Lembar Ke-59 : Pagi

2.1K 68 1
                                    

Aku melepaskan genggaman tanganku, dan tidak melanjutkan aksiku mengocok-ngocok dedek imut Andy yang semakin keras dan tegang bahkan ujungnya sudah becek dengan cairan percum. Aku menjauhkan badanku dari badan Andy. Namun, Andy sepertinya tidak tinggal diam, dia terus mendekati aku dan menempelkan tubuhnya dengan tubuhku hingga tonjolan dedek imut di selangkangannya menyentuh belahan pantatku yang masih terselubungi celana.

''Kenapa kamu berhenti ... ayo lanjutkan dong! Tanggung nih!'' bisik Andy di lubang telingaku.

''Aku sudah ngantuk ... aku mau tidur!'' bilangku pelan.

''Ayolah ... Cuma sebentar saja!'' bisik Andy lagi sambil menggesek-gesekan tonjolannya di belahan bokongku.

''Maaf, Andy ... aku sudah sangat lelah sekali, mengertilah!''

''Baik, tapi ... aku boleh memeluk kamu, ya?''

''Ya ... kalo kamu mau memelukku silahkan saja tidak apa-apa!''

Andy memelukku dengan erat, tubuhnya memang terasa hangat dan aku jadi merasa nyaman. Aku mulai memeejamkan mataku karena aku sudah teramat ngantuk dan lelah sekali. Aku tak peduli walaupun Andy tidak bisa diam dan masih menggesek-gesekan tonjolan kontol ngacengnya di area belahan pantatku. Dia terus beraksi hingga dia merasa puas dan berhenti sendiri. Aku tidak tahu apakah Andy bisa mencapai klimaks atau tidak. Aku tak menghiraukan dia, sampai aku benar-benar tertidur pulas dan tidak merasakan apa-apa lagi.

***

Entah, berapa lama aku tertidur. Tiba-tiba saja suara ayam jantan berkokok bersama cahaya mentari yang ceria menyambut dunia.

Aku terbangun ketika semua teman-temanku sudah terlihat rapi dan wangi. Mereka sepertinya sudah pada mandi. Wajah mereka bertiga kelihatan segar dan berseri-seri.

''Sugeng enjang, Herio Purnama!'' kata Dimoz dengan senyum menawan menyambut tubuhku yang masih setengah sadar.

''Enjang juga, Dimoz ..'' sahutku sambil mengucek-ngucek mataku dan memperhatikan mereka satu persatu, ''kalian sudah pada mandi, ya?'' lanjutku ketika melihat rambut mereka yang basah seolah habis berkeramas.

''Ya, kita sudah pada mandi ... kita sudah bangun dari tadi!'' ujar Andre.

''Oh, ya? Benarkah?'' Aku masih tak yakin.

''Ya ... sebenarnya tadi kita mau bangunin kamu, tapi kita tidak enak, karena tidur kamu pulas sekali, Herio'' terang Andy.

''Oh gitu, memang sekarang sudah jam berapa?'' kataku.

''Pukul 8, Herio!"' jawab mereka bertiga kompak seperti grup koor.

''Hah. .. Serius?'' Aku sangat kaget sekali dan buru-buru mengecek jam di layar smartphone-ku, mereka benar waktu sudah menunjukan angka 8.

''Ayo buruan deh kamu mandi Her ... terus kita jalan!'' ungkap Andre.

''Kalian ada rencana mau jalan kemana emangnya?'' tanyaku.

''Tuh ... si Dimoz mau ngajakin jenguk saudaranya!'' jawab Andy.

''Lho ... emang Dimoz punya saudara di Jakarta, ya? Tinggal di daerah mana saudaranya?''

''Iya, ada uwaknya tinggal di Ragunan, Hahaha ...'' timpal Andre ngakak, dan si Andy juga ikutan ngakak, hanya Dimoz saja yang nampak manyun.

''Serius sampeyan punya Uwak di Ragunan, Moz?'' tanyaku penasaran.

''Ah ... sampeyan-sampeyan iki yo ... senengane guyon!'' tukas Dimoz sok kesal.

''Herio ... maksudnya, Uwak yang itu tuh di kebun binatang. Tahu 'kan?'' jelas Andy.

''Hehehe ... Oh, Uwak yang itu, iya, ya ... aku tahu sekarang. Jadi kalian mau pergi ke sana?''

Semua teman-temanku mengangguk.

''Oke, kalau begitu aku mau mandi dulu, ya!''

''Hehehe ...'' Mereka melanjutkan tertawa.

Aku bergegas menyambar handuk dan peralatan mandiku, lalu aku berjingkat ke kamar mandi untuk melakukan ritual siraman. Gebyar-gebyur segar.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang