Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Waktu terus bergulir, hubungan aku dan Aa' Iyan memang mulus seperti jalan tol, kami saling percaya satu sama lain, sehingga tak ada kendala yang berarti. Kami juga saling membantu dalam berbagai hal, saat aku butuh sesuatu dari Aa', tanpa segan Aa' membantuku, begitupun juga sebaliknya saat Aa' sedang membutuhkan pertolonganku, tanpa ragu aku pasti membantunya. Seperti saat itu, ketika hari ulang tahun salah satu anak Aa' Iyan yang bernama Ari, karena hari ulang tahun Ari jatuh pada tanggal tua dan kebetulan Aa' lagi kehabisan uang tabungan, Aa' memintaku untuk memberikan pinjaman kepadanya, aku menyetujuinya, karena waktu itu aku memang masih punya uang pegangan yang lebih yang bisa aku pinjamkan kepada Aa'.
Hari jadi Ari yang ke delapan tahun itu cuma dirayakan Aa' sekeluarga saja, Aa' mengajak keluarganya untuk mengunjungi Monumen Nasiona (Monas) yang ada di Jakarta Pusat. Aa' mengajakku untuk turut serta menghadiri perayaan Ultah Ari yang cukup sederhana itu. Aku menyetujuinya, dan aku menjumpai mereka di Monumen yang menjadi icon ibukota Indonesia tersebut.
Sebelum aku berangkat ke Monas, terlebih dulu aku membuat update status di akun Facebook pribadiku. Aku menulis di beranda profilku sebuah tulisan "OTW ke Monas''. Tak disangka respon teman-teman dunia mayaku terhadap statusku itu cukup serius bahkan beberapa dari mereka mengajakku ketemuan disana. Oke ... seperti pepatah yang mengatakan sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, hal itu pulalah yang aku terapkan dalam kejadian ini. Aku menghadiri ulang tahun Ari dan aku juga membuat perjanjian dengan teman-temanku untuk bertemu di Monas.
Setelah bergelantungan di Busway, akhirnya aku sampai juga di halte Gambir 1. Aku turun di halte tersebut, kemudian bergegas mencari keberadaan Aa' dan keluarganya yang sudah lebih dulu tiba di sana. Aku mengikuti petunjuk Aa' lewat SMS tentang posisi mereka berada. Setelah keliling mutar-muter taman di sekitar Monas, akhirnya aku bisa menemukan posisi mereka. Aku langsung menghampiri mereka, namun ada yang tak kupahami, Aa' Iyan dan anak-anaknya sudah berada di dalam area Monas yang terisolasi pagar besi yang menjulang tinggi, sementara istrinya masih berada di luar area. Usut punya usut, ternyata Aa' masuk ke area dengan cara ilegal. Dia meloncati pagar sedangkan anak-anaknya yang bertubuh kecil masih bisa menerobos lewat celah antara tiang-tiang pagar yang notabene sangat sempit dan tidak bisa dilalui oleh orang dewasa. Nah ... itulah mengapa istri Aa' masih berada di luar area, karena seorang perempuan seperti dia tidak mungkin meloncati pagar.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Akhirnya aku dan Kak Winarti masuk ke area Monas melalui jalur legal. Lumayan ribet juga sih kalau lewat jalur resmi. Karena di samping bayar tiketnya yang harganya cukup mahal, aksesnya juga berputar-putar dan harus melewati terowongan bawah tanah sehingga memakan waktu dan jarak yang lebih lama dan lebih jauh.
''Sudah sering datang kemari, Kak?'' tanyaku basa-basi untuk mencairkan suasana, sambil berjalan menyusuri terowongan yang cukup ramai juga karena dipenuhi pengunjung.
''Tidak ... ini adalah pertama kali saya datang kesini,'' jawab Kak Winarti tanpa ekspresi.
''Ohhh ....'' Aku mengangguk, setelah ini tak ada percakapan lagi, karena sepertinya Kakak Winarti bersikap dingin dan selalu menjaga jarak dariku. Aku tidak mengerti mengapa dia bersikap demikian, meskipun begitu aku tetap menghormatinya dan mencoba untuk memahaminya lantaran dia adalah sosok wanita yang memiliki sifat yang cenderung introvert.
Aku dan Kak Winarti tiba juga di tempat Aa' Iyan dan anak-anaknya menunggu. Lalu mereka semua langsung memasuki bangunan monumen tersebut yang di dalamnya terdapat museum yang banyak menampilkan situs-situs perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Di museum ini, kita juga bisa menyaksikan patung-patung para tokoh pahlawan bangsa yang melawan penjajah. Luar biasa, kita patut bersyukur dan bangga, karena dari perjuangan para pahlawan tersebutlah bangsa ini menjadi bangsa yang merdeka dan bebas menentukan nasibnya sendiri tanpa terbelenggu dari bangsa penjajah.
Merdeka! ... seperti merdekanya anak-anak Aa' Iyan yang nampak bahagia bisa berkunjung ke tempat ini, keluarga kecil itu memperlihatkan kekompakan yang menggembirakan. Dan melihat kebahagiaan mereka, aku jadi sadar bahwa aku ini hanya orang asing yang tak seharusnya berada di tengah-tengah mereka. Diam-diam aku mundur dan menjauhi mereka, aku pergi ke sebuah ruangan dan aku berdiam diri disana. Aku merenung, dan aku menangis. Entahlah, aku menangisi apa? Aku hanya merasa sedih dengan nasibku sendiri.