Lembar Ke-80 : Roof Top

1.6K 61 3
                                    


''Halo ...'' Aku mendekatkan mulutku pada lubang mikrofon di HP-ku.

''Halo ... Herio ... sorry ya... aku tidak jadi mampir soalnya nyokapku barusan menelpon dan memintaku untuk segera balik ... so i am sorry for that ... ntar kapan-kapan deh aku mampirnya ...''

''Oh ... gitu ...''

''Iya Rio ... gak apa-apa 'kan padahal aku kangen sama dirimu, Herio Purnama ...''

''It's ok ... tidak apa-apa, Andy ...''

''Nice boy ... next time aja, ya ... good night!''

''Good Night!''

Tut ... Tut ... Andy memutuskan sambungan teleponnya, sehingga aku terbengong sebentar sebelum menaruh HP-ku kembali di atas kasur. Aku melirik Rangga yang dari tadi memperhatikan percakapanku di telepon, cowok tampan ini memasang wajah serius penuh dengan rasa keingintahuan.

 Aku melirik Rangga yang dari tadi memperhatikan percakapanku di telepon, cowok tampan ini memasang wajah serius penuh dengan rasa keingintahuan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Siapa yang menelpon, Mas?'' tanya Rangga terdengar seperti orang yang kepo berat.

''Teman!'' jawabku.

''Cowok?''

''I-iya ...''

''Sudah ku duga!''

''Emang kenapa, Rang?''

''Gak ... gak apa-apa!"

''Bohong ... kamu pasti sedang berpikir yang macam-macam!''

''Sok tahu, iiihh ...''

''Hmmm ...'' Aku bersingut.

''Hmmm ... juga!'' Rangga ikutan bersingut.

''Apaan sih kamu, Rangga ....''

''Hehehe ...'' Brondong ganteng ini jadi tertawa, ''jadi gimana nih, Mas Her ... Rangga boleh tidur di sini, gak?'' lanjutnya.

Aku tidak segera menjawab, aku terlebih dulu memandang Rangga dari atas sampai bawah. Bocah tengil ini memang paling menawan dibandingkan dengan teman-teman tongkrongannya. Tak hanya tampan, dia juga memiliki postur tubuh yang bongsor dan cukup berisi. Tapi satu hal yang tidak aku mengerti mengapa dia ngotot dan bersikukuh ingin menginap di kamarku. Ada motivasi apa yang membuat dia begini.

__Hmmm ...mencurigakan!

''Kenapa kamu mau tidur di sini?'' tanyaku.

'''Kan, Rangga sudah bilang tadi ... Rangga lagi BT, Mas ... butuh teman ngobrol ... dan di rumah ini cuma Mas Herio doang yang bisa ku ajak curhat ...'' jawab Rangga.

Hmmm ... masuk akal juga modusnya, memang benar, sih ... di keluarganya dia cuma tinggal bersama bokap dan nyokapnya saja, sementara kedua kakaknya yang sudah menikah ikut tinggal bersama suaminya. Jadi, wajar kalau dia kesepian dan butuh teman curhat.

''Oke ... kamu boleh tidur di sini, Rangga!''

''Asiikkkk ... Mas Herio emang baik deh!'' Rangga jadi girang seperti mendapatkan doorprise hadiah, lalu tanpa canggung ABG ini membantingkan tubuhnya ke atas kasur dan berguling-gulingan sambil memeluk bantal guling. Aku cuma tersenyum melihat sikap Rangga yang kadang kekanakan begitu.

''Ini masih terlalu sore buat tiduran, Rangga ...'' komenku.

''Biarin ...'' timpal Rangga.

''Mendingan kamu temani aku minum kopi di RoofTop.''

''Hah ... RoofTop ... dimana, Mas?''

''Di balkon atas!''

''Ohhh ...''

Aku menyeduh dua cangkir kopi, lalu mengaduknya hingga aromanya menggoda dan siap untuk dinikmati.

''Rangga ... ayo ikut aku!'' Aku membawa dua cangkir kopi ini dan keluar dari kamarku.

''Mau kemana sih, Mas?'' Rangga jadi penasaran.

''Udah ikut aja sini!'' Aku mulai menaiki tangga untuk menuju area RoofTop bangunan Kost. Sementara Rangga masih nampak bermalas-malasan dan bingung dengan ekspresi muka yang seperti orang sedang berpikir aneh, namun akhirnya dia membuntuti aku juga. Kami berdua menapaki tangga yang terbuat dari kayu ini selangkah demi selangkah dengan penuh hati-hati karena tempatnya gelap dan di-setting agak curam. Jadi perlu ekstra hati-hati untuk bisa mengakses tangga ini.

 Jadi perlu ekstra hati-hati untuk bisa mengakses tangga ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Beberapa jurus kemudian.

Kami berdua tiba di pelataran RoofTop yang cukup luas namun kondisinya remang-remang karena minim cahaya. Dari tempat ini kami bisa melihat betapa indahnya pemandangan langit malam yang dihiasi dengan jutaan bintang dan rembulan. Anginnya juga sepoi-sepoi seperti di pantai.

__Pokoke adem tenan!

''Wow ... Rangga baru sadar, ternyata di Rumah Rangga ada tempat yang sekeren ini!'' Rangga takjub dan terpesona dengan angel view sudut-sudut kota Jakarta pada malam hari yang nampak lebih menarik dari atas sini. Apalagi dengan lampu yang warna-warni sehingga menambah keunikan tersendiri bagi siapa saja yang menyaksikannya.

''Lihat itu, Mas ... siluet Monas kelihatan dari sini ...'' Rangga menunjukan sebuah bangunan yang jadi icon kota Jakarta itu yang terlihat kecil di kejauhan sana.

''Iya ... aku tahu ...''

''Menakjubkan, ya ... kota Jakarta di malam hari!''

''Kamu pasti jarang ke tempat ini ya, Rang?''

''Bukan jarang lagi, Mas ... hampir tidak pernah!''

''Aku sering ke sini, Rangga ... terutama saat-saat aku BeTe ... pemandangan sudut kota dari tempat ini cukup menenangkan dan membuatku nyaman ... tempat ini seolah me-recharge baterai tubuhku yang lowbatt karena aktivitas seharian ...''

''Iya, Mas ... tempat ini juga memiliki aura yang romantis ... iya, 'kan?''

''Ah ... sok tahu kamu, Rangga!''

''Serius, Mas Her ... tempatnya remang-remang begini ... cocok banget buat tempat pacaran!''

''Emang kamu sudah pernah pacaran?''

''Hehehe ... belum sih, Mas ...'' Rangga nyengir sembari garuk-garuk kepalanya.

''Hehehe ... '' Aku jadi ikutan nyegir, ''Nih ngopi dulu ... biar jernih pikiranmu!'' Aku meyodorkan secangkir kopi ke tangan Rangga, lalu cowok kece ini menyeruputnya perlahan.

''Hmmm ... Mantap kopinya!'' ujarnya polos menirukan gaya Iwan Fals saat jadi model iklan minimum merk kopi.

''Hehehe ...'' Aku hanya tersenyum simpul melihat pola Rangga yang terkadang kocak dan menggelitik. Dan anehnya aku menyukai itu. Kepolosan Rangga yang membuatku jadi menyimpan getaran asmara yang diam-diam bergelora dalam dadaku.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang