Lembar 133 : Panggilan

1.6K 51 3
                                    

HAMPIR seharian aku dan Rangga berada di dalam kamar. Kami berdua memang seperti pengantin baru yang sedang memadu kasih dan saling melepaskan rindu. Kami berdua bermanja-manjaan, bercandaan sambil mengobrol ngalur-ngidul tentang apa saja. Kami juga cekikak-cekikik mengumbar tawa kebahagiaan bersama-sama. Hari ini pokoknya aku dan Rangga puas membuat kenangan yang tak akan kami lupakan.

Sore harinya, sekitar pukul 17.00 WIB, Rangga pamit dan pulang ke rumahnya. Dia pulang membawa rasa cinta yang baru, rasa cinta yang mungkin akan lebih mendalam dan lebih bermakna dari sebelumnya. Aku mengantarkan dia hingga di depan pintu gerbang. Sebelum dia pergi dia bilang bahwa dia akan menghadapi ujian kelulusan sehingga dia akan memfokuskan dirinya dengan pelajaran di sekolahnya. Dia juga bilang, mungkin dalam jangka waktu yang cukup lama dia tidak akan memberikan kabar terhadapku. Oke ... aku memakluminya dan berharap Rangga akan lulus dengan hasil nilai yang memuaskan.

''Ekhemmm ... sudah pulang si Rangga-nya, Her?'' celetuk Mas Sofiano ketika aku memandangi kepergian Rangga hingga bayangannya menghilang di balik gang-gang rumah warga.

''I-iya, Mas ... sudah!'' Aku menoreh ke arah laki-laki itu, aku lihat dia sudah rapi dengan mengenakan celana panjang dan jaket bomber-nya.

''Woyyy ... sudah rapi dan ganteng, nih ... mau ke mana, Mas Sofiano?'' lanjutku bertanya.

''Mau jemput istri, Her ... sekalian mau jenguk anak di rumah mertua!'' jawab Mas Sofiano seraya menarik motornya dan membawa keluar dari garasi.

Aku menganggukkan kepala perlahan-lahan.

''Bagaimana dengan luka-lukamu, Mas Sofiano?'' tanyaku kembali.

''Udah agak mendingan, Her ... walaupun masih nyeri dikit, tapi tidak masalah ...'' jawab laki-laki bertubuh tinggi besar ini sembari menunggangi kendaraannya dan siap-siap menjalankannya.

''Syukurlah kalau begitu, Mas ... hati-hati ya, di jalan!'' timpalku dan laki-laki itu hanya menggut-manggut melepas senyuman di balik helm yang dia kenakan. Sejurus kemudian dia menekan tombol klakson motornya sebelum dia dan kendaraannya ngacir menjauhi tubuhku yang berdiri di depan garasi.

Hmmm ... Rangga dan Mas Sofiano telah pergi.

Tinggallah aku sendiri di sini.

Dan aku jadi merasa sepi.

Hanya handphone yang setia menemani.

Fitur-fitur smartphone-lah yang selalu menghiburku kini.

__Ah ... mengapa aku berpikir seperti ini. Bagai menyusun puisi yang berakhir dengan huruf 'I'. Iiiiih ... geli!

*

*

*

BEBERAPA BULAN KEMUDIAN

Aku belum mendapatkan kabar apa pun dari Rangga, padahal aku sudah menyimpan rasa kangen yang begitu berat. Sangat berat. Mungkin berton-ton. Sehingga aku tidak mampu lagi untuk membopongnya. Tapi, aku tidak berani untuk menghubunginya, karena cowok tampan itu sudah berpesan, agar aku tidak boleh menghubunginya sebelum dia yang terlebih dulu menghubungi aku.

__Ahhh ... Rangga ... mengapa kamu membuat peraturan yang semacam ini. Tidakkah kamu tahu bahwa kamu telah menyiksaku dengan rasa kangen ini?

Kriiinggg .... kriiingggg!

Nada dering ponselku berbunyi. Ada sebuah panggilan suara dari sebuah nomor yang belum aku ketahui. Jika dilihat dari digit nomor yang berderet sepertinya dari sebuah kantor instalasi atau perusahaan.

''Halo!'' Aku mengangkat panggilan telepon ini.

''Selamat siang ... dengan Herio Purnama?'' Suara seorang laki-laki dari balik telepon nun jauh di sana.

''I-iya, benar ... saya sendiri!'' jawabku agak canggung.

''Saya, Johan Kumbara, HRD PT. xxx. Sudah menerima surat lamaran pekerjaan anda melalui Jobstr**t dan saya akan mengundang anda untuk interview besok jam 10 pagi. Apakah anda bersedia?''

''Ba-baik, Pak ... saya bersedia!'' jawabku excited.

''Baiklah ... tolong catat alamat lengkapnya, ya!''

''E ... Tunggu sebentar, Pak! Saya mau mengambil pulpen dulu!'' Aku bergegas mengambil pulpen dan buku catatanku. Kemudian ...

''Halo, Pak ...'' Aku kembali bersuara di mikrofon handphone-ku

''Iya ...'' jawab laki-laki di seberang sana.

''Dimana alamatnya?''

''Baik ... Ruko Cempaka Mas blok xxx no xx ...''

''...'' Aku mencatat dengan lengkap alamat yang diberikan oleh HRD tersebut.

''Jangan lupa bawa CV lengkap dan pasphoto terbaru. Saya tunggu besok ya, jangan terlambat!''

''Ba-baik, Pak ... terima kasih banyak, Pak!''

''Ya, terima kasih dan selamat siang!''

Tut ... tut ... tut ... panggilan telepon berakhir.

Yesss ... akhirnya aku mendapatkan panggilan juga setelah sekian lama aku melamar di beberapa perusahaan lewat aplikasi Jobstr**t. Aku senang sekali karena aku mendapatkan panggilan interview dari salah satu perusahaan yang aku idam-idamkan. Semoga besok interview-nya lancar dan aku bisa diterima dan bekerja di perusahaan tersebut. Aamiin!

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang