Lembar 120 : Kekasih Bayangan

1.3K 58 6
                                    

TAP ... TAP ... TAP!

Pelan-pelan aku menjejaki tangga kayu untuk mengakses menuju Rooftop. Sampai di ujung tangga, langkahku terhenti ketika telingaku mendengar suara cekikikan tawa beberapa orang di ruangan rooftop. Karena penasaran, aku diam-diam menyelinap dan memperhatikan mereka, dari jarak yang agak jauh aku melihat Rangga sedang bersama teman-temannya. Mereka ada 5 orang, dan dua di antara mereka berjenis kelamin perempuan. Usia mereka seumuran dan kemungkinan besar mereka teman-teman sekolah Rangga.

Mereka berlima bercanda gurau dengan sesekali disispi tawa yang renyah seperti rempeyek garing, kriuk kriuk! Tak ada wajah muram dan sedih di wajah-wajah mereka. Terutama si Rangga. Dia terlihat ceria di antara teman-temannya itu, bahkan dia nampak duduk berdekatan dengan salah satu teman perempuannya. Tangan Rangga sesekali merangkul bahu perempuan itu, mereka saling memandang dengan pancaran mata yang berbinar seolah saling tertarik antara satu dengan yang lainnya. Mereka juga tak segan melempar senyuman manis dan memberikan gurauan syahdu seperti layaknya pasangan yang sedang berpacaran. Rangga begitu bahagia bersama perempuan berambut panjang itu, dan aku merasa dia lebih lepas dan lebih nyaman daripada saat-saat bersamaku.

Hmmm ... melihat pemandangan semacam ini, badanku mendadak jadi lemes, bumi terasa gonjang-ganjing dan langit kelap-kelap. Malam yang cerah seakan mendung tertutup awan yang gelap dan akan segera hujan. Tidak ... ini hanya pemikiran dan perasaanku saja karena pada kenyataannya, langit masih nampak anggun dengan hiasan berjuta bintang dan guyuran sinar bulan purnama yang terang benderang. Yang gelap hanya hatiku ... aku merasa tak sanggup lagi untuk menyaksikan kedekatan Rangga dengan teman perempuannya itu. Aku jadi sadar dan merasa tak pantas untuk memperjuangkan cintaku terhadap Rangga.

Aku juga ingat dengan apa yang diutarakan mamah Rangga agar aku tidak memberikan pengaruh negatif pada diri brondong tampan itu. Dan mungkin inilah saatnya aku mundur perlahan dan menjauhi Rangga. Entahlah ... aku merasa ini jalan satu-satunya yang terbaik untuk menghilangkan segala perasaanku terhadap Rangga dan membiarkan Rangga selalu berada dalam dunianya, dunia normal yang semestinya dan jalan yang lurus ... tanpa ada campur tangan dan bisikan nakal dari aku yang membelokan jalan kehidupannya.

Dengan langkah gontai dan perasaan galau aku mulai meninggalkan Rooftop. Aku pergi dengan iringan tembang elegi yang menyayat hati. Rasa cemburu, kesal dan sakit hati bercampur jadi satu dalam benakku.

Aku berlari dan ingin segera meninggalkan tempat yang sesungguhnya memberikan kenangan terindah dalam kisah hidupku. Namun kisah itu harus berakhir piluh karena kisah ini terlalu rapuh untuk dipertahankan. Cinta yang hadir di antara aku dan Rangga memang tak semestinya ada, cinta terlarang yang hanya menghadirkan penderitaan. Aku harus rela dan ikhlas untuk melepaskan cinta macam ini dan membiarkannya terkikis oleh perputaran sang waktu.

Sudahlah ... aku harus bisa melupakan semuanya. Aku bukan orang yang cengeng, tapi aku juga bukan orang yang kuat menghadapi masalah yang terlalu pelik ini. Aku tidak tahu mau kemana, aku masih enggan untuk balik ke kost-anku. Aku juga tidak mau malam minggu ini kelabu. Aku harus tetap bersenang-senang meskipun hatiku terluka.

Di tengah kegalauan ini, aku terus melangkahkan kaki-kakiku meskipun tanpa tujuan yang pasti. Aku menarik handphone dari kantong celanaku. Aku memasangkan headset-nya dan menyetel lagu 'KEKASIH BAYANGAN' yang dinyanyikan oleh Bang Cakra Khan. Entahlahlah ... aku merasa lirik lagu ini seperti mencerminkan perasaanku yang sedang aku alami sekarang. Kata per katanya sungguh mengena dalam batinku hingga aku terbawa dalam suasana yang kian membuatku merana dan termehek-mehek. Ingin rasanya aku menangis ... tapi airmataku sudah terasa kering karena terlalu sering menetes, dan aku tidak ingin menghamburkannya lagi. Aku harus tegar ... setegar batu karang yang diterjang ombak. Aku harus kokoh dan setangguh baja yang menjulang seperti bangunan simpang susun Semanggi, selalu tegak berdiri dan memberikan keindahan dengan sorotan lampu yang berwarna-warni. 

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang