MALAM ini memang kurang menyenangkan, namun aku mendapatkan pelajaran-pelajaran baru yang sangat berharga dan dapat aku terapkan dalam perjalanan hidupku selanjutnya. Aku pulang ... karena ini lebih baik daripada aku pergi tanpa tujuan yang pasti.
Langkah demi langkah, aku bergerak dengan perasaan yang jauh lebih tenang. Meskipun aku tahu aku akan kehilangan orang yang aku sayang. Tapi inilah Herio Purnama, orang yang tak mudah untuk berputus asa dan orang yang selalu menebar aura positif agar mendapatkan energi-energi yang positif pula.
Tak terasa aku sudah tiba di muka kost-anku. Tanpa banyak berpikir, aku langsung menapaki tangga menuju kamar sewaanku. Dan pada saat aku berada di ujung tangga, aku bertemu dengan Mas Sofiano. Seperti biasanya lelaki ini sedang ber-shirtless-ria memamerkan bentuk tubuh atletisnya yang super sexy dan menggoda.
''Cieee ... si bujang baru pulang dari malam mingguan,'' tegur Mas Sofiano enteng, dengan memasang wajah lucu yang konyol bernada meledek.
''Hehehe ... Mas Sofiano bisa aja ... gak kok Mas ... aku tidak pernah bermalam mingguan,'' balasku.
''Terus dari mana dong sampeyan, Her?'' Mas Sofiano mengikuti aku yang berjalan mendekati pintu kamarku.
''Habis cari makan,'' jawabku sembari membuka kunci pintu kamarku ini.
''Oh, makan juga toh, Her ... kirain kamu di-charge! Hehehe ...'' timpal Mas Sofiano dengan nyengir.
''Hahaha ... di-charge! Memangnya aku ini handphone apa, Mas?'' tukasku seraya masuk ke kamarku dan menyalakan lampunya. Si security ganteng itu masih mengekoriku.
''Wkwkwkw ...'' Mas Sofiano tertawa garing, ''kamu habis makan tapi kok nampak loyo begitu sih, Her ...'' Laki-laki berkulit eksotis ini terus memperhatikan gerak-gerikku yang cuek melepaskan sepatu dan meletakanya di rak. Lalu aku mengambil sebotol air mineral dan meminumnya hingga habis separuh botol.
''Loyo piye toh, Mas?'' Aku melirik ke arah Mas Sofiano.
''Gak, sih ... aku cuma merasa kamu tidak seperti biasanya yang selalu terlihat hepi ... kenapa? Kamu lagi ada masalah, ya?''
''Hehehe ...'' Aku tertawa getir, "Mas Sofiano sok tahu, deh!'' kataku.
''Lho ... aku tidak sok tahu, aku cuma menebak aja!''
''Gak usah nebak-nebak deh, Mas Sofiano ... aku bukan tebakan. Mendingan Mas Sofiano balik aja ke kamarnya ... karena Mbak Lastri pasti sedang menunggumu di sana!''
''Hehehe ... istriku lagi di rumah orang tuanya, Her ... lagi jenguk si anak.''
''Oh gitu ... kok Mas Sofiano tidak ikutan, emang Mas Sofiano tidak kangen sama anaknya?''
''Tadi seharian aku sudah ada di sana, Herio ... terus aku balik ke sini karena aku tidak betah di sana!'' terang Mas Sofiano.
''Oh ngono toh, Mas ...''
''Injih ...''
''Kenapa gak betah di rumah mertua, Mas?''
''Iya, soalnya tempatnya sempit ... banyak anak-anaknya ... jadi aku agak risih.''
''Ohhh ...''
Aku menganggukan kepala berlagak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Mas Sofiano padahal sih kurang paham. Hehehe ....
Mas Sofiano duduk di tepi kasur, lalu dia merogoh celana pendek kolornya dan mengeluarkan sebungkus rokok jenis mild beserta korek api gasnya.
''Ngerokok dulu, Her ... biar tenang! Ben koyo wong-wong!'' Mas Sofiano menyodorkan bungkus rokok itu ke hadapanku.
''Aku tidak merokok, Mas ...'' tolakku.
''Kenapa? Cowok kok tidak merokok!'' Mas Sofiano mengernyitkan keningnya sembari meletakan sebatang rokoknya di antara celah kedua bibir gempalnya. Lalu dia menyalakan korek apinya dan menyulutkan ke ujung batang lintingan tembakau tersebut.
''Emang cowok harus merokok gitu, Mas?'' mataku melirik tajam ke arah Mas Sofiano.
''Iya, lah ... kalau cowok tidak merokok iku jenenge cowok wandu(banci)!'' ujar Mas Sofiano seraya menghisap kuat-kuat rokok itu lalu menghempaskan jauh-jauh asapnya hingga nampak mengepul di mulutnya.
''Hmmm ... itu pemahaman yang salah kaprah Mas Sofiano! Merokok atau tidak itu bukan tolok ukuran untuk menentukan status laki-laki sejati atau banci. Karena pada kenyataannya, para banci-banci itulah yang justru lihai dalam hal merokok ...''
''Iya, mereka lihai merokok batangan yang lain, Herio ... Hahaha ...'' tukas Mas Sofiano sambil ngakak.
''Hehehe ...'' Aku jadi ikutan tersenyum. Aku tidak bisa menampik lagi sanggahan dari Mas Sofiano, karena omongan dia ada benarnya juga. Tak hanya pandai menghisap rokok dalam artian yang sesungguhnya, tapi para banci itu memang bisa dipastikan sangat pandai dalam menghisap batangan dalam bentuk lain.
''Iya, toh ... apa yang aku ucapkan ini benar, Her?''
''Iya, betul Mas ... seratus buat kamu ... seribu buat aku!''
''Hahaha ... malah banyakan kamu, Her ...''
''Iya ... yang muda emang selalu dapat yang banyak, Mas'' Aku tersenyum simpul.
''Hmmm ... Herio ... Herio ... kamu kadang polos dan lucu juga!'' Mas Sofiano geleng-geleng kepala sembari menikmati batangan rokoknya, dia nampak mahir dalam menghisap dan menghempaskan asapnya.
Aku cuma bisa memperhatikannya saja.
''Sampeyan benaran tidak mau rokoknya, Her?'' ujar Mas Sofiano, ''nanti aku ajarin, deh ... biar kamu pintar merokok,'' lanjutnya.
''Tidak usah, Mas ... aku tidak berminat!'' timpalku.
''Daripada sampeyan jadi perokok pasif mendingan sampeyan jadi perokok aktif, Her!''
''Kalau Mas Sofiano sudah tahu hal itu ... lebih mendingan lagi kalau Mas Sofiano merokok di luar kamarku!'' Aku melebarkan bibirku membentuk smile emoticon.
''Jadi sampeyan mengusirku, Her?''
''Aku tidak bilang begitu ...''
''Oke, deh ... aku keluar dulu ya, Her!''
''Iya, itu lebih baik ...''
Mas Sofiano bangkit dari tempat duduknya dan pergi keluar dari kamarku. Alhamdulillah, aku jadi bisa bernafas lega dan bebas dari gangguan asap rokoknya yang sedikit membuatku pusing.
__Hmmm ... sebenarnya bukan asap rokoknya sih yang membuatku pusing, tapi justru tubuh dia yang kelewat sexy itu yang banar-benar membuat pusing kepala atas dan kepala bawahku. Hehehe ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Tinta Putih Di Lembar Hitam
Short StoryUntuk 17++ Dia Ranggaku, brondong tampan yang membuatku jatuh cinta. Memberi warna baru dalam hidupku untuk menjelajahi dunia cinta semu.