Masih dengan hal yang sama, bagian ini dimulai dari jam istirahat. Tapi di hari yang berbeda. Ketika bel berbunyi dan semua siswa-siswi ingin menyegarkan pikiran mereka.
Bukan, kali ini bukan rooftop lagi, melainkan di sebuah koridor sepi. Ya, di sebuah koridor sepi Anne sedang berlari kecil mengejar seseorang yang sedang berjalan di depannya, Ray.
"Ray!" Panggil Anne dan Ray berhenti di tempatnya.
Ray hanya berhenti. Namun belum berbalik. Lelaki itu lalu mendengus dengan kasar.
Anne juga berdiam di tempatnya ketika Ray berhenti. Dan Anne bukan hanya berdiri mematung, namun terbungkam juga.
"Sudah berapa kali kukatakan untuk menjauh!" Ucap Ray sambil berbalik dan menatap Anne dengan sinis.
Anne lalu menelan salivannya dengan susah payah. "Ma-ma-maaf. Aku ke-sini untuk min-minta maaf." Ucap Anne terbata-bata.
"Minta maaf karena?" Tanya Ray dengan dingin. Sebelah alis Ray terangkat. Membuat dia terlihat lebih tampan. Anne menunduk tak ingin menatapnya lagi.
"Maaf karena aku telah menjadi sahabat yang buruk bagimu. Aku tak merelakanmu, aku egois. Maafkan aku." Ucap Anne sambil mengakui kesalahannya.
"Baru sadar?" Tanya Ray dengan tatapan tajam dan dingin.
"Maaf." Cicit Anne yang agak terbungkam karena sakit yang menusuk.
"Kenapa baru sekarang? Tunggu terluka? Atau tunggu semuanya basi?" Tanya Ray bertubi-tubi dengan sarkas.
"Maaf." Sekali lagi Anne berucap. Air matanya sudah mulai mengumpul di pelupuk matanya.
"Telan saja sendiri maafmu yang sudah basi." Seru Ray dan segera berbalik pergi.
Dalam waktu yang singkat itu, Anne lalu memejamkan matanya rapat-rapat berusaha memasukan air matanya kembali.
Dan selum Ray terlalu jauh dari tempatnya berdiri, tiba-tiba seruan Anne menghentikan langkahnya lagi.
"Raymond!"
"Apa lagi hah?" Tanya Ray sambil berbalik dengan wajah gusarnya.
Anne mengangkat wajahnya dan menatap Ray. Air matanya lalu mengalir dengan deras. Mukanya lalu berubah merah.
"Dengar, aku hanya minta maaf Bukan minta jadi sahabatmu lagi! A-aku han-ya ingin mengakhiri hal yang kau katakan bodoh ini, ja-jadi tolonglah!" Seru Anne setengah berteriak karena sakit di dada.
Gadis itu lalu menunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangannya dan terisak, sedangkan Ray hanya terbungkam sambil menatap Anne menangis. "Baik-baik den-dengan Riri ya, ja-jaga dia." Ucap Anne sambil terisak.
"Terima kasih, sudah men-menjadi saha-sahabat yang ba-baik selama ini." Lanjut Anne lagi dan segera berbalik badan kemudian pergi dari situ.
Dan, sementara Anne berjalan menjauh, Ray masih mematung di tempatnya berdiri menatap Anne yang masih berjalan sambil menunduk. Tatapan Ray berubah sendu.
"Pasti." Gumam Ray dan segera berlalu dari situ.
"Aku sempat barharap bahwa sebelum kau benar-benar pergi, setidaknya kau buat aku sedikit tersenyum." Batin Anne.
Kini, dalam langkahnya, hal yang sama dilakukan Ray, yaitu menunduk. Dalam benaknya, pria itu sedang berbicara sesuatu. Sesuatu yang tak dapat disampaikannya pada Anne.
"Maafkan aku yang tak dapat memberikanmu bahu lagi untuk air matamu. Maafkan aku yang sudah sejahat ini membuatmu menangis. Maafkan aku yang sudah sesadis ini melukai hatimu. Maafkan aku yang hanya didatangkan takdir untuk kau cintai, namun tak kau miliki. Maafkan aku yang tak dapat menciptakan senyum di bibirmu. Maafkan aku yang tak sempat membahagiakanmu. Maafkan aku yang sudah menyia-nyiakan seseorang yang seberhargamu. Maafkan aku yang sudah pergi dan meninggalkanmu. Kau akan bertemu dengannya yang mungkin akan menggantikan posisiku di hatimu. Ini semua untuk kebaikanmu dengannya. Jaga dirimu baik-baik. Namun ketahuilah, dalam situasi seburuk ini, dan dalam perlakuan setega ini, hati ini masih tak dapat berhenti mencintaimu." -Raymond.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...