''Herio ... kau sudah makan belum?'' tanya Aa' Iyan.
''Belum A' ...'' Aku menggelengkan kepala.
''Ya sudah kita cari tempat makan saja dulu ... gimana?''
''Terserah Aa' aja ...''
''Kamu tahu dimana tempat makan yang asik di daerah sini, Rio?''
''Aku jarang makan di tempat mewah, A' ... aku paling biasanya makan di warung tenda atau warteg saja ...''
''Ya tidak apa-apa ... tunjukan saja dimana tempatnya!''
''Ayo A' ... ikuti saja aku!''
Aku membalikan tubuhku dan berjalan menuju ke sebuah warung yang terdekat dari halte, sementara Aa' Iyan berjalan membuntuti aku. Aku selangkah di depan Aa' Iyan karena aku masih malu untuk berjalan beriringan dengannya. Setelah melangkah sejauh 100 m, aku berhenti di depan sebuah warung tenda yang memanfaatkan mobil bak terbuka sebagai tempat sekaligus meja untuk menggelar dagangannya. Aku bersama Aa' memasuki warung ini dan seorang perempuan parobaya langsung menyambut kami. Tanpa segan perempuan bergincu merah hati ini menyapa kami lalu dia membrondong beberapa pertanyaan untuk menawarkan menu makanan yang mereka; dia dan suaminya jual.
''Lontong sayur dua, Bu ... dan es teh manisnya dua!'' ujarku sambil duduk di bangku panjang yang tersedia di warung ini.
''Pakai telor ndak, Dik?'' tanya Sang Ibu.
''Iya pakai, Bu ... telornya dua ya!'' timpalku.
''Mau pakai timun juga?''
''Mmm ... tidak usah!"
''Pakai saja, Bu ... satu timunnya buat saya!'' celetuk Aa' Iyan sembari meletakan pantatnya tepat di samping tempat dudukku.
''Baik!'' sambut Si Ibu Penjual dan segera menyiapkan makanan pesanan kami.
''Aa' ... doyan timun, ya?'' tanyaku pada Aa' Iyan yang tangannya main comot mengambil gorengan yang menumpuk di piring.
''Iya ... timun enak buat lalapan ...'' jawab Aa' sambil mencocol gorengan yang dia ambil ke atas saus dan perlahan memakannya.
''Ooh iya ... Aa' kan orang Sunda. Biasanya orang Sunda emang doyan sama lalapan ...''
''Iya ... emang Herio sendiri orang mana?''
''Herio orang Jawa, A' ...''
''Jowone ngendi (Jawanya dimana)?''
''Pekalongan ...''
''Oh ... wong Pekalongan toh ...''
''Lho ... kok Aa', tahu sih Basa Jawa?"
''Tahu dong .... sithik-sithik ... soalnya teman kerja Aa' juga orang Jawa ... kalau tidak salah, dia berasal dari Tegal."
''Ooh gitu ...''
''Injih Mas, hehehe ...''
Aku dan Aa' tertawa.
Sejenak kami terdiam ketika Si Ibu Penjual meletakan makanan pesanan kami tepat di hadapan kami.
''Makanan kita sudah siap, A' ... mari kita santap!'' kataku.
''Tunggu dulu, Herio ...'' tadah Aa', ''berdo'a dulu atuh!" lanjutnya.
''Iya Aa' ... mari kita mengheningkan cipta!"
Aku dan Aa' Iyan memejamkan mata sekejap lalu berdo'a dalam hati kita masing-masing. Kemudian kita pun mulai menyantap makanannya. Aku memperhatikan Aa' iyan yang sedang menikmati makanan ini dengan sangat lahapnya sehingga dalam hitungan beberapa menit saja satu piring lontong sayur di tangan Aa' sudah habis tak bersisa.
''Aa' ... dikau doyan atau laper, sih? Lahap banget!"
''Hehehe ... dua-duanya!"
''Mau nambah lagi, A'?"
''Ah, tidak usah ... udah cukup!" Aa' Iyan mengambil gelas minumannya dan menyeruput air di dalamnya, kemudian laki-laki ini merogoh saku celananya dan mengambil sebungkus rokok. Dia menarik sebatang rokok kretek itu lalu menyelipkan di antara bibirnya yang kehitaman, sejurus kemudian dia menyulut lintingan tembakau tersebut hingga asapnya mengepul dan bertebaran dari dalam mulutnya.
Saat dia mulai menghisap batang rokoknya aku memalingkan muka dan melanjutkan aktivitas menyantap hidanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Historia CortaUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.