Pagi yang indah di kota New York. Kota kelahiran Anne yang penuh banyak kenangan-kenangan. Enam hari pun berlalu. Kini, hari ini saatnya mengantarkan proyek yang di berikan oleh Miss Sophie.
"Baiklah anak-anak, duduklah dengan teman sekelompok kalian masing-masing." Titah Miss Sophie.
Dan bunyi berderit-derit pun terdengar. Ray berdiri dari bangkunya lalu menarik bangku Erica berdempet dengan bangkunya. Begitu juga teman-teman lain. Mereka mendempetkan kursinya dengan teman sekelompok.
"Oke anak-anak, antarkan tugas kalian. Berurutan dari depan pojok." Titah Miss Sophie lagi.
Semua anak-anak bersama-sama mengantar proyek mereka. Dan ketika tiba giliran Erica dan Ray, dengan kompak mereka berdua berdiri dari tempat duduk dan mengantarkan proyek tersebut kepada Miss Sophie.
"Wow, indah sekali punya kalian." Puji Miss Sophie pada mereka.
"Terima kasih Miss." Ucap Erica dengan sumringah.
Setelah itu, Erica dan Ray pun duduk kembali.
***
Bunyi yang ditunggu anak-anak terdengar. Semua siswa maupun siswi sibuk berhamburan keluar kelas. Kelas Anne perlahan-lahan mulai kosong. Anne memutuskan untuk diam di dalam kelas.
Anne sedang duduk di kursinya dengan earphone yang terpasang di telinganya. Saat sedang serius dengan dunianya sendiri, tiba-tiba Ray masuk.
Lelaki tersebut mencuri perhatian Anne. Lantas Anne memelankan volume lagunya dan memutuskan untuk memperhatikan Ray lewat sudut matanya dari balik poni hitam panjangnya.
Namun tiba-tiba saja, perhatian Anne teralihkan kepada seorang gadis yang masuk dari pintu dengan senyum mempesonanya. Erica.
Gadis itu kemudian mendekati Ray dengan lembut dan gaya yang memikat.
"Hai Ray, ke kantin yuk." Ajaknya sambil menarik lembut lengan Ray.
Ray menoleh sebentar pada Anne. Poni hitamnya menutupi dengan jelas matanya dan terlihat jelas kabel kecil putih yang berasal dari ponsel di meja (earphone).
Ray mengira bahwa Anne sedang sibuk dengan dunia sendiri jadi Ray memutuskan untuk pergi dengan Erica.
"Yuk." Balas Ray dan menarik lengannya tak ingin di gandeng. Akhirnya, Erica yang sudah menyadari bahwa Ray tak ingin digandeng pasrah bahwa dia belum bisa berbuat seperti itu.
Anne menghembuskan napasnya kasar ketika Ray dan Erica pergi. Tak ada siapa-siapa di situ hanya dirinya sendiri. Anne sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri. Dia begitu bingung akan Erica.
"Baru juga 3 hari kerja tugas bersama, masa sudah akrab?" Gumam Anne pelan sambil bertanya pada dirinya sendiri.
Satu per satu lorong pikiran dalam kepala Anne ditelusuri dirinya sendiri untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya.
Akhirnya, Anne hanya bisa berharap pada perasaan orang yang dicintainya. "Mudah-mudahan saja kita baik-baik Ray." Gumamnya sebelum bel berbunyi.
***
Anne sedang menuruni tangga menuju ke ruang makan, namun langkahnya terhenti ketika dia mendengar suara tak jelas dari dalam ruangan yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
Anne menoleh melihat pintu pink bertuliskan "E R I C A" yang berjarak sekitar 10 langkah darinya. Anne mengernyitkan dahinya saat mendengar suara teriakan dari dalam kamar tersebut.
Anne mendekat. Lantas Anne ingin bertanya, namun terdengar suara lagi dari dalam kamar tersebut. Kali ini bukan suara teriakan melainkan suara seperti seseorang yang kegirangan.
"Oh Ya Tuhan, aku menyukainya, aku menyukainya." Ucap Erica, yang adalah orang yang berada di dalam kamar tersebut.
Anne bingung gadis ini sedang berbicara dengan siapa. Maka, Anne pun menempelkan telinganya ke pintu pink itu.
"Oh ya ampun, kau tahu, dia sangat tampan." Ucap Erica. Rupanya dia sedang berbicara di telpon dengan seseorang di tempat lain.
"Apa? Kau ingin tahu namanya? Namanya adalah Raymon Doughlass." Tutur Erica sambil setengah berteriak. Maklum, hanya ada dia dan Anne di situ, namun kehadiran Anne tak diketahuinya.
"Erica menyukai Ray?"
"Dia menyukainya?"
"Benarkah?"
Dalam sekejap waktu pertanyaan-pertanyaan itu berlari dalam kepala Anne. Walaupun sudah tahu, Anne ingin memastikan. Ia berharap mudah-mudahan ini bukan kenyataan.
Memang maklum jika orang suka pada Ray. Namun kali ini, Anne kenal dekat terhadap siapa yang suka pada Ray. Erica, gadis ambisius yang selalu ingin memiliki apapun yang dia suka.
Maklum jika Erica suka. Tapi, pasti Erica akan berambisi besar untuk memiliki Ray. Dan yang jelas, hal itu menjadi sebuah penghalang besar dalam hubungannya dengan Ray.
Karena jauh dalam lubuk hatinya, Anne juga ingin memiliki Ray. Itu normal jika dia memiliki hasrat untuk bisa memiliki apa yang dicintainya. Pasti, banyak orang juga begitu.
Dada Anne tiba-tiba saja sesak ketika mengetahui bahwa Erica menyukai Ray. Langsung saja Anne menjauhkan diri dari pintu itu. Pikirannya kini campur aduk dalam kepalanya. Terlebih lagi, rasa takut yang besar muncul dalam dirinya.
Anne pergi mencoba menenangkan dirinya di balkon kamarnya. Ingin air matanya jatuh karena takut, namun berhasil ia tahan. Duduk dan merenungkan ternyata lebih buruk. Anne lalu berdiri masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Setelah membersihkan diri, Anne duduk di ujung tempat tidurnya. Hari ini begitu mengejutkan dirinya. Sekarang Anne tak tahu apa yang harus diperbuat. Jika dia membaca, itu takkan berhasil karena pikirannya tak bisa fokus. Anne berpikir sebentar kemudian memutuskan untuk menulis sesuatu.
Anne mengambil sebuah buku di lemarinya. Sebuah buku tua yang penuh tulisan. Buku itu berwarna biru muda dengan tulisan 'PRIVACY' di depannya dan bintang-bintang kecil penghias.
Anne membuka bukunya, mengambil pena dan mulai menulis di atas kertas putih.
Dear kertas,
Aku marah pada Erica oh bukan, pada keadaan.
Erica menyukai Ray. Aku tak bisa memaksa dia untuk berhenti. Itu haknya.
Aku takut Ray akan menjadi miliknya dan melupakanku. Aku takut kehilangan Ray. Andai saja aku bisa abadi di pikirannya. Mungkin aku takkan dilupakannya.
Tapi sayang Erica sudah menyukai Ray. Akan susah memisahkan mereka. Aku tak berniat sebenarnya. Namun apakah kau tak perhitungkan perasaanku yang telah lama menyiksa. Lucu namun sakit jika kau jatuh cinta pada sahabat sendiri.
Aku belum tahu perasaan Ray. Sampai sekarang waktu belum memberitahu. Tapi aku hanya bisa berharap.
But whatever happens, i'll be waiting.Anne menutup bukunya lalu membaca kembali tulisannya. Anne merasa sedih ketika membaca kembali tulisan di bukunya.
"Kenapa aku bodoh sekali? Ray bahkan belum memilih." Rutuk Anne pada dirinya sendiri. Entah mengapa Anne sudah merasa bahwa Erica lah yang akan memenangkan hati Ray. Untuk itu Anne kembali menyalahkan dirinya. Betul apa kata Anne. Ray bahkan belum memilih.
Anne lelah hari itu. Tak ada yang dapat dilakukan olehnya. Suasana hatinya rusak. Semuanya terasa membosankan. Moodnya sangat buruk hari itu. Anne mengedarkan pandangannya ke segala penjuru kamarnya. Tak ada yang dapat dilakukan.
Namun setelah berpikir agak lama, kini Anne punya ide."Tidur akan lebih baik." Gumam Anne. Gadis itu kemudian naik ke atas tempat tidur, membaringkan kepalanya, dan mulai memejamkan mata. Berharap dia segera tiba di alam bawah sadar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...