Jeritan suara jangkrik bersahutan dari tanah perkebunan bersinergi dengan gelombang takbiran yang terus menggema dari corong-corong masjid di kejauhan sana.
Waktu sudah menunjukan pukul 10.15 WIB, Istri dan anak-anak Aa' Iyan telah terlelap tidur. Sehabis mandi Aa' mengajakku keluar rumah dan pergi ke sebuah warnet yang tak jauh dari rumah Aa'. Di tempat ini Aa' merental komputer selama satu jam. Dan selama waktu tersebut Aa' membuka situs media sosialnya dan situs-situs khusus untuk orang dewasa. Dia memutar video-video pornoaksi yang menggugah birahi. Entah, apa yang ada di dalam pikiran Aa' Iyan sampai dia betah berlama-lama menonton adegan-adegan seronok yang semestinya hanya dilakukan oleh sepasang suami istri itu. Apakah Aa' ingin merangsang dirinya sendiri untuk lebih bergairah? I don't know ... aku hanya menemaninya saja dan aku juga tidak terlalu fokus melihat film-film berkategori biru itu.
Setelah puas bermain di warnet, Aa' mengajakku jalan-jalan berkeliling komplek yang suasananya sudah sepi dan kondisi jalanan juga minim cahaya karena banyak lampu jalanan yang tidak menyala. Sehingga di area ini menjadi sangat remang-remang seperti di tanah perkuburan. Udara di tempat ini juga berkabut dan terasa sangat dingin hingga menusuk tulang serta persendianku, dan semua itu menambah kesan horor di malam gelap gulita seperti saat ini.
Tubuhku mendadak menggigil kedinginan, gigi-gigiku juga bergelatukan seperti batu-batu kerikil yang berjatuhan. Tiba-tiba Aa' Iyan menggandeng tanganku, tubuhnya merapat dengan tubuhku, sehingga aku bisa merasakan kehangatan yang terpancar dari dalam tubuhnya. Bagai bara api yang menjalar, kehangatan tubuh Aa' berhasil menghalau rasa dingin yang membelenggu sebagian tubuhku. Aku merasa jadi lebih tenang dan nyaman.
''Herio ... apa kamu masih kedinginan?''
''Tidak Aa' ... aku sudah merasa lebih baik.''
''Jika kamu masih merasa dingin ... Aa' akan memeluk kamu lebih erat.''
''Tubuh Aa' sangat hangat ... aku jadi merasa sangat nyaman sekali.''
''Herio ... sebenarnya Aa' sedang ingin bercinta dengan kamu, Aa' sedang sangat birahi. Malam ini adalah Malam yang Horny ... Aa' ingin bercumbu dengan kamu. Aa' ingin menggores tinta putih di lembaran hitammu ... tapi Aa' tidak tahu dimana Aa' bisa melakukannya ... kita tidak mungkin melampiaskannya di rumah Aa' ... karena di rumah ada istri dan anak-anak Aa' ....''
''Jadi, ini sebabnya Aa' mengajakku keluar dari rumah?"
''Iya ... maafkan Aa' ya, Herio ... Aa' punya pikiran yang kotor dan cabul begini."
''Aa' ... malam ini aku sangat senang sekali bisa berduaan dengan Aa' ... Jika Aa' menginginkan aku melakukan sesuatu untuk Aa' ... aku bersedia A' ....''
''Herio ... Aa' tidak mau memaksa kamu ....''
''Tidak apa-apa ... Herio sayang sama Aa' ... Herio mau melakukan apa pun demi Aa'!"
Aa' Iyan tersenyum, tangannya terus mengusap-usap pipiku.
''Kalau begitu, ayo ikut Aa'!"
''Kemana A'?'' Aku berjalan mengikuti arah kaki Aa' Iyan melangkah.
''Ke sana!'' Aa' Iyan menunjuk sebuah bangunan rumah setengah jadi yang kosong dan terbengkelai. Rumah tanpa atap itu di tumbuhi rumput ilalang dan tumbuhan liar yang menjalar pada temboknya yang retak.
''Ini rumah siapa, A'?'' Aku masih memperhatikan bangunan ini yang kondisinya sangat memperhatinkan.
''Milik pengembang perumahan ... mungkin mereka kehabisan modal, sehingga dibiarkan terbengkelai ... banyak sih, disini bangunan-bangunan kosong seperti ini."
''Terus kenapa Aa' membawa aku ke tempat ini?'' Aku merasa bingung.
''Kamu bilang, kamu mau melakukan apa pun yang Aa' inginkan, bukan?''
''Iya, A' ...."
''Nah ... sekarang Aa' ingin kamu sepongin Pisang Goreng Gosong Aa' disini ... kamu tidak keberatan, 'kan?''
''Disini?'' Aku membelalakan mataku.
''Iya ...'' Aa' Iyan mulai mengeluarkan kontolnya dari dalam boxer tanpa melepas celana panjangnya. Pisang Goreng Gosong-nya yang sudah berdiri tegak itu mengacung seperti tongkat penunjuk arah. Kepalanya merona dan mengkilat tersorot cahaya rembulan.
''Jongkok dan iseplah Pisang Goreng Gosong Aa'-mu ini!"' perintah Aa' dengan suara tenang dan tegas. Dan seolah dihipnotis aku menuruti perintahnya. Aku merunduk dan berlutut di depannya. Mukaku tepat menghadap batang Pisang Goreng Gosong-nya yang bergerak-gerak naik turun.
''Masukin ... Herio ... Ayo masukin!'' Aa' iyan mengarahkan perkakas pribadinya ke dalam mulutku. Tangannya menjambak rambutku lalu menarik kepalaku sehingga seluruh batang kejantanannya yang sudah ngaceng ini tenggelam ke dalam rongga mulutku dan mentok di kerongkonganku.
Aa' Iyan mengoyang pantatnya maju mundur seirama dengan keluar masuk senjata seksualnya di dinding oralanku. Ough ... ah ... ah!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Historia CortaUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.