Anne melanjutkan langkahnya. Gadis itu berusaha menyembunyikan kesedihannya. Namun, baru beberapa langkah Anne berjalan, dia kini harus berhenti.
"Adrianne." Panggil Ray. Ray berusaha untuk menyembunyikan kesedihannya juga, namun malam ini terlalu menyiksa.
Anne berhenti lalu berbalik menatap Ray dengan tatapan 'kenapa?' .
"Jaga dirimu baik-baik." Ujar Ray.
Anne ingin sekali membalas itu semua dengan kalimat yang panjang, kalimat yang bisa menyimpulkan bahwa dia akan baik-baik saja. Namun, Anne terlalu lemah dan terlalu sakit untuk mengeluarkan semua itu. Emosinya terlalu besar untuk dikeluarkan, dan rasa sakitnya tak bisa didefinisikan oleh kata.
Anne hanya membalas itu dengan sebuah senyuman. Setelah itu Anne berbalik hendak melanjutkan langkahnya.
Namun, sekali lagi. "Adrianne." Panggil Ray kembali. Anne berhenti dan menatap Ray dengan tatapan yang sama.
"Katakan itu bukan senyuman terakhir darimu untuku." Ujar Ray terdengar tulus.
Anne yang sedang menunduk lalu mengangkat kepalanya. "Kata-katamu terdengar miris, tapi sayangnya itu benar." Ujar Anne datar dan dingin namun masih ada getaran di nadanya. Setelah itu Anne lalu berbalik dan melanjutkan langkahnya.
"Adrianne." Panggil Ray untuk yang keterakhir kalinya.
Anne berhenti, mendesah, lalu berbalik menatap Ray. "Kenapa lagi?" Tanya Anne yang sedari tadi berusaha menghindari percakapan dengan Ray.
"Kita masih akan bertemu lagi kan?" Tanya Ray.
"Semoga." Balas Anne lalu berbalik dan benar-benar pergi dari situ. Anne bahkan mempercepat langkahnya dua kali.
"Tidak." Lanjut Anne dalam hatinya.
Kali ini Ray tak lagi memanggil, dan disinilah mereka berdua berakhir. Anne yang berjalan menjauh, dan Ray yang masih menatap Anne dari kejauhan.
Anne berjalan dengan air mata yang berlinang di pipinya. Namun dengan kasar Anne mengusap wajahnya untuk menghilangkan air matanya dari sana.
Anne terus melangkah sampai gadis itu hilang di tikungan. Ray yang menatapnya dari kejauhan hanya mendesah berat ketika tubuh Anne menghilang di tikungan. Andai saja dia bisa ikut, dia pasti sudah ikut. Ray akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah sakit ketika tubuh Anne sudah tak nampak lagi di pandangannya.
Anne terus berjalan. Ingin dia kembali ke panti, namun di tahu tempatnya sudah bukan disana lagi. Anne telah diusir dengan kasar sehingga membuatnya susah untuk kembali ke panti, walaupun untuk sekedar mengambil baju lagi.
Anne terus berjalan. Hanya ada satu tujuan di kepalanya. Dulu, saat-saat sedih begini tempat sandarannya hanyalah Ray. Sekarang, entah hilang ke mana tempat itu. Memang, inilah salah satu hikmah yang Anne ambil : jangan bersandar pada orang lain. Akan ada saatnya kau sendiri dan harus menjalani semuanya tanpa campur tangan siapapun kecuali Tuhan. Akan ada saatnya ketika cermin yang jadi satu-satunya temanmu. Akan ada saatnya ketika dirimu sendiri yang harus berjuang, bukannya siapapun.
Sekarang Anne yang merasakannya. Saat semuanya sudah berubah dan tak seperti dulu lagi, saat semuanya sudah berubah dan dia mulai terbiasa, kadang menangis pun sukar dia lakukan.
Anne terus berjalan, gadis itu makin lama makin kehilangan tenaganya. Namun, Anne baru berhenti ketika dia memasuki sebuah area pemakaman di samping gereja.
Takut? Sebenarnya Anne takut. Siapa yang tidak takut pergi ke pemakaman selarut ini? Paranormal dan para abnormal. Ya, hanya mereka yang tak takut.
Anne sebenarnya takut. Namun sayangnya rasa sakit yang ada di dadanya jauh lebih besar daripada rasa takutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...