Anne berdiri di pojok ruang rawat Erica. Ray dan yang lainnya sudah mengambil tempat duduk, namun Anne sendiri hanya berdiri dengan baju hitamnya yang basah karena soda, dan rambutnya yang penuh remah-remah cemilan.
Anne hanya diam sambil berdoa, ingin ia menangis namun entah mengapa dia tak bisa. Anne tak tahu mau mengapa lagi. Yang ingin dia lakukan sekarang hanya menghadapi apa lagi yang akan terjadi. Jam sudah larut dan sebentar lagi masalah akan tambah rumit.
Anne mencoba mencari sesuatu yang bisa menyenangkan kepalanya. Dia mulai mencari-cari objek, namun tiba-tiba tatapannya terhenti pada manik biru Ray yang sedang menatap dingin ke arahnya.
Anne mengalihkan tatapannya dari mata Ray. Dia sudah cukup dalam tenggelam untuk mata itu. Bahkan sebenarnya bukan cukup melainkan jauh terlalu dalam.
Suasana hening, namun tiba-tiba ponsel Ray berdering. Ray berdiri lalu mengangkat panggilan tersebut di luar ruangan.
Tak lama kemudian Ray kembali. Wajahnya datar namun tersirat suatu kepanikan disana. Ray berhenti di depan Anne dengan jarak berbentuk garis lurus yang lumayan jauh.
"Kenapa kau masih disini? Lebih baik kau pergi sekarang juga. Kami muak melihat wajahmu." Ujar Ray dengan dingin.
Anne yang mendengar itu tanpa basa-basi langsung pergi dari situ. Namun, baru saja dia sampai di pintu, Shanon bersuara.
"Aku pikir lebih baik dia tinggal dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya." Ujar Shanon.
Anne berbalik lalu menatap Ray dan Shanon bergantian. Ray hanya mengangguk mengiyakan sehingga Anne kembali mengambil kesimpulan bahwa dia harus tinggal.
Anne kembali berdiri di pojok ruangan. Entah mengapa hatinya terasa aneh dan menyuruhnya untuk segera pergi. Namun mau mengapa lagi? Dia tak bisa.
Anne akhirnya hanya diam. Beberapa menit berlalu, kini tiba-tiba Erica bangun. Gadis itu rupanya kecapekan dan kelelahan sehingga membuat dia pingsan. Tapi pingsan-nya tak membawa kabar buruk bagi dramanya. Justru itu memperbagus keadaan bagi Shanon dan dia sendiri.
Shanon dan semua gadis yang ada di situ lalu pergi menghampiri Erica, sedangkan Anne menunggu di pojok ruangan seperti orang yang mempersiapkan diri untuk dieksekusi.
Mereka sedang asik berbincang-bincang, sedangkan Ray sedang diam. Namun tiba-tiba pintu kamar bunyi tanda diketuk.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan enam orang masuk. Yang pertama adalah Angie dan Jason, disusul oleh Grace dan Jhon, dan yang terakhir adalah Bernnie dan Gerald.
Anne melebarkan mata melihat mereka, sedangkan Erica dan Shanon berada di ambang gugup dan senang. Masalah ini akan menyerukkan bagi mereka.
Mereka semua menuju ke tempat tidur Erica dan mengelilingi gadis itu. Teman-teman Erica sudah kembali duduk di tempat mereka.
Erica terlihat begitu manja dan memasang tampang kesakitan. Ibu dan ayahnya (Bernnie dan Gerald) terlihat begitu khawatir. Kekhawatiran Bernnie pun mulai terlihat.
"Oh sayang, kenapa kau sampai bisa seperti ini?" Tanyanya pada Erica yang sudah mulai menangis.
Erica hanya menangis sambil mengangkat tangannya menunjuk Anne di pojok dengan sempurna.
Semua pandangan pun seketika tertuju pada Anne. Anne hanya balas menatap mereka datar. Entah mengapa kali ini dia tak ingin menutup matanya lagi. Sudahlah, menurut Anne kali ini mata mereka yang harus dibuka.
Disaat itu, tak ada seorangpun yang menyadari bahwa Ray sudah keluar dari tadi. Ray memang sekarang tengah di taman dengan earphone di telinganya.
Di sini di kamar rawat Erica, keadaan mulai menegang. "Dia kenapa? Dia kenapakan kamu nak?" Tanya Bernnie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...