Di gerbong commuter Line arah Tanah Abang Jakarta.
Aku dan Aa' Iyan bertemu dengan Tante Mona yang duduk mesra bersama pasangan selingkuhannya; Mas Dirno, mereka tak canggung mengumbar kedekatan meskipun di area angkutan publik semacam ini. Bagi mereka itu merupakan hal biasa dan wajar-wajar saja, dan orang-orang di sekitar yang melihatnya juga bersikap acuh seolah tak peduli dan menganggap itu bukan urusan mereka.
Di tengah laju kereta yang berjalan sangat cepat, Aa' Iyan menarik tanganku dan membawaku ke sebuah gerbong yang longgar dan masih ada tempat duduk yang kosong. Aku dan Aa' menduduki kursi tersebut, lalu kami mengobrol untuk menghilangkan kejenuhan selama dalam perjalanan. Kami hanya mengobrol hal-hal biasa seperti pekerjaan dan berita-berita terkini yang menjadi buah bibir di media cetak, media elektronik maupun media online.
Entah mengapa, aku belum berani menyinggung rumor tentang sisi negatif Aa' Iyan yang memiliki banyak teman brondong dan sejauh apa hubungannya dengan para cowok-cowok muda tersebut.
''Aa'... ada yang ingin aku tanyakan pada Aa' ....''
''Oh ya ... mau tanya apa, Rio?''
''Apa Aa' benar-benar menyayangi aku?''
''Hehehe ... kenapa kamu tanyakan hal ini? Apakah kamu masih meragukan Aa'?'' Tangan Aa' mengusap rambutku dan mengacak-acaknya.
''Kenapa Aa' menyayangi aku?''
''Karena Aa' merasa nyaman sama kamu, Herio ....''
''Kenapa Aa' merasa nyaman?''
''Aa' tidak tahu ... Aa' cuma merasa kamu sangat berbeda dengan yang lainnya.''
''Berbeda dengan yang lainnya? Berarti, ada banyak orang selain aku, iya 'kan?''
''Bukan begitu maksudnya ... memang benar, Aa' akui, Aa' berteman dengan banyak cowok-cowok 'sakit' ... dalam tanda kutip ... bahkan cowok-cowok itu lebih muda, lebih ganteng, dan lebih segalanya dari kamu ... tapi Aa' tidak mendapatkan kenyamanan dan ketulusan dari mereka. Hanya darimulah Aa' baru menemui itu semua ....''
''Apa benar yang dikatakan Aa'?''
''Aa' tidak memaksakan kamu untuk percaya sama Aa' ... tapi apa yang Aa' katakan ini adalah sebuah kejujuran ....''
Aku memandang bola mata Aa' Iyan yang terpancar cerah seperti cahaya matahari pagi ini, aku melihat ada ketulusan di mata beningnya itu. Aku memang tidak harus percaya dengan ucapannya, tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri terhadap apa yang aku rasa dan apa yang aku saksikan di kedua mata Aa'.
Aku tidak berkata-kata lagi aku hanya merapatkan tubuhku ke tubuh Aa' Iyan, lalu menyandarkan kepalaku di pundaknya. Aku memejamkan mataku merasakan kenyamanan yang begitu damai hingga aku tidak sadarkan diri karena aku telah hanyut ke dalam alam yang bernama mimpi.
Aku terbangun ketika kereta berhenti di stasiun terakhir yakni Stasiun Tanah Abang. Aku dan Aa' Iyan bergegas turun dari kereta ini dan keluar dari area stasiun untuk melanjutkan perjalanan dengan angkutan umum lainya menuju tempat tujuan akhir kita masing-masing. Aa' Iyan pergi ke kantor yang ada di Jatinegara sementara aku kembali ke kamar kost-ku yang ada di Cempaka Putih. Sebelum berpisah ada kalimat terakhir yang Aa' bisikan ke telingaku, kalimat itu adalah kalimat penegasan yang membuatku semakin yakin bahwa Aa' memang sungguh-sungguh ingin menjalin suatu hubungan yang serius terhadapku.
''Herio ... Aa' benar-benar sayang sama kamu ...'' begitulah ujarannya.
Dan aku pegang baik-baik ucapannya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Short StoryUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.