47 - Fix

293 16 0
                                    

"Arrgghh." Daniel mencoba mengekpresikan kefrustasiannya saat ini.

"Kenapa telponku tak diangkat-angkat?!" Ujarnya pada dirinya sendiri sambil menghempaskan ponselnya ke sampingnya. Untungnya dia sekarang tengah berada di atas kasur. Jika tidak, maka ponselnya kini harus berakhir dengan malang.

Daniel tengah frustasi saat ini-bukan maksudnya dari kemarin semenjak dia pulang dari Samuel. Dia bertujuan untuk berkomunikasi lagi dengan Baige hari ini. Namun, ada sekitar 8 panggilan darinya yang harus berakhir dengan suara operator karena ponsel milik Baige nonaktif.

Ini masih jam 10 pagi. Setelah sarapan tadi Daniel memilih untuk bermalas-malasan di kasur. Tak ada yang menarik baginya hari ini. Pertandingan basket sudah usai, dan besok adalah pembagian hasil laporan pendidikan. Daniel lebih memilih untuk menyelesaikan masalah yang sedari kemarin stuck di kepalanya.

Kini satu lagi panggilan yang berakhir dengan suara operator. Daniel sudah sangat emosi. Frustasinya bertambah. Sudah berderet-deret pesan dikiriminya pada Baige. Namun sampai detik ini tak ada balasan untuknya.

Akhirnya daripada tambah frustasi, Daniel lalu menarik salah satu bantalnya untuk dipeluk. Baru saja Daniel memejamkan mata, tiba-tiba ponselnya bergetar.

Mata Daniel terbuka lebar. Lelaki itu lalu bergegas secepat mungkin mencari ponselnya yang tadi dilemparnya. Tak lama Daniel mencari, ponsel itu sudah ditemukannya.

Dengan semangat Daniel melihat nama si pemanggil. Namun, bukannya seperti yang Daniel harapkan, ternyata panggilan itu dari Samuel.

Tanpa berlama-lama Daniel mengangkat telpon itu. Wajahnya yang tadi penuh kebingungan dan kekecewaan kini berubah datar.

"Halo." Sapa Samuel duluan.

"Hm." Sahut Daniel datar.

"Kau dimana sekarang?" Tanya Samuel.

"Menara Eiffel." Jawab Daniel asal.

"Hah? Kau kenapa disana?" Tanya Samuel lagi setengah bingung.

"Jual baju." Jawab Daniel lebih asal lagi.

"Sejak kapan kau punya toko baju?" Tanya Samuel lagi.

"Sejak otakmu sudah tak berguna tolol."

Disana Samuel lalu menyengir tak jelas. "Maaf. Jawab dengan benar, kau dimana sekarang?" Tanya Samuel lagi.

"Rumah." Balas Daniel datar.

"Kau sudah mencoba menghubungi Baige?" Tanya Samuel.

"Iya tapi tidak diangkat." Jawab Daniel jujur.

Disana terdengar suara desahan dari Samuel. "Aku turut sedih. Coba lagi. Jangan menyerah. Mungkin kau akan berhasil." Ujar Samuel.

"Iya. Aku akan coba sebentar lagi. Semoga ponselnya Baige sudah aktif." Balas Daniel.

"Aku harap begitu, namun aku harus mengakhiri telponya sekarang." Ucap Samuel sambil memutuskan telpon, diiringi suara putus-putus.

Disini Daniel mengernyit heran. Kenapa tiba-tiba Samuel jadi aneh seperti ini? Daniel mengedikkan bahunya. Hal itu tak mau ia pikirkan. Toh, tak ada gunanya.

"Dasar tidak membantu. Jika tahu begini, aku takkan mengangkat telponmu Sam." Gerutu Daniel seorang diri.

***

Baige tersenyum penuh arti. Rasa rindunya akhirnya bisa tertebus dikala dia melihat gedung yang sedang menjulang di depannya. Rumah yang penuh dengan kenangan.

Gadis itu menarik kedua sudut bibirnya tanpa sadar. Dia tersenyum bahagia bisa datang ke tempat ini lagi. Sayang Peter tak ikut kemari.

Baige lalu menarik kopernya menyusuli bibi, paman, kakek, dan nenek yang sudah masuk duluan. Dia agak gugup karena akan bertemu ayah dan ibunya. Baige memang jarang bertemu dengan mereka sehingga mengakibatkan dia sedikit gugup ketika akan bertemu lagi dengan ayah dan ibunya.

Halaman rumah ini begitu luas. Baige semakin mempercepat langkahnya menyusuri jalan yang ada. Tak lama kemudian, dia sudah berada di teras besar depan rumah bersama dengan rombongannya.

Para pelayan berdatangan mengangkat koper mereka untuk dibawa ke kamar tamu. Namun koper Baige dibawa ke kamarnya sendiri. Baige juga sempat bertukar sapa dengan beberapa pelayan rumahnya yang menetap sudah sekian lama semenjak dari dirinya masih tinggal disana.

Ketika semua koper sudah diangkut, ayah Baige datang. Baige begitu bahagia bisa melihat wajah itu lagi secara langsung. Dia yang pertama menghamburkan pelukannya. Setelah itu barulah Ben bisa bertukar sapa dan salam dengan yang lain.

Dan setelah acara bertukar sapa selesai, Ben akhirnya mengajak mereka ke kamarnya, untuk melihat Reinna-ibunya Baige. Ben menggandeng tangan Baige dan berjalan menuntun yang lainnya. Baige sudah tak bisa menyembunyikan senyumannya lagi.

Mereka menaiki tangga hingga akhirnya tiba di kamar Ben dan. Ben membuka pintu dan mengajak semua masuk ke dalam.

Di dalam sana Reinna sedang membaca sebuah majalah. Wanita paruh baya tersebut kemudian menjadi sangat terkejut ketika melihat keluarganya datang. Rupanya dia tak tahu mereka akan datang. Ben sengaja merahasiakan ini agar ini menjadi sebuah kejadian.

Semua mulai saling menyapa dengan Reinna. Terutama Baige. Gadis itu menjadi yang pertama memberikan pelukan lagi.

"I really-really miss you dear." Bisik Reinna pada Baige ketika memeluk gadis itu.

"I miss you too mom." Balas Baige pada ibunya.

Kini setelah acara sapa-sapaan, semua lalu setuju untuk melanjutkan kegiatan mereka dengan makan siang berhubung waktu yang telah menunjukan pukul dua belas.

Dan semua pun mulai menghabiskan waktu di meja makan panjang yang berada di ruang makan. Begitu hangat dan jauh lebih baik dari apa yang diekspetasikan seorang Baige. Ada canda tawa dan tukar menukar cerita. Baige sekarang seolah merasa lengkap. Ini ternyata bagian yang telah lama hilang dan dirindukan.

***

Baige berdiri di balkon kamar yang berwarna putih. Pemandangan hari ini begitu indah. Namun, Baige sibuk merutuki dirinya sendiri.

Jika tadi Baige baru saja merasa cukup dan dilengkapi, sekarang Baige malah merasa masih ada yang hilang dari dirinya.

Tangan Baige sekarang tengah merogoh kantung celananya dan mengeluarkan ponselnya dari sana. Baru saja ponsel Baige diaktifkan, getaran-getaran tiba-tiba saja muncul.

Baige mengernyit tanda heran karena mendapat notifikasi begitu banyak. Biasanya Baige tak mendapat notifikasi sebanyak ini. Palingan orang yang mengiriminya pesan hanyalah Peter dan Anne.

Anehnya sekarang Baige mendapat notifikasi begitu banyak dan dari orang yang sama. Baige terkejut mendapati Daniel mengiriminya pesan.

Ada sebuah rasa yang membuat jantungnya berdetak cepat dan darahnya seolah berdesir-desir aneh. Baige tanpa sadar mengulum senyumnya sendiri melihat begitu banyak notifikasi yang dikirimkan Daniel.

Ada 23 panggilan tak terjawab dan 36 pesan dari Daniel. Wah, seperhatian itukah dia? Baige mulai berpikir. Namun, baru saja dia ingin mengetikan balasan atas pesan Daniel, tiba-tiba jarinya terhenti sebelum menyentuh layar.

Baige tiba-tiba teringat akan Daniel yang mengatakan bahwa dia sudah  berperasaan pada orang lain. Baige berubah kecewa. Tak ada gunanya menumbuhkan rasa untuk dia. Lebih baik menjauh.

Baige berubah pikiran. Sejak di pesawat tadi dia sudah memutuskan untuk menjauh saja dari Daniel daripada ujung-ujungnya dia sakit hati.

Baige kini memutuskan untuk tak peduli pada Daniel lagi. Biarlah dia kecewa di awal daripada harus sakit hati pada akhirnya.

Baige lalu masuk ke dalam kamarnya, gadis itu lumayan capek hari ini. Kini daripada melakukan hal yang tak berguna, lebih baik dia tidur saja.

Adrianne [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang