Lembar Ke-51 : Mati Lampu

1.8K 73 1
                                    

Aku dan Rangga langsung balik ke kost-an. Setelah Rangga memasukan motor ke rumahnya, aku mengajak dia ke kamarku untuk menikmati Spaghetti-nya bersama-sama. Di dalam kamar kami berdua segera membuka bungkusan makanan tersebut dan memakan masakan ala Italy ini dengan sangat lahapnya. Di tengah asiknya kami bersantap, tiba-tiba lampu kamar kost mati, sehingga ruangan jadi gelap gulita. Aku dan Rangga gelagapan dan bertanya-tanya, ada apakah gerangan hingga lampu kamarku ini mati.

''Yah ... lagi tanggung begini mati lampu,'' gerutu Rangga.

''Kok tumben sih mati lampu?''

''Mungkin ada pemadaman listrik bergilir, Mas ...''

''Pasti lama dong nyalanya?''

''Ya ... bisa sampai 1 atau 2 jam-an ....''

''Huffttt ...'' Aku membuang nafas kesal, lalu aku meraba-raba mencari persediaan lilin yang aku simpan di atas meja. Sebelum menuju meja, tanganku meraba-raba benda-benda di sekitarnya untuk mencari jalan agar aku tidak salah jalan. Ketika jari jemariku mulai meraba, benda pertama yang aku jamah sesuatu yang membuatku terkejut dan heran, aku seolah mengenali benda ini, rasanya kenyal dan sedikit lembek, aku meremas benda ini perlahan, dan saat aku melakukan aksi ini aku mendengar suara Rangga yang setengah menjerit kelojotan.

 Ketika jari jemariku mulai meraba, benda pertama yang aku jamah sesuatu yang membuatku terkejut dan heran, aku seolah mengenali benda ini, rasanya kenyal dan sedikit lembek, aku meremas benda ini perlahan, dan saat aku melakukan aksi ini aku mend...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Awwww!'' seru Rangga lantang.

''Mas Herio ... ini burung kecil Rangga, Mas. Ke-kenapa, Mas Her ... meremas-remasnya?'' ketus Rangga.

''Oh My God ... sorry ... sorry ... aku tidak tahu ... Aku benar-benar tidak melihatnya, Rangga ...'' buru-buru timpalku dan segera melepas remasanku.

''Ya, Mas Her ... gak apa-apa ... dimaklumi aja, memang kondisinya lagi gelap ... Rangga juga tidak bisa lihat apa-apa, tapi kok ....''

''Tapi apa, Rangga?''

''Mas Herio sepertinya sangat menghayati rabaannya ...''

''Hahaha ...'' Aku jadi ngakak, ''ya, soalnya aku penasaran benda apa yang sebenarnya sedang aku pegang!'' kataku.

''Ah ... dasar!'' timpal Rangga.

''Maafkan aku ya, Rangga ....''

''Ya slow aja kali, Mas ....''

''Ya, tapi ... ngomong-ngomong sepertinya kamu, ka-kamu tidak pakai celana dalam, ya?''

''Hehehe ... kok tahu?" Rangga terkekeh, "iya, Mas ... aku memang tidak pakai cancut, hehehe ...'' ungkapnya jujur.

''O, pantesan ....''

''Pantesan apa, sih?''

''Ya, gitu deh ...''

''Hahaha ...'' Aku dan Rangga tertawa.

Aku kembali meraba-raba dan mengingat-ingat letak posisi meja agar aku tidak salah meraba lagi, setelah dua-tiga kali melangkah, akhirnya aku bisa menemukan meja, lalu aku meraba semua benda di atasnya. Beruntung aku langsung mendapatkan lilin beserta korek api gasnya.

Tanpa ragu aku langsung menyalakan lilin tersebut untuk menerangi kamarku. Aku bawa lilin ini mendekati Rangga yang akhirnya terlihat dengan muka culunnya yang sedang meringis.

''Hmmm ... akhirnya bisa melanjutkan makannya,'' ucap Rangga terdengar polos sambil melahap sisa makanannya. Aku jadi memperhatikan pola bocah ini yang terkadang sangat lucu. Aku juga tanpa sadar memperhatikan wilayah antara kedua pangkal pahanya yang tertutup celana kolor longgar khas pemain basket yang biasa Rangga kenakan. Aku tidak percaya kalau aku baru saja menjamah benda di dalamnya.

 Aku tidak percaya kalau aku baru saja menjamah benda di dalamnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Hei, Mas Her ... kok jadi bengong, sih?'' celutuk Rangga membuyarkan pikiranku, "ayo dimakan makanannya ... keburu dingin lho ... Nanti jadi gak enak!'' lanjut dia sok menasihati.

''Ya, Rang ... kamu benar!''

''Lihatin apa sih, Mas ... sampai terpana begitu?''

''Ah, nggak kok ... aku nggak lihatin apa-apa ....'' Aku menfokuskan pandanganku pada makanan yang ada di hadapanku, lalu tanpa banyak berpikir lagi aku segera menghabiskan spaghetti bolognese-nya. Aku tidak akan berbuat macam-macam, karena aku tidak ingin Rangga mengetahui siapa aku yang sebenarnya. Herio Purnama, laki-laki penyuka batangan, lelaki yang memiliki orientasi seksual yang menyimpang. Aku tidak mau, bila Rangga akan menjadi ilfeel terhadap diriku.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang