Lembar Ke-94 : Kisah Zizi

1.4K 46 3
                                    

''Oh, Ya ... Fhay ... Zizi ... bagaimana kalau kita pesan makan dulu?'' kataku memecah keheningan di antara kami bertiga.

''Oke, Herio ... Lo mau pesan makan apa biar nanti gue yang traktir!'' sahut Fhay.

''Tidak usah, Fhay ... aku bisa beli sendiri ... kamu tak perlu repot!'' sanggahku.

''Tidak apa-apa, Her ... mumpung kita bertemu ... kebetulan gue baru dapat bonus dari tempatku bekerja!''

''Jangan, Fhay! ''

''Udahlah ... tak baik menolak rejeki... Lo duduk manis di sini aja, biar gue yang mesenin ... Lo mau makan pakai apaan? Bilang aja, Herio!''

''Aduh ... aku jadi gak enak sama kamu, Fhay ...''

''Woles, Bro ... kalau gak enak kasih kucing aja!''

''Hahaha ...'' Aku, Fhay, dan Zizi jadi tertawa.

''Ya, udah deh ... terserah kamu aja, Fhay ... kamu yang tentuin lauknya ... apa aja aku mau!''

''Oke ... kalau gituh ... Gue pesanin nasi bebek aja, ya ...'' Fhay bangkit dari tempatnya duduk dan segera ngacir menuju ke salah satu kedai makanan untuk mendapatkan makanan incarannya.

Di meja makan, kini cuma ada aku dan Zizi. Mataku menatap wajah Zizi karena cowok manis ini masih nampak berdiam diri dengan air muka yang mendung.

''Zizi ... sorry, ya ... sepertinya aku membuatmu jadi bersedih ...'' Aku mulai membuka mulutku.

''Tidak apa-apa, Herio ... Gue emang mudah sekali baper kalau membicarakan kedua orang tua gue ... karena gue sudah kehilangan mereka sejak gue masih kecil ...'' Zizi tiba-tiba sesenggukan dan meneteskan air matanya.

''Zizi ... aku turut bersedih mendengarnya.''

''Iya, Her ... aduh ... gue cengeng banget, ya! ''

''Wajar aja kok, Zi ... kalau kamu bersikap demikian ... kalau aku berada di posisi kamu, aku juga pasti mewek.''

''Sejak kecil gue menderita, Her ... ketika gue kehilangan kedua orang tua gue, Gue diasuh oleh paman gue ... tapi perlakuan paman gue benar-benar membuat gue semakin terpuruk, dia yang seharusnya melindungi gue tapi malah menjadikan gue budak nafsu seksnya ... setiap malam gue selalu disodomi ... Gue dipukul dan dihajar bila gue tidak mau melayaninya ... Gue berontak ... tapi gue tidak berdaya ... karena gue hanya seorang bocah yang tidak bisa berbuat apa-apa ... bertahun-tahun gue hidup dalam kekangan dan penderitaan ... Gue bertahan ... karena gue masih butuh makan dan pendidikan, walupun paman gue menjadikan gue sebagai tempat pelampiasan nafsu bejadnya ... tapi dia adalah orang yang berjasa dan bertanggaung jawab dalam menyekolahkan gue ... hingga gue lulus dari bangku SMA ...'' Kembali air mata Zizi bercucuran membasahi kedua pipinya.

Sungguh aku benar-benar terenyuh mendengar kisah Zizi yang mengharukan begini, apalagi menatap dia menangis dengan cucuran air mata yang mengalir deras seperti air hujan yang turun dari langiit. Rasanya aku pengen mengusap bahunya untuk membantu menenangkannya, tapi sayangnya aku tidak mempunyai keberanian itu.

''Setelah gue lulus ... Gue pergi ke Jakarta dengan berbekal ijazah SMA dan juga tekad gue yang bulat untuk keluar dari jeratan penderitaan ... Gue sempat hidup lontang-lantung dan bekerja menjadi apa saja demi untuk mendapatkan sebungkus nasi ...'' lagi-lagi Zizi meneteskan air matanya.

''Zizi ...'' Aku tidak bisa berkata apa-apa, karena diam-diam aku juga terbawa dengan suasana sedih yang dihadirkan Zizi, tanpa sadar aku juga menitikan air mataku yang jatuh berderai mengalir di pipiku.

''Gue terus berusaha mencari pekerjaan, hingga akhirnya gue bertemu dengan Fhay ... kami berdua bertemu pada saat kami sama-sama melamar pekerjaan di sebuah perusahaan dan alhamdulillah ... kami berdua diterima di perusahaan tersebut dan bisa bekerja bareng di situ hingga sekarang ...''

''Zizi ... sungguh ... aku tidak menyangka kalau kamu memiliki latar belakang kehidupan yang begitu memperhatinkan ... aku tidak tahu harus ngomong apa ... aku cuma ingin mengucapkan salut kepadamu ... karena bagiku kamu adalah orang yang hebat ... kamu bisa bangkit dari keterpurukan dan bisa hidup mandiri.''

''Iya ... itu semua karena Fhay. Gue merasa Tuhan mengirimkan Fhay buat gue ... dia adalah orang yang sangat menyayangi gue ... begitupun juga gue ... Gue juga sayang sama dia ... kami saling menyayangi dan gue besyukur dengan ini semua ... walaupun gue tahu cinta di antara kami adalah cinta terlarang ... tapi cinta inilah yang membuat gue kuat dan bertahan ...''

''Zizi ... ijinkan aku memelukmu, aku ingin memberikan dukungan buatmu ...''

Zizi mengangguk sambil menyeka air matanya yang tak berhenti mengalir di pipi-pipinya yang gempal hingga basah.

''Aku sangat terharu dengan kisah hidupmu ... aku juga speechless sama ketegaranmu.'' Aku memeluk tubuh Zizi dan mengusap-usap lembut punggungnya, tak ada maksud apapun kecuali aku ingin memberikan ketenangan dan kenyamanan dalam diri Zizi. Karena sesuai dengan yang aku ketahuai bahwa berpelukan memberikan efek psikologis positif untuk ketenangan jiwa seseorang.

Tinta Putih Di Lembar HitamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang