28 - Peter Cooper

319 16 2
                                    

Anne berjalan dengan lesu menuju kamarnya. Gadis tersebut memasang tampang tajam dan dinginnya atas hari yang dilewatinya. Sekali lagi ia ditolak.

Bukan ditolak karena penawarannya sebagai pacar, namun ditolak karena penawarannya sebagai sahabat.

Anne menghempaskan dirinya dengan kasar ke atas tempat tidurnya. Gadis itu lalu menatap plafon kamarnya dengan tatapan sendu yang menyiratkan sejumlah luka yang dipendamnya.

Anne mengambil ponselnya dan melihat notifikasi disana. Tak ada satu pun yang masuk. Anne mendesah menandakan tak ada yang dapat dilakukannya siang itu.

Anne memejamkan mata, memikirkan apa yang bisa dilakukannya siang itu. Mencari sebuah pengalihan dari kesedihannya.

Namun, bukannya mencari sebuah pengalihan, Anne malah memikirkan apa tindakan selanjutnya atau apa yang harus dilakukannya dalam memperbaiki hubungannya dengan Ray.

Anne terus berpikir akan dua pilihan yang muncul di kepalanya. Pertama, apakah dia akan terus meminta Ray menjadi sahabatnya sampai dia berhasil, dan yang kedua, apakah dia akan melepaskan Ray.

Anne terus berpikir. Jika dia berhenti, apa alasannya harus berhenti. Dan jika dia terus mengekang apa alasannya dia harus mengekang.

Anne terus memutar otak mencari tahu apa yang harus diputuskan. Mata Anne masih terpejam, sampai tiba saat dimana kedua sudut bibir Anne tertarik membentuk suatu senyuman menandakan bahwa dia sudah menemukan keputusannya.

Kali ini Anne masih memilih untuk melakukan hal yang sama. Entah mengapa Anne masih ingin melakukan hal yang sudah menyayat hatinya ini. Anne hanya berpendapat bahwa Ray adalah orang yang paling berharga baginya.

Anne menghembuskan napasnya yang telah ditarik dalam-dalam. Keputusannya mungkin akan dilakukan nanti. Entah itu besok di sekolah ataupun lusa. Yang terpenting keputusan itu dilaksanakan dalam waktu dekat.

Anne membuka ponselnya. Niatnya untuk bermain game tiba-tiba terganti dengan sebuah ide. Ide tersebut adalah mengunjungi Baige yang sedang sakit.

Tanpa berlama-lama pun, Anne berdiri. Sebelum bersiap-siap untuk pergi ke rumah Baige, Anne menyempatkan diri ke lantai dasar.

Disana, Anne mengamati keadaan. Anak-anak baru saja selesai kegiatan berkumpul bersama. Anne pun berinisiatif untuk membersihkan tempat tersebut.

Anne lalu mengambil sapu dan kemucing kemudian mulai membereskan rumah. Anne membersihkan semua debu yang tertempel di meja-meja, mengembalikan barang-barang yang tidak berada pada tempatnya, serta menyapu ruangan.

Anne juga mampir ke dapur. Mengecek apa yang bisa dibuatnya di sana. Anne melihat bahan-bahan yang ada.

"Mungkin aku bisa buat salad buah." Gumam Anne.

Dengan cekatan Anne mulai bekerja. Memotong buah-buah menjadi potongan-potongan kecil yang rapi, lalu mencampur buah-buah tersebut menjadi salad.

Tak terlalu banyak yang dibuat Anne. Toh, waktunya singkat. Separuh ditaruh Anne di dalam kulkas, dan separuh ditaruhnya di kotak makanan supaya bisa dibawa untuk Baige.

Dan setelah Anne menyiapkan bekal untuk Baige, Anne pun naik ke atas untuk mandi dan bersiap-siap pergi ke rumah Baige.

Anne hanya berpenampilan seperti biasanya. Ya, kaos hitam polos yang kebesaran dan celana panjang jeans hitam.

Sebelum Anne pergi, Anne menyempatkan diri untuk pamit atau minta izin pada Nyonya Bella yang sudah ia anggap sebagai nenek kandung sendiri.

Nyonya Bella memberi izin pada Anne dengan pesan "jangan pulang terlalu larut."

Adrianne [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang