***
Matahari menyembul dari peraduannya. Membuka sepotong bagian baru dari hidup para manusia di dunia. Sebuah cahaya kuning keemasan mulai menyinari kota New York. Aktivitas pun dimulai. Suara kendaraan dimana-mana, dihiasi suara-suara manusia yang sedang berlalu lalang.
Di salah satu jalan di tengah kota, Anne sedang berjalan sambil menggendong tas sekolahnya. Kakinya sibuk menapaki jalan. Beberapa blok dilewati. Namun, tiba-tiba kaki Anne berhenti di depan sebuah rumah. Rumah bercat putih yang sudah tak asing lagi dimatanya. Anne hanya menunggu dan menatap rumah tersebut tanpa melakukan apa-apa. Sedetik kemudian, pintu terbuka. Tubuh tinggi milik Ray melangkah keluar lalu menghampiri Anne.
"Ayo jalan." Ajak Ray penuh senyum.
Anne mengangguk membalas perkataan Ray. Mereka berdua mulai melangkah menuju ke sekolah. Di jalan, mereka berdua sibuk berebut giliran berceloteh. Entah apa yang dicelotehkan sampai bosan pun tak mengganggu.
15 menit kemudian...
Langkah-langkah kaki mereka yang tadinya di jalan, kini sudah berada di koridor. Mereka berdua masih berjalan beriringan dan kemudian berhenti di depan loker masing-masing. Keadaan sekolah disana halnya seperti sekolah pada umunya. Di koridor ada siswa-siswi yang sibuk berlalu-lalang. Mereka semua diklarifikasikan dari penampilan mereka. Yang berkacamata dikelompokkan sebagai siswa atau siswi jenius, yang terlihat tampak rapi dan tak banyak bicara dikelompokkan sebagai siswa atau siswi biasa saja, tapi yang berpenampilan hot dan terlihat begitu mempesona, mereka dikelompokkan sebagai siswa atau siswi dengan popularitas yang tinggi di sekolah atau mereka yang dikenal oleh semua orang yang ada di sekolah.
Ray memang dingin dan pendiam namun ketampanannya tak dapat ditutupi. Lantas, hal itu membuat dirinya begitu terkenal di sekolahnya dan membuat dirinya memiliki banyak penggemar di sekolah, terutama para siswi. Namun sifat Ray cenderung dingin di depan orang banyak. Hal itu berlaku. Benar saja, Ray kini berwajah datar dan dingin. Ia akan menjawab sedanya jika ditanya. Itupun jika yang ditanya adalah hal-hal penting. Sifatnya tak jauh berbeda dengan Anne. Hanya saja Anne cenderung ke pendiam dan mudah senyum.
Bel berbunyi, tanda pelajaran akan dimulai. Ray dan Anne beralih dari loker menuju ke kelas. Mereka berdua masih setia berjalan beriringan karena kelas mereka sama. Setiba mereka di kelas, mereka berdua langsung mengambil tempat duduk. Anne duduk pada kursi kedua dari depan dan baris keempat dari pintu. Dirinya bersampingan dengan tembok. Sedangkan Ray, dia duduk tepat sebelah kanan Anne. Tak lama kemudian, pelajaran pun dimulai.
Seorang guru memasuki kelas. Dari wajahnya, dapat ditebak bahwa usia guru itu berkisar sekitar 35 tahun keatas. Ketika memasuki kelas, sang guru itu memperkenalkan nama. Rupanya ia baru pertama kali mengajar di kelas Anne. Maklum, ini minggu pertama masuk sekolah. Guru itupun mulai melancarkan aksi memperkenalkan dirinya.
"Selamat pagi." ucapnya ramah
"Selamat pagi Bu..." Jawab anak-anak serempak.
"Baiklah, sebelum kita belajar, aku akan memperkenalkan diriku. Namaku Sophie Darlenne. Aku yang akan mengajar kalian pada kelas kimia." Ucap Miss Sophie memperkenalkan namanya sekaligus dengan sistem belajar miliknya.
Anne dan Ray begitu memperhatikan Miss Sophie yang menjelaskan, yang lain pun begitu. Hanya saja sisanya entah sedang memikirkan apa.
Ketika Miss Sophie selesai memberikan penjelasan, kini Miss Sophie mulai memberikan tugas. Kemudian Miss Sophie melirik jam tangannya, dan beralih ke soal dua nomor di papan. Miss Sophie terlihat seperti sedang berpikir sebentar dan kemudian angkat bicara.
"Anak-anak, siapa yang dapat mengerjakan tugas dua nomor ini, maka dia akan pertama keluar, bahkan sebelum bel istirahat berbunyi." Tutur Miss Sophie.
Sebagian besar mata para murid di kelas itu membulat. Detik berikutnya bunyi-bunyian ala kesibukan kelas pun mulai terdengar. Kursi dimajukan, ujung pena ditekan, tutup pena dibuka, jari yang diketuk-ketukan di meja, dan sebagainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...