DJONO menatapku dengan penuh pengharapan, wajah lusuhnya sedikit lebih tenang ketika dia mendengarkan percakapanku dengan salah satu temanku; (Reno).
''Gimana Her ... temanmu tahu obat yang bagus buatku?'' ujar Djono lebih semangat.
''Dia memberitahukan obat ini ...'' Aku menyerahkan secarik kertas yang sudah ku tuliskan nama obat yang diberitahukan oleh Reno ke tangan Djono.
''Ci-pro-flo-xacin ...'' Djono mengeja tulisanku dengan mengkerutkan keningnya penuh dengan tanda tanya.
''Iya ... itu sejenis antibiotik juga ... kamu coba aja minum obat itu ... siapa tahu cocok!'' terangku
''Herio ... '' Djono menatapku dengan pandangan yang memelas, ''apakah kamu bisa menolongku untuk membelikan obat ini?'' lanjutnya penuh permohonan.
''Hmmm ...'' Aku bersingut kesal.
''Please! Herio ... aku masih nyeri buat berjalan.'' Djono meringai menahan perih.
''Huh ... Ya udah, nanti aku belikan di apotik terdekat!''
''Thanks, Herio ... Kamu memang sahabatku yang is the best, deh!'' Djono memasang wajah sumringah.
''Udah, tak usah lebay ... mendingan kamu istirahat aja dulu di kamarku ... aku akan pergi ke apotik buat beli obatnya!''
''Iya, Her ... ini uangnya!'' Djono menyerahkan satu lembar uang 50Ribuan kepadaku, lalu laki-laki ini membaringkan tubuhnya di atas kasurku, matanya terus memandangiku dengan tatapan teduh tanpa ekspresi.
''Oke ... aku pergi dulu, Djon!'' kataku sembari meraih jaket yang tergantung di pintu lalu segera memakainya.
''Hati-hati, Her!'' timpal Djono.
''Iya ...'' balasku singkat.
Aku melenggangkan kakiku dan meninggalkan Djono yang masih tiduran di kamarku. Dengan langkah yang penuh percaya diri aku berjalan menyusuri jalanan setapak menuju sebuah apotik yang tak terlalu jauh dari kost-anku.
Tiba di apotik aku langsung memberitahukan kepada pelayan tentang obat yang aku cari, dan si pelayan itu pun bergerak cepat utuk mengambilkan obat tersebut. Aku membeli dua strip obat ciprofloxacin, dimana setiap stripnya terdapat 10 butir yang berbentuk tablet. Harganya cukup terjangkau karena setiap stripnya cuma dibandrol 5K.
__Murah!
Setelah mendapatkan obat ini, aku segera balik ke kost-anku. Namun saat aku menaiki tangga aku dikejutkan dengan kehadiran sesosok yang sudah aku kenali. Dia berjalan dengan cepat seperti orang yang sedang terburu-buru. Dan ketika dia berpapasan dengan aku dia langsung memasang wajah masam yang kurang menyenangkan.
''Rangga ... Kamu datang?!'' ucapku dengan nada bahagia.
''Iya ... Rangga datang, dan Rangga kecewa sama kamu, Mas Her!'' Rangga memperlihatkan wajah yang seram. Seperti macan yang hendak menerkam.
''Kecewa kepadaku? Kenapa, Rang?''
''Tidak usah berpura-pura bloon, deh ... siapa tuh laki-laki yang berada di kamar Mas Her!'' gertak Rangga kesal.
''Ohh ... Dia temanku!''
''Teman ... teman macam apa? Tiduran di kasur seenaknya!'' timpal Rangga ketus.
''Dia lagi sakit, Rangga ... aku baru membelikan obat untuknya.''
''Oh ... perhatian sekali, ya! Sebegitu pentingkah orang itu bagi Mas Her? Hingga Mas Her rela membelikan obat untuknya segala!''
''Rangga, ini tidak seperti yang kamu pikirkan ...''
''Hmmm ... omong kosong! Pasti dia lebih dari seorang teman ...'' tukas Rangga geram.
''Hehehe ...'' Aku malah tertawa geli, ''Rangga, apakah kamu cemburu?'' imbuhku.
''Rangga Cemburu?'' Rangga membelalakan matanya, ''Tidak!'' lanjut Rangga tegas.
