''Anak-anak ... ayo bangun dan segera mandi!'' Terdengar seruan suara Kak Winarti membangunkan anak-anaknya yang membuatku terjaga dari tidurku. Vikry dan Ari nampak bangkit dari ranjang tidurnya dan langsung berlari menuju kamar mandi. Mereka mandi bersama adik perempuannya si Nadine. Suara ceria mereka cukup menyita perhatianku untuk menyimak setiap ucapan yang mereka lontarkan. Tingkah polos dan pita suara yang unik jadi terdengar lucu sehingga memancingku untuk tersenyum.
''Jangan berisik, Abang! Ada Om lagi bobo, tauk!'' ujar Ari.
''Mana ada Om?'' tanya Nadine dengan suara yang terdengar imut dan mandjah.
''Itu lagi bobo' di depan TV, Dek.''' jawab Ari sambil menunjuk ke arahku, aku pura-pura memejamkan mataku.
''Wahh ... Om-nya ganteng, ya!'' celetuk Nadine ceplas-ceplos sambil melongok ke tempatku berbaring.
''Ah, kamu masih kecil udah tahu cowok ganteng aja, Dek!'' timpal Vikri sambil menyiramkan air ke arah kedua adiknya.
''Gantengan mana sama Abang Vikri?'' tanya Vikri kepada Nadine.
''Gantengan si Om'' jawab Nadine masih dengan suara yang imut dan menggemaskan.
''Kalo Bang Vikri sama Bang Ari gantengan mana?'' tanya Vikri lagi.
''Gantengan Bang Ari ... Bang Vikri jeyek!'' jawab Nadine sambil menjulurkan lidahnya.
''Hahaha ...''
Semuanya tertawa. Aku juga ikutan tertawa walau hanya dalam hati.
''Hayooo anak-anak ... jangan pada becanda buruan mandinya, gantian sama Bapak!' 'tukas Kak Winarti menenangkan anak-anaknya. Dan anak-anak itu langsung terdiam dan segera menuntaskan kegiatan mandi paginya.
Usai mandi mereka bertiga berpakaian rapi, karena mau bersiap-siap untuk mengikuti Sholat Idul Adha di masjid terdekat.
Aa' Iyan sedang menggunakan kamar mandi, lalu setelah beberapa menit dia keluar, badannya masih basah dan hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Dia berjalan ke arahku dan melemparkan satu handuk ke tubuhku.
''Bangun, Rio ... mandi gih! Terus kita jalan ... bareng anak-anak kita ke masjid!'' ujar Aa' Iyan sebelum ngeloyor menuju kamarnya.
Aku pun menuruti perkataannya, aku bangkit dari tempat tidurku dan berjingkat ke kamar mandi. Gebyar-gebyur aku menyiram tubuhku dengan air yang terasa cukup dingin. Setelah merasa bersih aku keluar, aku melihat keluarga Aa' Iyan sudah pada rapi dan siap untuk berangkat ke masjid. Dengan buru-buru aku mengenakan pakaian koko serta sarung tenun yang sudah aku persiapkan dari rumah, aku berdandan alakadarnya dan tak lupa menyematkan peci di atas kepalaku. Dan kini aku sudah siap untuk menjalankan sholat hari raya idul Adha bersama keluarga Aa' Iyan.
''Hallo, Om!" sapa Nadine dengan senyuman manis yang menggemaskan.
''Halo, gadis kecil yang syantik!'' balasku sambil mencubit manja dagunya yang runcing, dan perempuan kecil ini meringis menampakan giginya yang gripis.
''Nadine ... ayo sini ... kamu ikut sama Mama!'' Kak Winarti menarik tangan Nadine, lalu menggandengnya untuk berjalan bersamanya. Mereka bergerak lebih dulu bersama para tetangga wanita yang lainnya.
Sementara itu Vikri, Ari, Aa' Iyan dan aku berjalan di belakang perempuan-perempuan itu. Aku merangkul bahu Ari dan Vikri, sedangkan Aa' Iyan nampak melenggang tenang sendirian.
Tak seberapa lama kami semua telah tiba di masjid, kami disambut dengan seruan kalimat takbir yang berkumandang mengagungkan asma Sang Pencipta. Luar biasa, semua jamaah di masjid ini turut bertakbir, sehingga menambah semarak keagungan Hari Raya keagamaan umat Islam ini.
اللهُ أكْبَرُ, اللهُ أكْبَرُ, اللهُ أكْبَرُ
لا إِلهَ إِلاَّ اللهُ واللهُ أكْبَرُ
اللهُ أكْبَرُ وَِللهِ الحَمْدُ"Allaahu akbar, Allaahu akbar, Allaahu akbar,
Laa illaa haillallah-huwaallaahuakbar
Allaahu akbar walillaahil hamd'."
Artinya :
" Allah maha besar Allah maha besar Allah maha besar, Tiada Tuhan selain Allah, Allah maha besar Allah maha besar dan segala puji bagi Allah. "
Singkat cerita, kami pun selesai melaksanakan dua Rakaat sholat ied, anak-anak lebih dulu berhamburan pulang. Sedangkan aku dan Aa' baru membubarkan diri dari masjid setelah khutbah berakhir. Ketika aku keluar dari pintu gerbang masjid, aku berpapasan dengan seorang pemuda seumuran dengan aku, pemuda itu berwajah tampan, kulitnya bersih, badannya tegap, dan juga tinggi. Dia nampak alim karena busana muslimnya. Sejenak aku memperhatikan laki-laki beralis tebal, berhidung mancung dan berbibir gempal itu. Aku berusaha melempar senyum kepadanya namun dia terlihat angkuh bahkan memandangku dengan tatapan mata yang kurang bersahabat ketika dia mengetahui kalau aku bersama Aa' Iyan. Untuk beberapa detik dia menatapku dengan sudut mata yang runcing, lalu dengan sikap congkaknya dia membuang muka jauh-jauh dan segera berlalu dari hadapanku. Aku jadi terbengong melihat tingkahnya itu.
Faridz
''Cowok yang aneh!'' gumanku.
''Siapa?'' timpal Aa' Iyan.
''Itu tadi barusan ....''
''Oh ... dia si Faridz ... aneh kenapa? Dia anaknya manis dan ganteng kok.''
''Aa' kenal dia?''
''Kenallah ... dia 'kan tetangga Aa' ... rumahnya tidak jauh kok dari rumah Aa'.''
''Aa' suka sama dia?''
''Suka apanya, Aa' 'kan sudah kenal dia dari orok!''
''Ooohhh ...'' Aku mengangguk-anggukan kepala.
''Emang kenapa?''
''Gak kok ... Gak apa-apa!''
''Hmmm ... dibalik kata tidak apa-apa, biasanya ada apa-apa, namun tidak ingin diketahui oleh siapa-siapa ...''
''Apaan sih, Aa' ... benaran ... Tidak ada apa-apa ... jangan didramatisir deh!''
''Aa' tahu pasti ada apa-apa ...''
''Hehehe ... Jangan sok tahu segalanya, A' ... Aa' bukan Tuhan!''
''Hmmm ....''
''Hmmm juga!''
Aku dan Aa' Iyan jadi tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Cerita PendekUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.