TIGA hari telah berlalu, aku mendapatkan kabar kalau kondisi Djono semakin membaik. Saat dia kencing sudah tidak sakit lagi, dan bakso telornya yang membengkak perlahan mulai mengempes. Alat kelamin Djono sudah bisa ereksi kembali. Mendengar kabar ini aku jadi turut bergembira, ternyata obat yang diusulkan oleh Reno cukup memberikan efek yang signifikan. Aku berharap Djono akan segera sembuh dan dia bisa mengambil hikmah dan pelajaran berharga dari balik penyakit yang pernah dideritanya itu.
Berbeda dengan kondisi kesehatan Djono yang sudah mulai membaik, hubungan aku dengan Rangga masih terasa dingin. Rangga sepertinya masih menyimpan rasa marah dan cemburu yang kian berlebih. Kami berdua belum menyelesaikan masalah ini karena sikap Rangga yang mendadak jadi terisolasi. Setiap aku telepon ke nomornya tak pernah diangkat, di-SMS, di-BBM, di-WA tidak mau dibalas. Aku jadi heran dan bingung, sebenarnya apa maunya si Rangga. Hingga akhirnya aku mengalah dan menemui dia di rumahnya tepat di malam minggu.
Tok ... Tok .... Tok!
Aku mengetuk pintu rumah bekas ibu kost-anku ini. Dan tak lama kemudian, pintu itu terbuka bersama munculnya seorang ibu setengah baya (Mamah-nya Rangga). Perempuan ini sedikit terkejut melihat kehadiranku. Mimiknya berubah-ubah seperti orang dalam kecemasan dan ketakutan.
''Selamat malam, Bu ...'' sapaku tenang.
''Selamat malam, Nak Herio ... apa kabar?'' sahut mantan ibu kost-ku ini.
''Alhamdulillah, Baik ...''
''Syukurlah ... ada kepentingan apa, Nak Herio berkunjung ke rumah Ibu?''
''Mmm ... saya mau bicara dengan Rangga ... apakah dia ada di rumah?''
''Oh ... mau ketemu sama Rangga, ya?''
''Iya, Bu ... dimana dia?''
''Barusan sih, dia keluar dan naik ke lantai atas ... coba aja kamu cari ke sana, Nak Her!''
''Oh gitu, baiklah ... aku akan cari dia.''
Aku membalikan tubuhku dan mulai berjingkat menuju tangga, namun belum sempat kakiku menginjak anak tangganya, tiba-tiba mamanya Rangga ini memanggilku.
''Tunggu, Nak Herio!'' ujarnya menahan langkahku.
''Ada apa, Bu? '' seketika aku melengos ke arahnya.
''Ibu mau tanya sama kamu, Nak ... sebenarnya ada hubungan apa antara kamu dan Rangga? Soalnya Ibu perhatikan akhir-akhir ini sikap Rangga agak berubah ... dia cenderung lebih sensitif, arogan dan emosional. Apakah perubahan pada diri Rangga itu ada hubungannya dengan kamu, Nak Herio? Karena sejak kamu pindah dari kost-an ini, perilaku Rangga mulai sedikit berubah ...''
''Mmmm ... sa-saya kurang tahu, Bu ... saya dan Rangga memang dekat ... tapi kedekatan ini hanya sebatas seperti kedekatan abang dan adiknya ...''
''Oke ... ibu percaya sama kamu, Nak Her ... Ibu cuma berharap kamu tidak membawa pengaruh buruk pada diri anak Ibu.''
''Hehehe ... pemikiran Ibu terlalu berlebihan ...''
''Maafkan Ibu kalau membuatmu tersinggung, Nak Her ...''
''Tidak apa-apa, Ibu ... dan Ibu juga tak perlu khawatir, karena saya tidak akan membuat Rangga berada dalam pengaruh yang kurang baik ...''
''Terima kasih, Nak Her ... ''
Aku tersenyum getir dan sedikit dipaksakan, aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh mamahnya Rangga itu, namun ucapannya cukup membuatku tersentil untuk selalu bersikap hati-hati, agar aku tidak gegabah dalam menghadapi Rangga. Aku tidak mau hubungan terlarang antara aku dan Rangga terbongkar dan tercium oleh keluarga Rangga terutama mamahnya itu yang seolah memiliki insting yang kuat terhadap perilaku dan tindak tunduk anak laki-laki satu-satunya itu.
Aku melanjutkan langkahku menaiki tangga, walaupun terasa berat namun aku harus menemui Rangga, aku ingin semua masalah di antara aku dan dia segera clear sehingga tak ada perselisihan lagi di antara kami.
Selangkah dua langkah, aku berada di area bekas kamarku dulu, beberapa bulan aku tidak menginjakan kakiku ke sini sehingg aku merasakan ada banyak perubahan di tempat ini. Perbedaan yang lebih menyolok terdapat pada warna cat tembok dan desain interiornya, aku benar-benar agak pangling dengan kondisi kamar itu yang nampak lebih terang dan lebih indah, aku melihat pintu kamar itu terbuka lebar sehingga aku bisa melihat orang-orang yang berada di dalam kamar tersebut.
Di kamar itu nampak ada sepasang manusia (laki-laki dan perempuan) dan aku sangat asing dengan kedua orang itu. Aku yakin mereka bukan kakak Rangga, padahal dulu bilangnya kamar ini akan ditempati oleh Kakak Rangga, tapi pada kenyataannya malah ditempati oleh penghuni baru.
__Hmmm ... aku jadi merasa dibohongi. Tapi ah, sudahlah, mengapa aku jadi memikirkan tempat ini, toh aku sudah mendapatkan kamar kost pengganti yang jauh lebih bagus dan lebih nyaman. Lagipula aku datang ke sini bertujuan untuk menemui Rangga.
__Aduhhh ... ngomong-ngomong dimana anak itu, ya? Kok di seluruh sudut koridor bangunan tempat ini tidak ada penampakan batang hidungnya sih? Huh!
Mataku terus menyapu seisi ruangan di lantai ini, tapi aku belum menemukan sosok Rangga.
__Ah ... Rangga ... dimanakah dirimu berada? Aku mencarimu!
__Aneh ... Ibu kost bilang Rangga naik ke lantai sini, tapi di seluruh ruangan ini tidak ada tanda-tanda kalau brondong itu berada di lantai ini.
__Tunggu ... apakah Rangga naik ke lantai Rofftop? Yah ... ku rasa begitu! Coba saja aku periksa di tempat itu ... aku berharap dia berada di sana. Semoga!
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Short StoryUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.