''Rangga ... aku tahu kamu cemburu! Tapi, please ... percayalah kepadaku, kalau dia hanya temanku saja ...'' terangku.
''Aah ... bullshit!'' Rangga mendorong tubuhku dan dia langsung ngacir meninggalkan aku.
''Rangga ... Rangga!'' teriakku dan mengejar dia tapi bocah baru gede itu tidak menggubrisku.
Rangga terus bergerak cepat tanpa menoreh dan tidak mempedulikan teriakanku, hingga bayangannya hilang dari pandangan mataku. Aku jadi menghela nafas panjang karena tidak mengerti dengan isi pikiran remaja tanggung itu. Aku yakin dia pasti salah paham, rasa cemburunya seolah telah menutup mata batinnya sehingga dia tidak mau mendengarkan sedikit pun penjelasanku.
Bocah SMP itu pergi bersama amarahnya yang tidak berdasar. Rangga memang terlalu labil untuk mengerti. Apalagi ini masalah hati di dunia percintaan sesama jenis. Rasanya terlalu naif dan kelewat posesif bila aku terbawa arus emosinya. Lebih baik aku bersabar dan tenang menghadapi sifat kekanakan Rangga. Aku yakin dia akan memahami setelah aku menjelaskan dengan baik-baik tentang siapa sebenarnya, Djono.
''Herio ... sampeyan bengong di jalan!'' celetuk suara Mas Sofiano membuyarkan lamunanku.
''Eh, Mas Sofiano ....'' Aku mesam-mesem.
''Ngapain di situ, Her?''
''Gak kok ... gak ngapa-ngapain, Mas ... Hehehehe ...'' Aku menggeleng dengan cepat.
''Hmmm. ... koyo wong edan ...'' guman Mas Sofiano (seperti orang gila).
''Hihihi ...'' Aku cuma balas dengan meringis, lalu cowok Jawa itu tidak memperhatikan aku lagi, dia langsung menaiki tangga dan masuk ke kamarnya.
''Huh ....'' Aku membuang nafas jauh-jauh. Lega!
Lalu tanpa banyak beripikir lagi aku segera berjingkat menaiki tangga kembali dan memasuki kamarku. Di dalam kamar aku melihat Djono masih terbaring lesu sambil memeluk boneka-boneka doraemonku.
''Herio ... kamu sudah pulang?'' ujar Djono.
''Iya ... ini obatnya, Djon!'' Aku menyerahkan sebungkus obat ke tangan Djono, ''dan ini uang kembaliannya!'' lanjutku.
''Terima kasih, Herio Purnama ...'' Djono tersenyum simpul menerima obat dan uang kembaliannya.
''Segera minum obatnya, Djon ... sehari tiga kali setelah makan!'' jelasku lebih lanjut.
"Oke, deh ...'' timpal Djono girang seraya bangkit dari kasur dan berjalan untuk mengambil air minum yang aku letakan di atas meja.
Aku sendiri duduk termangu dengan pandangan yang tidak fokus karena masih berpikiran tentang Rangga. Aku masih khawatir Rangga akan tetap marah dan membenciku.
''Oh ya, Her ... barusan tadi ada anak SMP datang ke sini ... dia sempat buka pintu dan melihatku ... dia tidak ngomong apa-apa ... tapi sorot matanya kelihatan tajam seperti orang yang marah ... lalu dia pergi begitu saja ...'' ungkap Djono setelah dia menenggak obat yang aku belikan.
''Iya, aku tahu ...'' timpalku.
''Kamu mengenal dia, Her?''
''Kenal ...''
''Siapa namanya? Boleh dong kenalkan kepadaku! Kayaknya dia melenceng juga tuh ... dia masih brondong ... udah gitu wajahnya manis banget, keren dan cakep juga!'' Djono nerocos dengan berapi-api dan sangat antusias.
''Dia BF-ku, Djon ... dan dia lagi cemburu gara-gara kamu ada di sini!'' tukasku yang membuat Djono jadi langsung terdiam.
''Ooohhh ...''
Djono jadi melongo dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia menatapku dengan pandangan mata penuh rasa bersalah. Kemudian, laki-laki ini terpekur memandangi lantai tanpa berani menatapku lagi.
__Dasar gay buaya darat!
![](https://img.wattpad.com/cover/160630430-288-k296157.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Historia CortaUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.