Lembar 101 : 69

1.9K 71 15
                                    


Aku dan Rangga terus bergumul, mengadu lidah dan menggigit bibir. Kami berdua saling mengulum mempratekan freenchkiss yang super hot. Kami hanyut dalam adegan ciuman yang membakar gejolak asmara dalam jiwa yang kian membara. Hingga tanpa sadar kami jadi saling meraba dan merangsang tubuh kami masing-masing dengan usapan manjah yang bergelora. Tangan Rangga fasih menggerayangi leher dan puting susuku, dia pintar membuat sentuhan-sentuhan sensual yang mampu membuat tubuhku menggelinjang. Anak baru gede ini rupanya sudah bisa mengimbangi permainan binalku yang juga berhasil membuat tubuhnya bergidik karena mendapatkan sensasi kenikamatan yang mencabik-cabik syaraf nadi.

Ough... sungguh tak ku sangka, karena terlalu bersemangatnya, kami jadi tidak menyadari bahwa tubuh kami telah bergulingan di lantai. Kami saling menyerang dengan cumbuan ganas hingga menciptakan suasana pergumulan menjadi semakin panas. Seperti dalam adegan film Father and Son, dimana pasangan aktornya meragakan ciuman pemanasan sebelum mereka melakukan persenggamaan liar di atap gedung (rooftop). Tak jauh berbeda dengan mereka, aku dan Rangga juga melakukan aksi-aksi binal yang mengundang gairah syahwat. Satu persatu aku melolosi pakaian Rangga, hingga dia hanya mengenakan celana dalamnya yang sudah nampak penuh menonjol karena menahan dedek imut Rangga yang sedang berada dalam keadaan ngaceng sempurna.

Seolah tak mau kalah denganku, Rangga pun beraksi dengan gesit melucuti semua pakaianku. Tanpa segan dan ragu lagi, remaja laki-laki ini melorotkan celana dalamku hingga dedek imutku mencuat berdiri menantang bagai sebuah mentimun jepang. Rangga meremas basoka tempurku dan mengocok-ngocoknya perlahan, kemudian tanpa banyak tingkah, cowok brondong manis ini langsung mencaplok pisang goreng gosongku dan mengulumnya seperti mengulum sebuah permen lolypop. Aaaacchh ... aku mendesah kaget, karena Rangga dengan sangat cepat menyerap tenik oralan yang aku ajarkan. Aku menikmati setiap sepongan mulut Rangga yang terasa hangat dan nikmat. Sungguh hisapan Rangga seperti vacum cleaner yang menyedot-nyedot manja di setiap centi batang kejantananku.

''Ough ... pelan, Say ... jangan kena gigi!'' intruksiku saat tanpa sengaja gigi Rangga menyentuh bagian kepala dedek imutku dengan keras sehingga menimbulkan rasa ngilu ... ''sedot perlahan-lahan ... aaachhh ...'' rancauku ketika lidah Rangga mulai menjilati lubang kencingku, kemudian dengan kencang dia menyeruput lubang itu seperti menyeruput toping ice cream.

''Achhh .... enak, Say ... ini baru enak ... ough ...'' Aku mendesah tak berdaya mengekspresikan diri karena mendapatkan impuls-impuls kenikmatan yang kini menjalar di sekujur tubuhku.

Rangga terus bersemangat memompa balon burungku, hingga organ vitalku ini berasa penuh di mulutnya. Dia nampak senang dan menikmati kegiatan persenggamaan ini. Dia memang pintar mempratikan semua ilmu seksualitas yang pernah aku ajarkan kepada brondong manis ini. Luar biasa ... sebagai pemula, dia memberikan pelayan plus yang cukup memuaskan.

Mendapatkan service seks yang sesuai yang aku harapkan, tak membuatku jadi egois dan dominan. Aku pun berinisiatif untuk memberikan pelayanan yang sama kepada Rangga. Dengan cepat aku membaringkan tubuh Rangga, lalu aku memutar tubuhku 180 derajat, sehingga posisiku dan posisi Rangga jadi saling berlawanan. Betul ... kami seperti membentuk angka 69. Kepalaku mengarah ke selangkangan Rangga, begitupun juga dengan kepala Rangga yang menghadap persis di selangkanganku. Sejurus kemudian aku melepaskan celana dalam Rangga hingga perkakas pribadinya berdiri menjulang dan bebas dari himpitan celana dalamnya yang terasa sempit. Lantas dengan bringas aku menjamah senjata kelelakian Rangga dengan ujung lidahku bersamaan dengan dedek imutku yang menyelusup ganas di mulut Rangga.

Yess ... aku dan Rangga jadi saling menghisap dan mengulum permen kojek. Gaya percintaan ini jadi saling menguntungkan karena kedua belah pihak mendapatkan jatah rangsangan dan sensasi kenikmatan yang sama.

''Ough ... ahhh ... ahhh ...'' Rangga mendesah dengan mulut yang tersumpal oleh dedek imutku. Sementara aku sendiri sibuk mengeksplore titik-titik sensitif di seluruh bagian organ vital Rangga.

Ahhh ... ahhhh ... oughhh ...

Kami berdua jadi mendesah bersamaan, merancaukan suara mesum kemerduan yang menambah suasana hangat percintaan sejenis ini.

Aku dan Rangga terus berpacu dalam indahnya mahligai persenggaman untuk meraih ujung klimaks bersama-sama. Tubuh kami bergelimpangan, sesekali kami membolak-balik tubuh dan bertukar posisi, kadang di atas kadang juga di bawah hingga kami benar-benar mendapatkan posisi kenyamanan yang melahirkan butir-butir kenikmatan yang benar-benar kami inginkan.

''Ough ... Rangga sudah gak tahan, Mas ... Rangga ... mau ... mau ngecreet, Mas ... Aackhhhhh ...''

''Tunggu, Say ... kita ngecret bareng, ya!''

''Ough ... ahhh ... ahhh ...''

''Ackhhh ... ahhh ... Rangga mau keluar, Mas ... ough ...''

Rangga melepaskan dedek imutku dari dalam mulutnya bersamaan dengan tubuh Rangga yang menggelinjang tak karuan, otot-ototnya mengejang lalu alat kelaminnya menegang dahsyat dan tak lama kemudian dari lubang dedek imutnya memancarkan air keramat yang muncrat berlipat-lipat hingga membanjiri mulutku. Croot ... Crooot ... Crooot!!!

Selang beberapa saat, aku pun mencengkram dedek imutku dan mengocok-ngocoknya di depan muka Rangga sampai aku mengerang karena keenakan. Aku terus mengurut-urut organ pribadiku ini hingga aku merasakan ada sengatan ringan yang menjalar dari scrotum-ku menuju ujung senjata genitalku dan beberapa detik kemudian sengatan itu meledak dan menyemprotkan sel-sel spermaku.

Croot ... Crooot ... Crooot!

Cairan putih nun kental itu menyembur dengan kencang, menyirami wajah Rangga hingga brondong tampan yang satu ini bergidik kaget mendapatkan semprotan lahar putihku yang hangat dan banyak.

''Aku sayang sama kamu, Rangga ....'' Aku mengecup lembut kening Rangga dengan segenap rasa kasihku kepada bujang tanggung ini. Rangga tersenyum simpul dengan nafas yang terdengar cepat dan rapat.

''Rangga juga sayang sama Mas Her ...'' gumannya dengan suara yang terbata-bata.

Untuk terakhir kalinya aku memeluk tubuh Rangga dan mencium hangat bibir Rangga. Tubuh telanjang kami saling merapat agar memancarkan kehangatan di tengah udara malam yang sangat dingin. Di bawah siraman cahaya rembulan, aku dan Rangga memadukan kasih dan berjanji untuk saling menyayangi.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang