53 - Madness

459 21 0
                                    

Anne terbaring lemah di rumah sakit. Matanya belum kunjung terbuka. Namun, Anne terlihat begitu tenang saat dalam keadaan yang seperti ini.

Ray duduk di kursi di samping tempat Anne tidur. Ada Samuel di sampingnya namun mereka berdua tak berbicara satu sama lain sedari tadi. Mata sendu Ray tak lepas dari wajah Anne. Bodoh? Memang bodoh. Dia menyesali semua permainan ini. Sangat menyesali.

Ray disini sejak kemarin. Dia hanya pulang untuk mandi dan makan. Pikirannya terlalu penuh sekarang. Penuh dengan gadis yang tengah memejamkan mata di depannya.

Kepala Anne diperban. Ada luka besar di dahinya. Selain itu ada luka yang lumayan besar di kaki dan di tangan Anne juga.

Anne pucat. Gadis itu diduga kekurangan darah karena mereka baru menemukannya sejam kemudian. Dan itu juga karena lukanya cukup parah. Namun hal itu sudah ditangani dokter. Anne terbaring dengan selang oksigen di hidungnya dan berbagai alat-alat lainnya yang melekat di tubuhnya.

Ray masih duduk termenung. Kak Angie sedang menelpon di luar kamar. Pembicarannya panjang sekali.

Namun, saat Ray masih setia dalam keheningannya sendiri, seseorang mengetuk pintu ruangan. Ray menoleh menunggu orang tersebut masuk.

Tadinya Ray mengira kak Angie, namun Ray salah karena yang datang adalah Baige. "Selamat pagi." Ujar Baige kikuk pada Ray.

"Selamat pagi juga...." Ujar Ray menggantung. Detik berikutnya Ray menebak sesuatu. "Baige kan?" Tanya Ray. Baige hanya mengangguk sambil tersenyum kikuk.

Baige mengambil tempat di sisi lain tempat tidur Anne. "Kenapa Anne bisa sampai begini?" Baige mencoba memberanikan diri bertanya walaupun agak sangsi.

"Kecelakaan semalam. Nanti kau akan tahu ceritanya." Ujar Ray datar. Baige hanya mengangguk, kemudian menata buah-buahan belanjaannya dan biskuit di salah satu meja yang ada di situ.

Baige dan Ray sudah mulai hening kembali. Samuel yang melihat mereka kemudian terpikirkan sesuatu. "Tunggu sini. Aku akan kembali." Ujar Samuel.

Samuel lalu berlari secepat mungkin ke arah parkiran. Disana Samuel dengan cepat mengambil mobilnya dan mengendarainya dengan lumayan cepat menuju ke rumah Daniel.

Selama lima menit lebih berkendara, Samuel akhirnya tiba di rumah Daniel.  Setelah memarkirkan mobil, Samuel lalu lari cepat-cepat ke teras rumah.

Sesampainya di teras, Samuel lalu menekan bel rumah secara berulang-ulang kali. Ia sama seperti orang yang kesetanan.

Akhirnya seorang pelayan datang membuka pintu bagi Samuel. "Ada yang bisa saya bantu tuan?" Tanya si pelayan wanita paruh baya tersebut.

"Ada Daniel bu?" Tanya Samuel sopan.

Si pelayan tersebut tampak bingung, namun beberapa detik kemudian si pelayan kembali menjawab.

"Tuan Daniel ada, hanya saja tidak bisa ditemui sekarang." Jawab si pelayan dengan berat hati.

"Saya sahabatnya. Izinkan saya menemuinya. Saya bisa." Ujar Samuel.

Si pelayan yang sudah sering bertemu dengan Samuel lalu menyetujui saran Samuel. Dia membiarkan Samuel masuk.

Samuel masuk dengan cepat lalu lari menaiki tangga dan berhenti di depan kamar Daniel.

"Daniel, Daniel, buka pintunya." Ujar Samuel terburu-buru.

"Pergilah Sam, aku tak ingin diganggu aku masih ingin sendiri." Ujar Daniel dari dalam. Lelaki itu memang sedang frustasi menghubungi Baige.

"Cepat mandi sekarang." Ujar Samuel dari luar.

Adrianne [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang