Lembar Ke-30 : Faridz

2.1K 91 4
                                    

Raja siang mulai menggelincirkan badannya, sengatan sinarnya tak lagi terasa panas dan pada saat itulah Aa' Iyan mengajak seluruh anggota keluarga pergi ke rumah mertuanya. Mereka pergi dengan menggunakan sepeda motor dan meninggalkan aku sendirian di rumah.

Sendiri di dalam rumah yang masih terasa asing, aku jadi galau dan tidak betah, untuk menghibur diri, aku jalan-jalan ke luar rumah. Aku bergerak sesuka kaki ini melangkah tanpa tujuan yang pasti, namun aku tak peduli, aku terus melangkah dan terus melangkah, hingga di suatu tempat aku bertemu dengan pemuda yang aku temui di masjid tadi pagi. Pemuda bernama Faridz itu masih memandangku dengan tatapan sinis seperti memandang musuh. Meskipun demikian, aku tetap menebar senyuman terbaikku dan menunjukan sikap ramahku kepada setiap orang termasuk pada laki-laki tampan yang satu ini.

 Meskipun demikian, aku tetap menebar senyuman terbaikku dan menunjukan sikap ramahku kepada setiap orang termasuk pada laki-laki tampan yang satu ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

''Sepertinya kita pernah bertemu ...'' ujarku basa-basi.

''Iya ... kita bertemu di masjid tadi pagi,'' timpal cowok tinggi dan putih ini datar.

''Wah ... kamu masih mengingatku.''

''Tentu saja ... kamu yang bersama Aa' Iyan, bukan?''

''Iya ... kamu benar!'' Aku melempar senyuman manisku, tapi cowok ini masih memperlihatkan wajah yang kurang bersahabat.

''Ada hubungan apa kamu dengan Aa' Iyan?'' ujarnya ketus.

''A-aku ... aku ...'' Entahlah, tiba-tiba saja aku gugup untuk menjawab pertanyaannya, aku tidak mungkin menjawab yang sejujurnya. Tapi aku tidak tahu musti menjawab apa. "Aku ... aku saudara Aa' Iyan.'' Akhirnya aku menjawab dengan sekenanya.

''Oh ya ... saudara yang dari mana? Setahu aku dia anak tunggal dan tidak punya saudara, deh!'' timpal cowok tampan ini yang membuatku jadi mati kutu.

__Mampus! ... Aku harus ngeles bagaimana kalau begini akhirnya.

''Masih saudara jauh, sih ... semacam sepupu gitu, kakek Aa' Iyan dan kakekku kakak beradik katanya. Hehehe ...'' ujarku dengan ragu-ragu.

''Yakin?'' Cowok berambut ikal ini memandangku dengan tatapan skiptis.

''Iya, yakinlah ...'' timpalku dengan jantung yang berdebar-debar.

''Kamu, bukan BF-nya, Aa' Iyan?''

Deg! ... aku jadi makin gugup, ketika dia menyebut istilah BF. Aku melongo sambil menatap sekujur tubuh Faridz tanpa berkedip.

''Bagaimana bisa kamu tahu istilah BF?''

''Hmmm ... siapa yang tidak tahu dengan istilah BF... BF itu Boyfriend alias pacar laki-laki.''

''Hehehe ... kamu pasti bercanda bagaimana mungkin aku jadi pacar laki-lakinya, Aa' Iyan ....''

''Tidak usah mengelak ... aku sudah tahu semua, kok ... Aku yakin kamu adalah lelaki simpanan Aa' Iyan ... entah kamu simpanan dia yang keberapa!''

''Jadi kamu tahu kalau Aa' Iyan itu ... belok?"

''Iya, aku tahu!''

''Apalagi yang kamu tahu tentang dia?''

''Cukup banyak!''

''Maaf ... apakah kamu juga belok?''

Faridz tidak segera menjawab pertanyaanku, dia terlebih dulu memperhatikan aku dari ujung rambut hingga ujung kakiku.

''Iya ... aku memang gay, dan aku juga mantannya, Aa' Iyan ....''

Sungguh ... seperti ada petir yang menyambar tiba-tiba, setelah mendengar pengakuan Faridz barusan. Aku masih tidak percaya, ini seperti mimpi di tengah hari bolong, anggapan orang bahwa dunia gay itu cuma selebar daun kelor dan sangat sempit sekali itu memang benar adanya.

''Kenapa ... kamu terkejut?'' kata Faridz.

''Iya ... aku tidak menyangka," kataku dengan suara yang gemetar.

''Kamu akan lebih terkejut lagi bila kamu tahu kelakuan Aa' Iyan yang sebenarnya ...''

''Oh ya ... apa saja yang kamu tahu yang tidak aku ketahui? Ceritakanlah padaku!''

''Aku kasihan sama kamu ... sepertinya kamu cowok yang baik ... aku tidak tega menceritakan semua kepadamu.''

''Please ... ceritakan saja, Faridz ... aku siap kok!''

''Apa kamu sungguh-sungguh mencintai Aa' Iyan?''

''Iya ... untuk saat ini aku sangat mencintai dan menyayanginya.''

''Aku dulu juga sangat mencintai dia ... aku rela melakukan apa saja demi dia ... bahkan aku rela di-anal sama dia ... kamu tahu, dimana dia melakukan itu terhadapku?''

Aku menggeleng.

''Di rumah kosong itu ... di tempat itu dia perlakukan aku seperti anjing dan menjadi objek pemuas nafsunya ... namun aku ikhlas karena waktu itu aku benar-benar tergila-gila sama dia ... dan aku belum tahu kalau aku bukan satu-satunya orang yang dijadikan budak untuk pelampiasan seksualnya."

Entah ... tiba-tiba saja mataku berkaca-kaca merasa terharu dan terenyuh mendengar ucapan demi ucapan yang dilontarkan Faridz. Setiap katanya ada penekanan yang meng-isyaratkan bentuk rasa kekecewaannya yang begitu dalam, aku tahu jauh di dalam lubuk hati Faridz ada goresan luka yang menganga dan terasa menyakitkan.

''Aku tidak ingin kamu mengalami nasib yang sama dengan aku ... dan sebaiknya kamu jauhi dia! Semakin cepat semakin baik.''

Aku tidak tahu harus berbuat apa setelah mendengar penjelasan dari Faridz, apakah aku telan mentah-mentah ucapannya atau aku harus membuangnya jauh-jauh dari pikiranku. Tapi tidak semudah itu aku melakukannya, karena aku sadar rasa sayangku terhadap Aa' Iyan melebih sayangku terhadap siapa pun. Aku bingung, aku tidak mengerti apa yang musti aku perbuat untuk lari dari jeratan cinta sejenis semacam ini.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang