Ray sedang berbaring di kasur milik Daniel saat ini. Hari ini dia dan Samuel bermain. Hanya saja kurang Daniel disitu. Daniel sedang berpergian bersama ayahnya karena urusan keluarga yang penting.
Kedua spesies tampan itu memang sedang menghabiskan waktu tanpa melakukan apapun. Samuel sedang memainkan ponselnya. Sedangkan Ray sedang menatap kosong plafon kamar Samuel.
Pikirannya sedang menerawang ke suatu tempat. Dia memang sedang memikirkan semua keanehan yang terjadi sejak beberapa hari yang lalu.
"Sam." Panggil Ray pada Samuel.
"Hmm?" Sahut Samuel dengan mata yang masih terfokus pada layar ponselnya
"Aku mau menanyakan sesuatu padamu." Kata Ray sambil mengubah posisinya menjadi duduk di kursi belajar dekat kasur Samuel.
"Hah?" Ucap Samuel sambil langsung meletakkan ponselnya. Tak biasanya seorang Ray akan berkata seperti ini.
"Aku serius." Balas Ray ketika melihat wajah Samuel yang tak percaya.
"Oke. Tanyalah." Samuel mencoba memaklumi dan mempersilahkan Ray menanyakan apa yang ingin ditanya.
Ray berpikir sebentar untuk mempersiapkan pertanyaannya sebaik mungkin agar bisa dimengerti dan dijawab dengan baik oleh Samuel. Ray lalu menghela napasnya dan menghembuskannya dengan pelan.
"Jika perempuan bersikap aneh, itu tandanya?" Tanya Ray sambil mengingat-ingat tentang kelakuan Erica akhir-akhir ini.
Samuel mengacak rambutnya frustasi. Dalam hatinya ia merasa seperti akan memakan Ray saat ini juga. Tinggal di planet mana dia, sehingga hal begini saja tak tahu?
"Ya ampun Ray, kamu itu pria. Seharusnya sudah harus paham dengan hal-hal seperti ini." Tutur Samuel sambil memutar bola matanya.
"Hehehe, iya, iya maaf." Balas Ray sambil terkekeh dan menyengir tak berdosa.
"Makanya, jangan paham pelajaran melulu, sekali-kali pahamilah kode gadis."
"Iya, iya. Sekarang, apa jawabannya Sam?" Tanya Ray penuh penasaran.
"Dia suka padamu." Jawab Samuel santai kepada Ray.
"Really?" Tanya Ray lagi masih belum percaya dan disertai anggukan dari Samuel. Ray tak percaya karena memang dia merasa aneh terhadap sikap Erica kepadanya. Lagipula Ray bertanya begitu karena dia hanya memastikan takkan terjadi pertentangan perasaan antara dia dan Erica. Artinya dia tak ingin terjadi cinta sepihak.
"Tetapi aku tak menyukai Erica sama sekali. Apa yang harus kulakukan Sam?"
Samuel terlihat berpikir sebentar. Dia sedang menimbang-nimbang jawaban apa yang akan diberikan pada Ray. Namun, kepala Samuel ternyata dapat memikirkan sesuatu yang tak terpikirkan sebelumnya.
"Dia menyukaimu? Tapi apakah kau benar-benar tak menyukainya?" Tanya Samuel memastikan.
"Ya. Parasnya saja oke, tetapi jujur aku hanya mau menjadi temannya. Lebih dari itu jangan harap." Jawab Ray tetap kukuh dengan hati dan otaknya.
"Tapi kau harus." Balas Samuel seketika. Ray mengangkat sebelah alisnya mendengar perkataan Samuel tanda bahwa dia bingung mengapa dia harus menyukai Erica.
"Kau gila? Perasaan tak bisa dipaksakan. Memangnya kenapa aku harus?" Ucap Ray menentang.
Samuel menepuk jidatnya. Memang kadang, jika sedang membicarakan masalah percintaan pada Ray, itu seperti menanyakan tentang puisi pada guru fisika.
"Bukan perasaan yang dipaksakan Ray, tetapi kau harus menjadi lebih dari seorang teman." Jelas Daniel.
"Maksudmu? Mengapa harus jadi lebih dari seorang teman?" Ray sangat kebingungan.
"Kau ingat kejadian tahun lalu? Saat kau hampir sebulan penuh karena perasaan Daniel pada Anne? Kau masih cinta pada Anne kan?" Tanya Samuel dan Ray mengangguk.
"Tetapi kau juga sayang pada sahabatmu Daniel kan?" Tanya Samuel lagi dan sekali lagi Ray mengangguk.
"Ini kesempatan Ray." Tutur Samuel memberitahukan.
"Kesempatan apa maksudmu Sam?" Tanya Ray makin bingung.
"Ini sudah jelas kan, bahwa kau sudah memutuskan untuk merelakan Anne pada Daniel setahun yang lalu? Setelah kau mengetahui bahwa Daniel juga mencintainya dan kau melewati sebulan penuh frustasi hanya karena kau harus memilih sahabat daripada pacar.
Ini kesempatan bagimu untuk bisa pergi dari ini semua. Kau sudah cukup tersakiti untuk orang yang kau sayangi. Sekarang kau hanya harus memberikan kesempatan pada dirimu sendiri untuk mengenali siapa Erica. Siapa tahu, ada perasaan yang bisa tumbuh. Jika kau berhasil melakukan semua ini, Anne akan bahagia bersama Daniel seperti yang kau perkirakan, dan kau akan bahagia bersama Erica."
Ray tertengun mendengar apa yang dikatakan Samuel padanya. Semua yang Samuel katakan benar. Bahkan saran-sarannya sekalipun. Ini semua masuk akal. Ray harus mencoba melupakan Anne. Dia telah merelakan Anne pada Daniel. Ray berpikir. Ini adalah awal yang baru baginya. Ray mendesah berat.
"Baiklah. Akan kucoba." Ucap Ray dengan murung.
Samuel yang melihatnya lalu paham. Rasa bersalah pun muncul bagi Samuel. Ini kesalahan karena telah menyarankan Ray melupakan orang yang dicintainya. Ini semua memang serba salah tetapi setelah dipikir-pikir, ini jalan terbaik bagi Ray.
"Aku minta maaf, tetapi ini memang jalan terbaik." Ucap Samuel sambil menepuk-nepuk pundak Ray. Ray mengangguk mengiyakan mencoba memasrahkan.
Keheningan menyelimuti. Detik berikutnya Samuel mengedarkan pandangan ke segala penjuru kamar guna mencari sesuatu yang bisa dimainkan. Mata Samuel berhenti pada bola basket di pojok kamarnya. Samuel lalu berdiri dan mengambil bola tersebut.
"Ray, basket?" Ajak Samuel pada Ray.
"Come on." Balas Ray.
Kedua spesies tampan itu pun langsung beranjak dari situ dan pergi ke lapangan basket dekat rumah Samuel.
Setiba mereka di lapangan, permainan pun dimulai. Kedua makhluk titisan malaikat itu mulai saling merebut bola dan memasukan di keranjang lawan.
Sekali lagi tanpa sengaja, bola mengenai tiang di dekat situ, lalu memantul mengenai kepala seorang gadis. Tidak, tidak bukan Erica, melainkan gadis yang sedari tadi lalu lalang dalam pikiran Ray.
Namun aneh, gadis kali ini tak berkata apapun, melainkan hanya meringis kesakitan dan mengusap-usap kepalanya.
"Anne, kau tak apa?" Seru Samuel.
Anne hanya mengangguk sambil tersenyum. Anne sedang jalan-jalan sore itu sendirian. Niatnya ingin ke rumah Ray namun yang dicari sudah berada di situ jadi Anne memutuskan untuk ikut main.
"Boleh ikut main?" Tanya Anne penuh kegirangan.
"Tentu, kemarilah." Balas Ray yang sudah mulai girang. Rasa gelisah itu tadinya sudah mulai hilang. Namun, keputusan yang telah dibuat rupanya akan tetap menghantui.
Ray memalingkan pandangannya menatap Samuel dengan sumringah, namun Samuel mengkode mengingatkan Ray tentang keputusan yang baru dibuatnya beberapa menit yang lalu.
Ray paham lalu mulai mendesah. Rasanya sangat berat akan melupakan gadis yang sedang melangkah menuju padanya. Ray berpikir sebentar, lalu mengatakan sesuatu pada Samuel.
"Izinkan hari ini menjadi hari terakhir aku membuatnya tersenyum. Besok tidak lagi." Ucap Ray mantap pada Samuel. Dan Samuel mengangguk menyetujui apa yang dikatakan Ray.
"Yuk main." Ucap Samuel ketika Anne sudah dekat. Detik berikutnya Anne dan Ray mengangguk menandakan permainan akan dimulai.
Sore itu begitu hangat bagi Anne. Suatu kesempatan baik lainnya dimana Anne bisa bermain dan tertawa bersama Ray dan Samuel orang-orang yang dekat dengannya.
Dalam hati Anne terus bersyukur pada kesempatan yang Tuhan berikan baginya. Hari ini terasa begitu bahagia sampai-sampai, Anne tak lagi berpikir tentang hari esok yang mungkin akan membuka lembaran berkisah rasa sakit baginya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Adrianne [COMPLETED]
Teen FictionEntah kenapa dunia terasa masih ingin menyakitinya. Seorang gadis yang telah kehilangan. Awalnya dia merasa bahwa penderitaannya pada masa kecil sudah cukup, namun takdir berkata lain. Dia disakiti. Bukan hanya sekali, namun berulang-ulang kali. Di...