Lembar Pertama : Aku

17.3K 282 25
                                    

Lembayung senja keemasan menghias cakrawala di sudut kota Jakarta. Angin semilir membawa kehangatan yang tak terukir. Dedaunan kering berdecit seolah berbisik tentang hari yang asik.

Hari ketika aku berlarian kecil menyusuri jalanan setapak menuju ke sebuah tempat, di mana aku janjian dengan seseorang. Aku mengenal orang itu melalui media sosial yang paling populer jaman now yang berlabel Facebook. Dia adalah laki-laki dewasa yang mengaku bekerja sebagai driver di sebuah perusahaan otomotif terkenal di ibu kota.

Namanya Suryadi Iyan, dan aku memanggilnya Aa' Iyan, karena pria ini masih berdarah Sunda. Lelaki ini tinggal di kota Tangerang, Banten. Sebenarnya aku dan dia sudah lama sekali berkomunikasi lewat instant messenger yang terdapat pada salah satu fitur Facebook. Namun baru kali ini aku dan dia bisa berkopi darat untuk saling mengenal lebih jauh serta bersilaturahmi.

Langkahku terhenti di depan sebuah halte busway, aku berdiri dengan wajah gugup memandang lalu lalang kendaraan yang lewat di depanku. Mataku menyapu seluruh bagian tempat halte dan mencari sosok yang selama ini aku melihatnya lewat foto yang terpajang di profil akun Facebook-nya. Dia yang kutahu berumur sekitar 35 tahunan, wajahnya tidak tampan tapi tidak juga jelek. Dia tidak tinggi tapi tidak juga pendek. Postur tubuhnya tidak kurus, namun juga tidak terlalu gemuk. Badannya tak berotot, tapi cukup berisi. Warna kulitnya tidak putih, akan tetapi tidak terlihat gelap. Dan kini laki-laki berciri-ciri semacam itu telah berdiri tegap di hadapanku.

 Dan kini laki-laki berciri-ciri semacam itu telah berdiri tegap di hadapanku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Herio

''Herio ...'' ujarnya dengan suara tenor plus senyuman yang tersungging di bibir coklatnya memamerkan gigi kelinci yang nampak berukuran besar dan lebih menonjol.

''I-iya ...'' sahutku malu-malu, ''kamu ... pasti Aa' Iyan, ya?'' imbuhku sambil memandang wajahnya dengan penuh seksama. Rambutnya terpotong rapi dengan sentuhan pomade yang klimis. Body-nya terlihat gagah dengan setelan kemeja seragam kerja yang diselimuti dengan jaket kulit berwarna coklat muda. Dia juga nampak elegan dengan celana bahan warna hitam yang dipadu dengan sepatu pantofel warna senada dan terlihat mengkilap. Laki-laki ini juga nampak modis, karena menenteng tas ransel yang berukuran sedang.

 Laki-laki ini juga nampak modis, karena menenteng tas ransel yang berukuran sedang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aa' Iyan

''Iya, aku Aa' Iyan ...'' ucapnya sembari menyodorkan tangannya.

Aku tidak segera menyambut tangannya, karena aku memperhatikan bentuk telapak dan jemari tangannya yang kurang sempurna. Aku sedikit terkejut dengan kondisi tangan kanannya. Namun aku tidak menunjukan sikap yang kurang berkenan di hadapan dia, karena aku tidak ingin membuat dia tersinggung. Sambil tersenyum simpul, aku meraih tangan Aa' Iyan dan menyalaminya dengan erat.

''Akhirnya kita bisa bertatap muka ya, Herio Purnama ... setelah berbulan-bulan kita hanya saling mengenal di eF-Bi ..." lanjut Aa' Iyan seraya menatapku dengan sorot mata yang bersinar terang seperti ada sejuta lampu yang menyilaukan. Dia nampak berbunga-bunga dengan mimik muka yang sumringah.

''Iya, A' ... aku senang bisa ketemu, Aa' ...'' timpalku masih dengan perasaan gugup, karena aku baru pertama ketemuan dengan teman dunia mayaku yang usianya lebih beberapa tahun di atas usiaku.

Entahlah ... padahal dia nampak lebih tenang dan lebih dewasa dalam menyikapi pertemuan ini. Tak ada sedikit pun rasa canggung yang dia tunjukan dari bodylanguage dan cara bicaranya, semuanya natural dan tak ada basa-basi.

''Aa' ... juga senang, kok ... bisa ketemu dengan Herio ...''

''Syukurlah ... kalau Aa' senang! Hehehe ...'' Aku berusaha meringis untuk menghilangkan ketegangan dalam diriku, namun sepertinya aku belum bisa mengontrol rasa grogiku. Aku tetap saja salah tingkah dan tak tahu harus berbuat apa.

''Santai aja, Herio ...'' celutuk Aa' Iyan sambil merangkul pundakku, hal ini membuatku jadi semakin tak karuan, badanku mendadak panas dingin dan jantungku terasa berdetak lebih kencang. I am nervouse!

 I am nervouse!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang