. "Apa yang kita lakukan disini?" ucapnya dengan menatap garang laki-laki yang sudah mematikan mesin mobilnya.
"Berpesta, apalagi?" jawab laki-laki itu malas. Ia membuka sabuk pengaman dan bersiap keluar sebelum berkata, "apa yang kau tunggu?" katanya menaikkan alisnya, "ayo!" lalu dengan cepat membuka pintu dan turun.
"Robert!" Gadis itu terburu-buru melepaskan sabuk pengaman dan meluncur keluar dari mobil. "Hei!" teriaknya.
Gadis itu berlari dan mensejajarkan langkah dirinya dengan Robert. Sesuatu yang membuatnya susah karena Robert memiliki kaki yang sangat panjang, sedangkan miliknya terbilang pendek.
"Aku butuh berpesta, S," kata Robert setelah Sonya dapat mensejajarkan langkahnya dengan Robert.
"Bahkan aku belum berkata Ya," ucap Sonya yang kini telah memperlambat langkahnya mengikuti langkah Robert yang melambat.
Robert menoleh dan tersenyum lebar, terlalu lebar untuk Sonya katakan sebagai sebuah senyuman, karena setelahnya ia tahu tugasnya dipesta ini. "Kau hanya perlu mengantarku pulang nanti."
Dan setelah percakapan singkat mereka, Robert dan Sonya berpisah untuk urusan masing-masing. Robert yang sudah pasti Sonya ketahui memiliki urusan dengan pestanya dan dia sendiri akan langsung menghindar.
Jadi, dengan santainya ia melenggang ke belakang rumah, melewati kolam renang yang sudah penuh dengan orang-orang gila -karena menurutnya mana ada yang mau berenang malam hari dimusim dingin seperti ini?- dan berakhir di kursi depan konter dapur. Itu adalah tempat teraman, paling tidak untuk saat ini.
Saat datang, hanya ada dua orang di depan lemari pendingin yang sedang bercumbu dan Sonya bahkan tidak peduli dengan terus memainkan ponsel miliknya. Hingga sekitar setengah jam, seseorang mengintrupsi;
"Kau kesini hanya untuk bermain dengan ponsel-sial mu itu?"
Itu suara Peter. Sonya sangat mengingatnya. Ia berdiri di depan lemari pendingin dimana dua sejoli tadi berada. Peter adalah kekasih Sue, teman satu kelompok Biologi nya. Sonya selalu bertemu dengan Peter saat pelajaran biologi telah usai. Sue pemilih yang cermat, ia memilih Peter dari banyak laki-laki yang menembaknya.
"Hai," jawab Sonya setengah kaget, "ya .. um, mana Sue?"
Peter memiliki warna mata terindah yang pernah Sonya lihat. Biru langit dengan gradasi hijau bercampur madu yang membuat irisnya tampak memiliki cincin yang melingkar. Rambut sewarna tembaga yang terlihat begitu lembut. Ia adalah pemain rugby terbaik setelah Robert, dan pemenang olimpiade sains tahun lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Parallel
FantasyAkibat kecelakaan yang menimpa dirinya, Sonya terbangun di tahun 1540 sebagai Elisabeth de Poitiers yang terikat pernikahan dengan Francis de Montmorency. Lalu apa yang harus Sonya lakukan? ===========================================================...