Lembar 131 : Canggung

1.5K 57 1
                                    


''MAS Her ... Rangga kangen sama kamu, Mas ... '' tutur Rangga dengan nada yang penuh dengan ritme tenang dan halus seperti alunan seruling yang menghanyutkan.

Aku tidak memberikan respon apapun, aku hanya berdiam diri sambil menatap bola mata Rangga yang nampak sedikit berkaca-kaca. Sendu.

''Kamu cepat berubah, Rangga ... Kamu terlalu labil ... beberapa saat yang lalu di pancaran matamu ada kebencian terhadapku, bahkan mungkin kamu ingin membunuhku ... tapi sekarang kamu menunjukan sikap yang terlalu manis dan mengiba ... sehingga membuatku terpedaya dan tidak tega melihatmu merana .... aku jadi bingung ... apakah aku bisa melanjutkan hubungan ini atau tidak ... ''

''Rangga sadar... Rangga memang belum begitu mengenal dengan semua ini ... tapi Rangga tahu dan tidak bisa membohongi hati kecil Rangga sendiri, kalau Rangga itu sangat sayang sama kamu, Mas ... Rangga tidak mau kehilangan Mas Herio ...''

Lagi ... aku berusaha menangkap ketulusan yang dipancarkan oleh kedua mata Rangga yang terlihat bening seperti embun. Di sana aku menemukan bahwa setiap perkataannya itu seolah ujaran hati yang terlontar melalui mulut mungilnya. Dan aku tahu betul, bahwa semua itu adalah kejujuran yang berasal dari lubuk hatinya yang paling dalam.

''Rangga ... sebaiknya kita bicarakan ini di dalam kamarku ...'' ujarku sembari menepuk pundak Rangga lalu mengusapnya perlahan-lahan.

Rangga mengangguk pelan tanda setuju. Kemudian aku merangkulnya dan menuntunnya untuk berjalan beriringan menuju kamarku. Tiba di depan pintu kamarku, aku melihat Mas Sofiano sudah berdiri tegap seolah bersiap menyambut kedatangan aku dan Rangga.

''Mas Sofiano ... perkenalkan ini, Rangga ...'' ucapku sembari memperkenalkan Remaja tanggung ini kepada Mas Sofiano.

''Iya ... aku pernah melihatnya ... bukankah dia adikmu, Her?'' sambut Mas Sofiano.

''Mmm ... I-iya, Mas ... Rangga ini adalah adik angkatku!'' timpalku gugup.

''Oh, adik angkat toh ...'' Mas Sofiano manggut-manggut seraya memperhatikan Rangga yang berusaha bersikap seramah mungkin dengan memberikan senyuman terbaiknya.

''Rangga ... ini Mas Sofiano namanya ... dia tetanggaku!'' kataku sembari menarik tangan Rangga dan menyalamkannya dengan tangan Mas Sofiano. Dan untuk selanjutnya mereka berdua jadi saling berjabatan tangan dan menyebutkan nama mereka masing-masing.

''Rangga ...'' ujar Rangga.

''Sofiano ...'' balas Mas Sofiano.

Setelah mereka melepaskan jabatan tangan, mereka berdua saling berpandangan dan saling melemparkan senyuman manis yang menjadi andalan mereka. Dan saat event ini berlangsung aku seperti melihat dua peragawan tampan yang beda generasi. Keduanya sama-sama memiliki kharisma dan daya pikat sesuai dengan umur mereka masing-masing. Mas Sofiano yang usianya lebih dewasa nampak berwibawa dan penuh pesona apalagi ditunjang dengan postur dan bentuk tubuh yang seperti olahragawan. Sementara Rangga, meskipun masih ABG dia tak kalah mempesonanya dengan wajah inocent-nya yang imut-imut dan gaya cool-nya yang sangat khas seperti brondong kekinian.

''Oke ... kayaknya aku harus pulang kandang, nih ... biar pertemuan kalian tidak terganggu dengan keberadaanku di sini ... jadi aku cabut dulu, ya ...'' ucap Mas Sofiano sok perhatian.

''Ah, Mas Sofiano apaan, sih ... udah deh, di sini aja temani kita, Mas!'' sergahku.

''Tidak, Herio ... aku perlu istirahat untuk masa pemulihan dari luka-lukaku ini ...'' timpal Mas Sofiano ringan, ''oh ya, Her ... terima kasih, ya... sampeyan sudah membantuku mengobati luka dan memberikan aku asupan vitamin C dari buah nanasmu ... nanti suatu saat aku akan membalas asupan vitamin juga buatmu, Her! Hehehe ...'' imbuh laki-laki bertubuh kekar itu sambil menepuk-nepuk bahuku.

''Hahaha ... Mas Sofiano bisa aja ...'' Aku cengengesan meskipun aku tidak mengerti dengan perkataan nya itu.

__Jujur aku kurang paham dengan maksud asupan vitamin yang akan dia berikan padaku. Vitamin apa? Ah ... Mas Sofiano ada-ada saja!

Tanpa ber cas-cis-cus lagi, akhirnya Mas Sofiano pergi meninggalkan kamar kost-anku, dia masuk ke kamarnya sendiri dan menutup pintunya rapat-rapat.

Setelah kepergian Mas Sofiano, suasana kamarku mendadak jadi kaku. Aku dan Rangga sama-sama diam dan canggung untuk memulai perbincangan. Pertengkaran yang terjadi di jalan tadi masih menyisakan rasa grogi dan segan di antara kami. Bagai orang yang baru pertama kali bertemu dan berkenalan, sikapku dan juga sikap Rangga benar-benar bagai batu es balok. Beku, keras dan dingin.

Aku dan Rangga duduk bersebelahan dan saling berpandangan. Mata kami beradu tapi tak tahu harus berbuat apa. Lidahku dan juga lidah Rangga seolah keluh untuk berkata-kata. Untuk beberapa saat lamanya kami mematung dan hanya bertatapan tanpa menggerakan tubuh. Kami diam seribu bahasa walaupun sebenarnya banyak yang ingin kami bicarakan.

''Rang ...''

''Mas ...''

Aku dan Rangga bebarengan ingin memulai berucap. Kami sama-sama gugup sehingga sama-sama tidak bisa untuk melanjutkan berbicara.

''Mmm ... kamu duluan, deh!'' Aku dan Rangga kompak ngomongnya dalam intonasi dan waktu yang bersamaan, lalu karena merasa aneh akhirnya kami berdua jadi tersenyum geli.

''Mmm ... kenapa jadi canggung begini, ya?'' ucapku.

''Ya ... Rangga juga, Mas!'' sahut Rangga.

''Rangga ... apa yang ingin kamu ucapkan?''

''Rangga ... cuma kangen sama Mas Herio ... apakah Rangga boleh peluk dan cium Mas Her?'' ungkap Rangga dengan sangat polosnya.

Aku hanya terpana dengan omongannya, aku tidak bisa menjawab apa-apa, aku bengong seperti orang dongo, hingga Rangga diam-diam bergerak mendekati aku ,lalu tanpa banyak pertimbangan bocah laki-laki ini mengecup bibirku dan melumatnya dengan penuh gairah.

Aku hanya terpana dengan omongannya, aku tidak bisa menjawab apa-apa, aku bengong seperti orang dongo, hingga Rangga diam-diam bergerak mendekati aku ,lalu tanpa banyak pertimbangan bocah laki-laki ini mengecup bibirku dan melumatnya dengan penuh ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Rangga sayang sama Mas Herio ...'' suara Rangga lembut berbisik dan terngiang di kupingku. Suara yang laksana bunyi seruling itu seolah menghipnotisku dan membuatku melayang tinggi ke angkasa.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang